17. Calon Menantu

1.6K 322 18
                                    


Seorang wanita paruh baya mengaduk sup yang masih berada di atas kompor. Dia mengambil sedikit kuah dengan sendok lalu meniupnya sebelum mencicipinya.

“Sempurna.” Wanita paruh baya itu mengangguk merasakan cita rasa yang menyentuh lidahnya.

“Yuhu! Pacarnya Chiko!”

Bunda Puji memutar bola matanya malas. Sang biang onar sudah pulang, dia harus mempersiapkan telinga menerima kehebohan yang sebentar lagi terjadi. Rumah tanpa Chiko memang terasa sunyi tapi kala anak itu datang berisiknya minta ampun.

“Hap! Dapet.” Chiko memeluk Bunda Puji dari samping.

“Kamu udah gak pantes manja-manjaan sama Bunda. Ingat umur!” Wanita paruh baya itu mencubit lengan Chiko, membuat Chiko refleks melepaskan pelukannya.

“Sebesar apa pun Chiko, tetep aja jadi putra kecil di hadapan Bunda.”

Bunda Puji menghela napas kasar, “Sudah digalakin masih aja nempel.”

“Jurusnya kagak mempan. Mau cium,” kata cowok itu mengerucutkan bibir.

“Cium nih!” Bunda Puji menyumpal mulut Chiko dengan buah pir.

Beliau beralih mengemas barang-barang belanjaan yang tadi dibelinya di supermarket. Memiliki anak-anak dengan porsi makan banyak nyatanya membuat dia kewalahan sendiri menyetok camilan dan sejenisnya.

Walaupun Chiko dan Dev seolah memiliki perut lima yang mampu menampung makanan apa pun, tapi hal itu tak membuat tubuh keduanya mengembang. Mereka memiliki tubuh ideal, sama seperti Davin ayah mereka.

“Kenapa baru pulang? Di cegat ayam galak lagi?” tanya Bunda Puji terkesan menyindir.

Chiko mengangkat kerah bajunya dan mendongak sombong, “Kali ini alasannya beda. Bunda bakal bangga sama Chiko.”

Wanita paruh baya itu menghentikan aktivitasnya lalu menoleh pada Chiko, “Memang ada yang bisa dibanggakan dari kamu?”

“Ets... Jangan salah. Janji dulu bakal beliin Chiko kue Bandung tiga kardus.”

Bunda Puji mengangkat kedua pundaknya, “Tergantung. Kalau beritanya bener-bener buat Bunda bangga baru Bunda beliin.”

“Sip.” Chiko menggesekkan kedua telapak tangannya membayangkan tiga kue Bandung akan dia santap sendirian.

Cowok itu memeluk bahu Bundanya lalu berbisik, “Chiko bawa calon mantunya Bunda.”

Seketika wanita paruh baya itu menoleh, “Sesil?”

Chiko mengangguk.

Beliau menepis tangan Chiko dari pundaknya lalu buru-buru jalan cepat keluar dapur. Senyumnya mengembang kala melihat seorang gadis yang duduk manis di ruang tamu sambil memangku ‘Kocheng’ kucing milik Chiko.

Bukan Kim Tae-hyung atau pun si manis jembatan ancol. Chiko memberi nama binatang peliharaannya tak jauh dari nama aslinya, takut ada orang yang bernama sama saat dirinya mengajak Kocheng jalan-jalan. Kalau orangnya masa bodo mungkin Chiko akan aman, tapi bagaimana jika orang tersebut gampang tersinggung?

“Sesil?”

Gadis itu menoleh, “Tante.” Dia menurunkan Kocheng dari pangkuannya lalu beralih menjabat tangan Bunda Puji dan menciumnya.

“Panggil Bunda aja,” kata wanita paruh baya itu yang langsung mendapat anggukan dari Sesil.

“Kamu kok masih pakai seragam olahraga? Anak bandel itu membawa kamu ke mana tadi?”

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang