35. Tembok laknat

1.3K 180 14
                                    


Napasnya terengah-engah dengan tangan yang mencengkram lutut seolah memintanya agar tetap kuat. Dia menegakkan tubuh kembali, bersandar pada tembok kusam sebelum akhirnya terduduk.

"Uhuk! Uhuk!"

Handoko menepuk dadanya sendiri. Dia butuh minum, tapi sepertinya semesta tak mengizinkannya.

Tidak, seharusnya dia bersyukur karena berhasil lolos dari kejaran polisi yang lapar melenyapkan nyawanya, kalau tidak dia harus rela kembali mendekam di dalam penjara.

"Cari bagian sana, kamu sana, dan kalian berdua sana."

"Baik, Pak."

Handoko mengintip dari balik tembok, melihat banyak polisi yang berpencar mencarinya sambil menodongkan pistol.

Tangannya terkepal kuat, matanya terpejam. Dia harus bisa keluar dari sini, bagi mereka nyawanya halal untuk dilenyapkan, sekalinya dia terlihat pasti banyak peluru yang akan memasuki tubuhnya dengan paksa.

"Lapor Komandan. Kami menemukan jejak Handoko atas laporan seorang warga," kata seorang polisi berbicara melalui alat komunikasi.

"Oke-oke. Kerahkan tenaga semaksimal mungkin untuk menangkap kembali buronan itu."

"Siap! Komandan."

Polisi tersebut mengantongi alat komunikasi itu lalu bergegas menyusul anak buahnya mencari Handoko.

Langkahnya terhenti kala melihat bangunan tua tak berpenghuni di sisi kirinya. Hanya tersisa dua tembok saja yang berdiri tegak dengan leter 'L', sedangkan yang lain sudah mulai runtuh dimakan usia.

Perlahan polisi tersebut melangkah menghampirinya. Polisi lain sepertinya belum ada yang memeriksa bagian sana, jadi tidak salah juga jika dia yang memeriksa untuk memastikan.

"Angkat tangan!" Polisi menodongkan pistol menghadap ke balik tembok.

Otot yang tadinya tegang kini kembali mengendur saat tak menemukan siapa pun di balik tembok. Pria itu menghela napas, beranjak berbalik dan pergi mencari buronan tersebut di tempat lain.

Namun sebelum sempat berbalik seseorang sudah lebih dulu menahannya. Tangan kekar Handoko mencekiknya dari belakang. Mengalungkan lengan lalu menekannya kuat-kuat sampai dia kesulitan bernapas.

Sialnya lagi pistol yang seharusnya bisa dia gunakan untuk melawan malah dia jatuhkan ke tanah. Pikirannya sudah bleng, yang terpenting sekarang bagaimana caranya bisa bernapas.

"Argh..." Polisi itu mengerang saat Handoko lebih menekan lengan yang menghimpit lehernya.

Krek!

Terdengar suara tulang yang berbunyi, setelahnya polisi langsung merosot tak sadarkan diri.

"Kau tidak akan mampu melawan seorang Handoko, bajingan!"

Handoko mengambil pistol dari atas tanah lalu melenggang pergi meninggalkan polisi yang entah masih ada nyawanya atau tidak.

Pria paruh baya itu mengambil jalan lain di mana tak ada polisi yang mencarinya ke arah tersebut. Handoko mungkin bisa melumpuhkan semua polisi, tapi menurutnya itu semua adalah hal yang sia-sia.

Penjahat itu melarikan diri dari penjara bukan untuk hal tak berguna, tapi untuk hal lain. Jadi untuk apa dia mengeluarkan tenaga buat sesuatu yang tak penting?

"Berhenti di sana!"

Dor!

Polisi melepaskan peluru ke udara saat melihat Handoko yang mengendap ingin melarikan diri.

My ChikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang