41. Buntut

647 97 1
                                    



"Mobil sialan!" Anya menendang ban mobilnya yang bocor.

"Gak usah salahin mobil. Lo yang salah," kata Sesil ikut murka.

"Salah gue di mana anjir?!"

Sesil berdecak, "Kalau tahu ini mobil mau dipakai buat perjalanan jauh minimal di cek dulu kek. Jangan mentang-mentang mobil mewah terus lo bisa tenang aja."

"Gak ada yang salah dengan mobilnya! Ini pasti ulah tukang tambal ban yang nyebar paku sembarangan."

"Makek salahin orang lagi."

Bella mengurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Terkena sinar matahari membuat matanya menjadi gak enak, ditambah perdebatan dua temannya yang sukses membuat kepalanya jadi ikutan pusing.

Niatnya ketiga gadis itu akan liburan di puncak, rasanya lebih menyegarkan ketimbang di pantai. Namun karena terlalu senang mereka sampai melupakan persiapan apa pun, hanya bermodalkan bawa baju dan dompet. Dan lihatlah apa yang terjadi, mereka terdampar di sebuah jalan tol karena ban mobil yang tiba-tiba bocor.

"Udah ya jangan bertengkar. Mending kita hubungi jasa marga," ujar Bella.

"Niatnya sih gak bertengkar, tapi ini bocah malah mancing." Anya menunjuk Sesil dengan dagunya. Dia mengeluarkan ponsel lalu mengotak-atik benda pipih itu.

Sesil memutar bola matanya malas. Kali ini dia memilih diam, dia tidak mau berdebat dengan Anya lebih panjang lagi, bisa-bisa mereka terdampar sampai malam nanti.

Sebuah mobil berhenti tak jauh dari mobil Anya terparkir. Melihat itu Bella menepuk bahu Anya dan Sesil secara bersamaan hingga membuat pandangan dua gadis itu ikut teralih ke sana.

"Gak mungkin kan jasa marga pakai mobil mewah seperti itu?" tanya Bella.

Anya dan Sesil menggeleng, "Gue aja baru kirim pesan, masa cepet banget sampainya?" kata Anya.

Seorang pria bermasker dan berkacamata hitam keluar dari dalam mobil, berjalan menghampiri tiga gadis itu sambil celingukan ke kiri dan ke kanan. Jantung Sesil, Anya, dan Bella berdetak kencang. Kondisi sangat sepi ditambah lagi gelagat mencurigakan pria itu berhasil membuat mereka ketakutan.

"Seharusnya kita tadi bawa Kak Chiko," tukas Anya.

Sesil mengucapkan sumpah serapah dalam hatinya. Dia sengaja tidak membawa Chiko liburan bersamanya karena ingin menikmati kebersamaan dengan dua temannya. Lagi-lagi itu sebuah keputusan jangka pendek, dia lupa bagaimana rawannya seorang perempuan di luar sana.

Wiu... Wiu... Wiu...

Sebelum pria misterius itu sampai depan mereka sebuah mobil polisi menghalanginya. Dua orang berseragam khas polisi keluar dari dalam sana dan langsung menghampiri tiga gadis itu.

Anya dan Bella saling senggol sangat gugup karena kedatangan polisi, sedangkan Sesil masih mencoba fokus pada pria misterius tadi yang kini terhalang oleh mobil polisi. Hingga akhirnya suara deru mobil terdengar dan selanjutnya mobil tersebut melaju melewati mereka.

"Dia siapa?" gumam Sesil.

"Selamat pagi," sapa salah satu polisi.

"P—pagi, Pak," jawab Anya dan Bella hampir bersamaan.

"Ini kenapa berhenti di jalan tol?"

"Ban nya bocor, Pak." Kali ini Bella yang menjawab.

Polisi itu mengangguk, "Sudah panggil jasa marga?"

Mereka bertiga mengangguk.

"Coba kami lihat SIM dan STNK nya." Sang polisi sudah mengulurkan tangan meminta dua benda tersebut.

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang