Mémoire : 52. Pray

15.3K 1.6K 429
                                    

Angin musim semi yang bertiup mendinginkan perasaannya. Ini sudah dua tahun berlalu, bagi orang lain terasa cepat tapi bagi Rosé sangatlah lambat. Setiap waktu, ada rasa sakit yang menyapa.

Gadis blonde itu duduk di tengah-tengah bunga dandelion yang tumbuh di halaman mansion. Tidak ada yang menanamnya. Rosé beranggapan, mungkin Lisa meniup bunga dandelion miliknya hingga terbang kesini dan tumbuh. Karena kamar Lisa berada di atas halaman itu.

Nyatanya memang seperti itu. Bunga-bunga dandelion yang mengelilingi Rosé sekarang tumbuh karena Lisa. Lebih tepatnya hasil ketikdak sengajaan angin yang meniup bunga di tangan Lisa dulu saat ia sedang berada di balkon kamar.

"Bunga-bunganya tumbuh dengan baik. Padahal tak ada yang merawat," ujar Rosé lirih sembari memetik salah satunya.

Ini adalah bunga kesukaan Lisa. Adik satu-satunya Rosé itu pasti akan senang. Tapi sekarang tidak lagi, karena Lisa sudah tak ingat.

Jika ada yang bertanya, apa saja kenangan di dua tahun belakangan ini. Jawaban Rosé, tak banyak. Mereka hanya menghabiskan waktu di dalam mansion. Terkadang menerima amukan Lisa yang tak berdasar. Bahkan pernah suatu hari, Jisoo mengalami patah tulang pada tangannya karena tanpa kesadaran Lisa mendorong sang kakak dengan sangat kuat.

Tapi tak ada rasa benci sedikit pun yang hinggap di hati mereka, sesering apa pun Lisa menyakiti keempatnya. Bagi mereka, tak apa Lisa seperti itu. Asal sosoknya selalu ada di dekat mereka.

Dua tahun berjalan, Pada titik ini Rosé mulai merasa ketakutan. Sekarang adiknya sudah menyentuh tahap akhir penyakit Alzheimer. Lisa sudah tidak bisa menelan makanannya, sehingga membutuhkan selang NGT untuk memasukkan nutrisi makanan ke dalam tubuh gadis itu.

Lisa juga sering terserang penyakit karena daya tahan tubuhnya lemah. Itu karena dia hanya memiliki satu ginjal. Di tambah, dia tak terlalu banyak bergerak, lebih sering berbaring dan pola makannya berantakan.

Rosé hanya takut, tak lagi menemukan sosok Lisa yang ingin selalu dia lihat. Sosok yang paling Rosé sayangi, melebihi apa pun.

Fyuh~

Gadis blonde itu tertegun ketika seseorang meniup dandelion ke arahnya. Namun yang dia dapati adalah sosok Jisoo yang tersenyum sanhat lebar, hingga matanya menyipit.

Rosé membasahi bibirnya, sebelum mengeluarkan suara.
"Lisa sering sekali melakukan itu padaku, dulu."

Senyum Jisoo perlahan luntur. Dia datang sebenarnya untuk menghibur Rosé. Tapi ternyata perlakuannya justru membuat Rosé semakin sedih.

"Jangan coba untuk menghiburku, Unnie. Semuanya akan percuma." Rosé berkata dengan lirih. Hendak terbangun dari duduknya namun tahan Jisoo dengan cepat menahannya.

Sulung Kim itu menarik tubuh Chaeyoung ke dalam pelukannya. Mereka sama-sama sedang terpuruk. Padahal ini belum genap tiga tahun mereka mengetahui perihal penyakit Lisa. Lebih tepatnya, mereka memang terlambat.

Sebenarnya, penyakit itu sudah ada sedari lama. Hanya saja, siapa yang terpikirkan jika Lisa akan mengidap itu. Mereka, atau bahkan Lisa menganggap semua sikap pelupanya adalah hal wajar.

"Entah seberapa kuat kita untuk menahannya, apakah Lisa akhirnya akan seperti bunga-bunga ini?" tanya Jisoo menatap hamparan bunga dandelion yang semakin hari semakin banyak di halaman mansion itu.

"Tidak. Aku tidak akan rela." Tekan Rosé menenggelamkan kepalanya di pelukan Jisoo.

..........

Sebagian orang pasti menganggap Jennie adalah manusia yang bodoh. Dia rela melepaskan jabatannya sebagai CEO populer hanya untuk mengurus adiknya di rumah. Sekarang, status gadis berusia 25 tahun itu adalah pengangguran.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now