Mémoire : 38. Fire

16.2K 1.9K 491
                                    

Cahaya matahari yang masuk memalui jendela kamar menyambut kedua mata itu untuk terbuka pagi ini. Hari yang cerah, itulah yang ada di benaknya sekarang. Sebelum akhirnya dia terbelalak, mengingat hal yang terjadi tadi malam. Sebelum dirinya tiba-tiba jatuh pingsan.

Jennie bangkit secara mendadak. Hendak turun dari ranjang megah itu namun ada sebuah tangan yang dengan cepat menahan lengannya. Melarang Jennie untuk menapaki lantai mansion yang dingin.

"Tetaplah di ranjangmu, Jennie-ya! Kau belum pulih." Sentak Jisoo yang mampu membangunkan Rosé dari tidurnya di sofa kamar itu.

Jisoo dan Rosé memang memutuskan tidur di kamar Jennie untuk menjaga gadis itu semalam. Selain khawatir, mereka juga takut Jennie akan kembali nekat setelah tersadar dari pingsan. Memilih tidur di sofa kamar karena takut melukai perut Jennie yang masih terdapat luka operasi delapan hari lalu.

"Aku ingin mencari Lisa." Jawab Jennie dingin, menghempaskan tangan Jisoo yang menyentuhnya.

"Jika kau tetap nekat, kau akan kembali drop! Percuma saja operasi yang kau jalani satu minggu lalu!" Jisoo sudah tak bisa menahan kekesalannya lagi. Jennie sudah cukup keterlaluan karena mengabaikan kesehatannya sendiri.

Jennie terdiam sejenak. Menyentuh bagian sayatan yang dibuat oleh Dokter padanya itu. Sekarang, mengapa kesembuhan ini tak dia inginkan? Percuma saja rasanya jika kini dia kehilangan salah satu cahaya hidupnya.

"Aku sudah tidak peduli. Aku hanya ingin Lisa sekarang." Ujar Jennie yang kembali berniat menurunkan kakinya dati atas ranjang.

"Setidaknya, hargailah pengorbanan Lisa!" Pekik Jisoo yang bahkan dia tak sadar dengan ucapannya sendiri karena terlalu dikuasai oleh amarah.

Jennie mengerjabkan matanya tak mengerti. Begitu pun dengan Rosé yang kini mulai berpikir apa maksud dari ucapan Jisoo. Tapi sampai detik hampir mencapai menit, Rosé tak bisa mendapatkan jawaban apa pun.

"Unnie, maksudmu apa? Lisa berkorban apa untuk Jennie Unnie?" tanya Rosé yang mulai bangkit. Menatap penuh tuntutan pada kakak sulungnya yang kini sedang gugup.

Jisoo tentu tak bermaksud untuk memberitahu semua orang, terutama Jennie tentang Lisa yang menjadi pendonor ginjal untuk Jennie. Dia hanya sedang mengerti, keadaan Jennie belum siap untuk menerima fakta yang ada.

"Unnie, jawab pertanyaan Rosé! Apa maksud dari ucapanmu!" Jennie menaikkan nada suaranya. Menggoyah-goyahkan tangan Jisoo agar kakaknya itu bereaksi.

Jisoo membasahi bibirnya yang sama sekali tidak kering. Jika berbohong, Jisoo tak tahu harus berkata apa. Jika jujur, bagaimana respon kedua adiknya? Apalagi Jennie, dia pasti akan tak terima.

"Unnie---"

"Lisa yang mendonorkan ginjalnya untukmu, Jennie-ya!" Pekik Jisoo yang membuat Jennie dan Rosé terkejut setengah mati. Bahkan kedua Kim itu sempat mematung selama beberapa detik.

"Tidak. Kau berbohong, Unnie. Ini mustahil." Lirih Jennie menunduk dengan wajah frustasi.

Di dalam benak Jennie, sama sekali tak ada pikiran mengenai adiknya yang akan melakukan hal sejauh ini. Tak ada tanda-tanda bahwa Lisa berkeinginan menjadi pendonor sedari awal. Dan di antara ketiga saudara Jennie yang lain, hanya Lisa yang seakan tak memiliki keyakinan bahwa Jennie akan sembuh.

Yang Jennie tahu, Lisa adalah adik kecilnya yang manis. Selalu menjadi ekor ketiga kakaknya. Dan sangat tidak mungkin jika Lisa memiliki pemikiran untuk berkorban sejauh ini.

"Tapi ini memang kenyataannya, Jennie. Wendy Unnie yang memberitahuku tempo hari, karena dia juga yang merawat Lisa selama di rumah sakit. Dan saat aku ingin menemui Lisa, anak nakal itu sudah menghilang lagi." Papar Jisoo yang membuat Jennie seakan kehilangan seluruh tenaganya.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now