43. Keputusasaan

532 84 12
                                    

"Ketika berjuang sendirian itu menyakitkan, menyerah mungkin jalannya."

🍂

Satriya mengelilingi setiap sudut sekolah hanya untuk mencari keberadaan Raya. Sejak pagi dia belum juga bertemu dengan gadisnya itu. Entah mengapa Satriya merasa Raya menjauhinya. Tak suka membiarkan masalah berlarut-larut, segera mungkin ia harus menyelesaikannya sebelum semakin buruk.

Di ujung keputusasaannya, Satriya akhirnya menemukan Raya ketika mereka berdua berpapasan di loker. Laki-laki itu berjalan mundur di hadapan Raya sambil menelisik mata gadis itu. "Marah ya?"

Tanpa mau menatap mata Satriya, Raya menunduk menatap ubin yang ia pijaki. "Enggak," jawabnya tak acuh.

Jawaban itu membuat Satriya mendengus. "Kok berangkatnya nggak mau nungguin gue?"

"Gue buru-buru, Sat ... mau ngerjain tugas,"

"Yakin, ngerjain tugas?"

Pertanyaan Satriya membuat Raya menghentikan langkahnya. "Iya, Sat," jawabnya dengan malas sedikit menaikkan nadanya agar Satriya berhenti menginterogasinya.

"Kalau nggak marah, senyum dulu coba?"

Raya menarik sudut bibirnya sebentar. Terlihat sekali kalau tidak ada ketulusan dari senyumnya. "Tuh kan nggak ikhlas."

"Iih, Sat! Mau lo apa sih?" Satriya terkejut karena Raya membentaknya. Gadis itu lantas menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Tak hanya itu, Satriya juga mendengar isakan di baliknya dan spontan kepalanya menengok kanan kiri memastikan tidak ada yang melihat mereka berdua. Langsung saja Satriya memeluk Raya membiarkan gadis itu menangis dalam dekapannya.

Beberapa detik kemudian Satriya paham apa yang menyebabkan Raya menangis. Tangannya Terulur mengusap surai gadisnya yang semakin panjang.

"Maafin gue, bukan maksud gue ninggalin lo kemarin. Gue cuma merasa bersalah sama Aurel karena pernah berkata kasar sama dia. Dan yang harus lo tahu, Aurel hanya masa lalu gue, perasaan gue sama dia sudah hilang. Lo tahu apa yang buat perasaan gue ke Aurel hilang?"

Raya spontan mengongak menatap manik mata Satriya dengan mata yang bercucuran air mata menunggu Satriya menjawab pertanyaannya sendiri.

"Karena elo, Ra. Naraya El Zephyra— Gadis aneh yang mencuri perhatian gue, yang selalu membuat gue senyum-senyum nggak jelas, yang bikin gue nggak bisa tidur setiap malam. Intinya lo bikin gue males berpaling, dan gue yakin kalau lo cinta terakhir gue."

Raya mendorong pelan dada Satriya dan kembali menutup wajahnya. "Jangan ngomong terus, gue jadi nggak berhenti nangis."

Satriya terkekeh melihat sikap aneh gadisnya. Ada ya orang macam Raya, Yang tambah menangis hanya karena mendengar orang bicara? Realistis saja, seorang anak kecil yang jatuh tidak akan menangis kalau orang di sekitarnya diam. Sebaliknya, kalau orang di sekitarnya menyoraki atau mencoba menenangkanpun tanpa sengaja bisa membuatnya menangis.

Mereka tak menyadari keberadaan Galang di kejauhan yang menatap kedua insan itu dengan keputusasaan. Ada rasa yang mengganjal melihat kedekatan mereka hingga akhirnya dia memutuskan kembali.

🍂

Satriya mengantarkan Raya sampai di depan kelasnya dengan mata sembab mengundang perhatian seisi kelasnya. Semua terdiam menatap Raya yang langsung duduk di kurisnya tanpa memedulikan tatapan mereka

SAGARA (End)Where stories live. Discover now