41. Di bawah Hujan

580 89 4
                                    

"Aku menari ditengah hujan agar tak seorangpun tahu aku tengah menangis dalam diam."

🍂

Raya duduk di halte sekolah menundukkan kepala sembari memainkan jari-jemarinya yang basah oleh keringat. Untuk saat ini dia ingin menjaga jarak dengan Satriya. Memberi jeda otaknya untuk berpikir. Mengembalikan Satriya pada Aurel atau memertahankannya.

Dari pagi mereka belum bertemu. Ketika berangkat sekolah, Raya beralasan diantar Juan dan pulangpun dijemput Juan juga. Bahkan ketika istirahat dia beralasan sibuk mengerjakan tugas.

Tak dipungkiri Raya mulai nyaman dengan Satriya meskipun setengah hatinya masih tertinggal pada Galang. Bagaimana mungkin dia bisa memiliki rasa yang sama pada orang berbeda. Yang jelas Raya belum bisa menerka perasaannya.

Untuk perasaannya pada Galang dia menyerah. Laki-laki itu terlalu sempurna untuknya, dan jangan lupakan ancaman Jessica yang tak main-main meskipun mereka sudah putus. Sedangkan dengan Satriya, entah mengapa terasa berat melepaskan. Apa hanya karena kebersamaannya selama ini atau memang hatinya sudah terpaut pada laki-laki itu?

Satriya adalah satu-satunya orang yang memberikan semangat padanya untuk berani mewujudkan mimpi di saat yang lain mengabaikannya. Bahkan keluarganya sendiri menjatuhkan harapannya. Iya, Satriya adalah pangeran yang membangunkannya dari tidur panjang.

"Kenapa harus bohong?"

Raya perlahan mendongak mencari sumber suara. Pandangannya yang terhalang air mata menangkap sesosok laki-laki yang baru saja dia pikirkan muncul di hadapannya duduk di atas motor sambil melepas helmnya.

Terkejut bukan main Raya segera mengusap wajahnya untuk menghilangkan jejak air mata itu. Sayangnya Satriya laki-laki yang cukup paham dengan perempuan. Meskipun ia masih merasa kesal karena Raya membohonginya, tetap saja bergegas menghampiri gadis itu lantas berjongkok di hadapannya.

"Kalau punya masalah itu cerita, bukan menghindar." Satriya mengambil alih tangan Raya untuk menghapus air matanya.

Bagaima mungkin Raya cerita, kalau masalahnya adalah laki-laki itu sendiri. Mendengar Satriya berucap semanis itu Raya semakin tak kuat membendung air matanya hingga mengalir begitu saja. Percaya atau tidak, setiap ucapan laki-laki memang selalu mengandung magic yang bisa memengaruhi isi hati perempuan.

Sembari tetawa hambar, Raya masih bisa berbicara Satriya. "Gue cengeng banget ya?"

Satriya tersenyum tipis menggenggam tangannya. "Nangis aja, jangan dipendam. Kalau sudah siap cerita, gue selalu jadi pendengar yang baik buat lo."

Itulah yang membuat Raya berat melepas laki-laki sebaik Satriya, yang bahkan lebih tahu kebutuhan hatinya dari pada dirinya sendiri. Raya menatap mata laki-laki itu dengan serius. "Sat... lo beneran sayang sama gue?" Pertama kalinya Raya menanyakan hal itu dan membuat Satriya menarik senyum lebih lebar.

"Lo juga mulai sayang sama gue kan Ra?" Raya terkejut mendengarnya. "Gue tahu lo sebenarnya nerima gue dengan setengah hati, tapi... itu tugas gue bikin lo juga sayang sama gue."

Tak menyangka, Satriya bisa sesabar itu menghadapi Raya yang seolah memainkan perasaannya.

"Sat.... "

"Gue gak tau apa yang bikin gue suka sama lo. Mungkin benar kalau cinta itu gak butuh alasan. Lo mungkin merasa kalau lo gak sehebat orang lain, tapi... feeling gue bilang kalau lo terbaik buat gue dan gue yakin lo cinta terakhir gue." Ketika bicara tentang "feeling" yang sering dipakai perempuan, Raya merasa payah untuk hal itu menimang dia hanya perempuan yang mengandalkan logikanya untuk melangkah.

SAGARA (End)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora