Day 19 : Almost

1.9K 388 128
                                    

Pagi hari yang dingin di hari ke – 19, diawali dengan sarapan anak – anak.

Bedanya, tak ada keluhan Hoshi perihal telur mata sapi dan kecap yang kini jadi menu sarapan. Kecuali dentingan sendok dan piring yang beradu, semua orang diam dengan tenang.

Wendy yang pertama beres makan, telaten mengisi gelas setiap orang untuk minum. Tumben – tumbennya, mereka semua sarapan bersamaan—minus Hoshi dan Yerin. Biasanya meski satu tempat, tiap orang akan sarapan masing – masing di waktu berbeda meski berdekatan.

"Kampus ke sininya jam berapa?" tanya Reno pada Juan yang masih mengunyah telur.

"Sekitar jam 9 pagi katanya udah sampe."

Rendy menengok, "Hoshi-nya gimana?"

"Gue udah ngabarin Yerin buat bawa Hoshi pulang sekitar jam 8," balas Dirga.

Arin menghela nafas, "Kak Hoshi beneran bakal dibawa pulang?" tatapnya pada semua kakak – kakaknya.

"Dibanding kasus ini dibawa ke Polisi terus kita semua gak bisa lanjutin program, pihak kampus lebih milih bawa Hoshi pulang," jelas Dania beres makan.

Dirga yang duduk di samping Juan, bergumam seorang diri, "Tanpa perlu usaha lain, satu dari bertigabelas pulang dengan sendirinya."

Sudut bibir Juan terangkat sebelah, balas bergumam pada Dirga, "Sayang aja, salah sasaran."

.....


Di Puskesmas, Hoshi tengah diperiksa Dokter jaga. Infuse yang terpasang pada lengannya mulai dilepas. Ada Yerin yang setia menemani Hoshi sejak kemarin sore sampai pagi itu. Gadis itu tak tega untuk membiarkan Hoshi seorang diri di tempat asing dalam keadaan sakit, meski yah dirinya juga masih lah orang asing yang baru dikenal lelaki itu selama 19 hari.

Selepas Dokter ke luar, Yerin duduk di sisi ranjang rawat Hoshi.

"Nanti kalau ada pihak kampus, lo coba ngomong ya, jangan pasrah aja. Gue bakal bantuin kok."

"Ngomong apa? Kaya mereka bakal percaya aja," balas Hoshi skeptic, sudah pasrah duluan.

Yerin menatap lelaki yang sudah dikenalnya selama 19 hari itu serius. "Bertigabelas percaya lo gak ngelakuin itu. Gak mungkin."

Hoshi bangun dari tidurnya lalu menatap Yerin jengah, "Terus apa? Kepercayaan kalian gak serta merta bikin gue terbukti gak bersalah."

Mahasiswa broadcasting itu menengok ke luar jendela, menatap pohon mangga yang daunnya terayun angin pagi. "Gue datang ke sini, dengan niat dapat benefit setinggi langit. Tapi sekarang gue malah bakal ditendang sejauh angkasa."

Si mata sipit lalu menghela nafas dan bergumam pelan, "Siap – siap aja balik kampus gue disidang."

Tatapan prihatin Yerin tertangkap oleh sudut mata Hoshi, yang lalu tersenyum dan mengusak puncuk kepala gadis itu.

"Udah, gapapa. Lo gak perlu ngerasa bersalah."

.....

"Lo yakin rencana ini berhasil?" tanya Joy dalam perjalanan anak – anak perempuan menuju sebuah rumah di salah satu sisi Dusun.

Dania tampak tak yakin, tapi akhirnya mengangguk juga, "Berhasil gak berhasil, cobain aja dulu lah. Kita modak nekat."

Arin mengangguk setuju, "Modal nekat!" tangan Arin mengepal kuat ke depan.

"Semoga aja, niat baik kita terlaksana," sahut Wendy ikut berjalan. Melipat tangan di dada karena angin pagi yang menerpa tubuhnya membuat Wendy lebih merapatkan almamater yang ia kenakan.

BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now