ambil semua

5K 871 719
                                    

Semenjak Lavina menjadi salah satu sandera pada tugas kedua, Draco selalu menghindari Lavina. Lavina selalu berusaha untuk mengajaknya berbicara, bertemu, bertatap muka atau bahkan tersenyum namun tidak pernah diubris olehnya. Beberapa anak Ravenclaw, khususnya Cho Chang dan teman temannya sepertinya sangat membenci Lavina.

Murid Hufflepuff juga demikian, sebagian dari mereka membenci Lavina dengan alasan yang sama. Bahkan beberapa murid Gryffindor juga membenci Lavina. Lavina banyak di ejek dengan sebutan 'jalang' oleh beberapa pembencinya, terutama Pansy. Hanya Astoria satu satunya dari Slytherin yang tetap menganggapnya teman seperti biasa.

Ron Weasley juga semakin menjaga jarak dari Lavina. Ia benci Lavina dekat dengan Malfoy, yang notabenya adalah musuh mereka. Lavina seperti sudah sendirian, tidak ada teman. Belakangan ini juga Lavina selalu murung dan menyendiri. Tidak makan seharian dan tidak seceria biasanya. Lavina mendadak menjadi manusia alim.

Lavina melihat Draco memasuki perpustakaan sendirian, mungkin ini waktu yang cocok untuk berbicara padanya. Lavina menghampiri Draco dengan antusias. Draco duduk di pojok perpustakaan seperti biasanya. Saat Lavina datang, pria itu menatap benci kepadanya.

"Draco, kita perlu bicara." Ucap Lavina. Draco hanya mendelik lalu memalingkan wajahnya.

"Draco! lihat kearahku!" Ucap Lavina setengah berteriak.

"Apa?! Menyingkirlah dari hadapanku, mudblood!" Ucapnya kasar. Lavina memegang tangan Draco namun pria itu dengan cepat menepisnya dengan wajah yang jijik.

"Jangan sentuh aku, Jalang! Sana kau pergi dengan pria pria hidung belang diluar sana!"

PLAK!

Lavina menampar pipi Draco dengan kencang hingga memerah, wajahnya seperti menunjukkan amarah yang sudah memuncak.

"Aku bukan muggle, bodoh!" Ucapnya lalu dengan cepat menendang selangkangannya. Draco seperti nya hampir meraung.

"Dan satu lagi, jangan panggil aku jalang!" Ucap Lavina penuh penekanan disetiap katanya. Lavina segera berlari menuju ruang rekreasi dengan hampir menangis. Untung saja lorong sedang sepi, tidak ada yang melihat nya menangis.

Lavina sedang merenung di depan perapian. Tempat itu selalu menjadi favoritnya saat sedang sedih atau merasa tertekan. Semua orang sedang makan malam sekarang, hanya Lavina sendirian.

Pintu ruang rekreasi tiba tiba terbuka, menampilkan sesosok manusia yang membawa beberapa makanan. Pria itu menghampiri Lavina yang sedang duduk di sofa, menepuk pundaknya lalu membelai rambutnya lembut. Lavina menyenderkan kepalanya ke pundak pria itu lalu menangis tanpa suara.

"kau sudah tidak makan selama 3 hari, Lav. Aku belum juga lulus kau sudah seperti ini, bagaimana jika aku lulus nanti? kau akan mati, hah?" Ucap Oliver sedikit kesal bercampur marah.

Lavina tetap menyenderkan kepalanya dan menangis. Sorot matanya kosong dan hampa seolah kehilangan semangat hidupnya yang dulu telah kembali. Oliver membelai rambut panjang Lavina dengan lembut, memeluk tubuhnya yang sedang rapuh sesekali memberikan kecupan singkat di pucuk kepalanya.

"it's okay, Lav. Menangislah, terkadang sesuatu yang ditahan itu tidak baik kan?" Ucap Oliver lalu Lavina kembali menangis sampai sesenggukan. Oliver memberikan air putih kepada Lavina.

"a-aku tidak t-tahu mengapa s-semua orang membenciku, Ollie. a-aku dekat dengan Draco karena dia baik kepadaku, aku dekat dengan Cedric karena aku menyukainya. Aku dekat dengan kau dan Aiden karena kita sudah mengetahui masing masing kita sejak kecil." Ucap Lavina dengan sesenggukan.

"sshhh, tenanglah." Ucap Oliver kembali merangkul pundak Lavina.

"a-aku b-bukan jalang, kan?" Ucapnya parau.

Lavina EllieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang