15. Blackout

710 106 0
                                    

"Gaya hidup itu prinsip, tidak bisa tuntut sesuai perkembangan zaman."

Naraya_El_Zephyra.



"Mampus! Si Epen gak bakal bisa ngajak balikan Tere." Viola yang awalnya diam langsung mengeluarkan suara berisiknya melihat Tereshia yang baru datang ke kelas dengan penampilan baru.

Suara Viola membuat Raya reflek melihat bangku Steven yang masih kosong. Lantas melihat kearah Tereshia.

"Tere, rambutlo kemana? perasaan kemarin masih panjang deh,"

Tereshia yang baru datang dengan wajah tertekuk semakin tertekuk mendengar pertanyaan dari Raya. Dia tidak menjawabnya degan kata-kata melainkan dengan dengusan malas sambil melirik bangku Steven dengan tatapan benci. "Gue putus."

"Gue gak nanya statuslo Re, gue nanya rambutlo."

Tereshia dibuat geram oleh gadis randoom itu. "Susah ngomong sama lo Ra. Vi, jelasin!" pintanya pada Viola.

Raya benar-benar menyebalkan. Hampir sama dengan Viola. Kalau Viola menyebalkan masalah pelajaran, Raya menyebalkan saat membahas soal relationship. Sudahlah,  tidak perlu dibahas lagi. Biarkan mereka menyebalkan sesuai porsinya.

Viola meringis garing merasa tidak enak pada Tereshia atas pertanyaan Raya yang menyebalkan. "Gini lo Non Raya, kalau cewek putus sama cowoknya langsung potong rabut, berarti kesalahan cowoknya itu sudah fatal. Kalau sudah begitu, jangan harap minta balikan."

"Tungu, tunggu! gue masih belum konek nih, putus sama potong rambut hubungannya apaan?"

"Buang sial, Raya. Udah ah, ih bingung gue jelasin sama lo."

Raya menggaruk-garuk kepalanya. "Masih gak ngerti gue."

Menjadi seorang jomblowati ternyata membuatnya kehilangan rasa empati kalau berurusan dengan namanya relationship. "Makannya pacaran biar tahu rasanya patah hati, "celetuk Viola.

Raya mencebik kesal sambil memanyunkan bibirnya bercenti-centi. "Gitu mulu lo Vi, sama aja kayak Tere,  bosen gue dengernya."

"Terus gimana lagi Ra, caranya biar lo paham setiap diajak ngomongin tentang relationship temen-temen lo?" Viola sampai kehabisan cara mengolah kosakatanya untuk menjelaskan. Bisa-bisa gadis cantik itu stroke muda kalau Raya tetap saja ngotot minta penjelaaan.

"Iya deh iya."

Mendengarnya membuat Viola mendadak antusias.  "Lo mau pacaran?"

Raya mengekspresikan wajah bingung.  Sepertinya Viola salah persepsi. "Enggak, siapa yang bilang?"

"Tadi katanya 'iya'?"

Ternyata benar,  Viola salah menafsirkan ucapan Raya. 

"Maksudnya, 'iya' gak nanya lagi."

Viola mendegus sebal. "Yaelah, kirain sahabat gue dapat hidayah."

Viola sepertinya kehabisan obat. Kenapa bisa berbicara begitu. Raya yang mendengarnya saja sampai mengelus dada. "Astagfirullahaladzim, pacaran itu dosa, Viola... bukan hidayah, gue kira lo satunya temen gue yang waras," keluhnya.

Viola hanya nyengir malu. "Zaman sekarang kan pacaran sudah menjadi hal wajar, Ra... malah kalau gak pacaran itu yang aneh. Kayak lo," ujarnya.

Raya menatap Viola dengan tatapan horornya. "Kalau kewajaran gaya hidup seseorang itu tergantung sama zaman, tahun-tahun yang akan datang, punya anak tanpa nikah juga dihalalkan kali, Vi... Lo mau kayak gitu?"

SAGARA (End)Where stories live. Discover now