Pandangan keempat cowok itu teralih saat orang yang mereka bicarakan datang. Tito membawa satu kantong plastik berisi empat minuman, di belakangnya ada seorang gadis yang terlihat kesusahan membawa dua botol minuman dan beberapa snack tanpa kantong plastik.

"Alex, ini minuman buat kamu." Eva, pacar Alex itu memberikan botol minuman dengan susah payah pada cowoknya.

Alex mengambil semua barang yang ada di tangan Eva, memberikan ruang pada gadis itu agar bisa bernapas bebas.

"Alex, Chiko habis pengajian di mana?" tanya gadis itu polos.

Semua orang di sana tertawa mendengar celetukan Eva. Sedangkan di sisi lain Eva justru bingung karena mereka semua tertawa, bahkan Alex yang jarang sekali tertawa juga ikutan tertawa.

Tawa itu semakin membahana saat Eva kembali bersuara. "Atau kamu habis di sunat, Chik?"

"Va, lebih baik lo diem aja deh. Itu cowok lo udah hampir pingsan gara-gara dehidrasi," Chiko menunjuk Alex dengan dagunya. Kadang sifat polos Eva bisa menjatuhkan harga diri Chiko.

Mendengar hal itu Eva langsung saja fokus pada Alex. Dia membawa Alex duduk di kursi taman lalu mencoba membuka tutup botol untuknya. Alex tertawa kecil karena Eva terlihat kesusahan membuka tutup botol, tapi dia tetap membiarkannya berusaha membukannya sendiri.

"Lo mau gue bunuh gak, Chik?"


Mata Chiko menatap Bagas jengah,

"Dendam banget lo, Gas, sama gue."

"Bukan! Ini gak ada kaitannya dengan masalah tadi. Tapi ya mungkin aja kejombloan lo meronta-ronta melihat adegan itu." Bagas menatap ke arah Alex dan Eva.

Tito merangkul bahu Chiko, "Buktiin, Chik. Lo bisa dapetin cewek yang lebih dari itu."

Chiko mengangkat kerah seragamnya, "Ya pasti bisa lah! Asal kalian tahu banyak cewek yang antri buat dapetin cinta gue. Gue nya aja yang pemilih, gak suka asal pilih cewek. Apalagi modelan goblok kayak Eva."

"PREEEETT...!" seru mereka hampir bersamaan.

Priiiiit...!

Suara peluit berbunyi nyaring. Mereka langsung berpencar membersihkan halaman sekolah kembali.

Alex mengumpat, tadi dia sudah menyelesaikan tugasnya, tapi karena angin sialan dedaunan yang dia kumpulkan jadi berserakan lagi.

"Bagus! Di kasih hukuman malah seenaknya sendiri." Pak Teguh melipat kedua tangannya di depan dada. Pandangannya beralih pada Chiko yang menggunakan pakaian berbeda, "Chiko, kenapa kamu pakai sarung di sekolahan?"

"Habis mmmph..." Alex membungkam mulut Eva dengan tangannya, tidak membiarkan gadisnya itu bersuara.

Pandangan Pak Teguh beralih pada siswi yang ikut berada di kalangan cowok berandal itu. Di balik punggung Pak Teguh, Chiko memaki-maki Eva dengan bahasa isyarat, ingin menjahit mulut gadis itu.

Kali ini dia tak takut dengan tatapan sengit Alex, ini masalah harga diri, tentu dia akan mengutamakannya.

"Buka sarungnya. Di sini bukan tempat cari perhatian, tapi tempat untuk cari ilmu," perintah Pak Teguh.

Chiko menggeleng menolak, "Gak bisa, Pak."

Pria paruh baya itu mengerutkan kening, "Kenapa gak bisa?"

"Anu..."

"Ya sudah sini Bapak bantu."

"Eee...!" Alex, Revan, Bagas, dan Tito menghalangi Pak Teguh yang hampir menarik sarung Chiko.

Akhirnya Revan mengambil tindakan dengan membisikkan sesuatu di telinga Pak Teguh, bisa panjang urusannya kalau sarung itu lepas dari tubuh Chiko. Bukan cowok itu saja yang akan malu, tapi seluruh teman-temannya bahkan bisa juga seluruh kaum Adam akan menanggung malunya juga.

Mendengar penjelasan Revan lewat bisikan membuat Pak Teguh menggeleng, "Chiko, besok ulangi lagi, dan saya akan memberimu hadiah nanti." Setelahnya Pak Teguh pergi ke lapangan, mengingat jam pelajarannya sudah di mulai.

Enam orang di sana menatap punggung kekar Pak Teguh yang berangsur menjauh. "Wah ... Enak tuh, Chik, dapet hadiah. Sabi lah diulang lagi cantolin celana lo di gerbang sekolah." Bagas mengusap kedua tangannya membayangkan hadiah apa yang akan diterima Chiko.

"GOBLOK!"









_______________

Bersambung...


Author: Terimakasih sudah baca😊

My ChikoWhere stories live. Discover now