Day 14 : Tsundere

2.2K 387 150
                                    


Hari minggu ke dua mereka di dusun terpencil dalam program pengabdian dua Universitas.

Bertigabelas sudah siap di depan Adipati. Beberapa pakai baju olahraga, beberapa lagi seperti Rendy, Kalla dan Joy masih dengan piama mereka.

"Lino sama Kalla udah siap?" Wendy melongokan kepalanya mencari dua orang yang dapat giliran memimpin poco – poco kali ini. Lino dan Kalla mengangkat tangannya terpaksa.

"Napa sih bisa gue yang keluar namanya," sebal Kalla.

Joy saling melirik dengan Yerin memberi kode dan mengulum senyum berdua.

"Yaudah, ayo langsung rapihin barisannya. Semuanya nyebar, nyatu sama warga. Lino sama Kalla di depan." Arahan Wendy diikuti oleh yang lain.

Mereka semua beriringan ke lapangan depan yang hanya berjarak 5 meter di depan Adipati.

Sementara Lino dan Kalla mulai memutar musik, yang lain menyebar ke berbagai sudut.

Arin kebagian di paling belakang bagian tengah. Sayup – sayup dapat mendengar kehebohan Kalla di depan sana. Yang tadinya males – malesan, pas udah nyampe depan Kalla semangat juga.

"Yok Ibu, kiri – kiri, kanan – kanan, sekali lagi, kiri – kiri, kanan- kanan," pimpin Kalla menggerakan kaki. Lino mengikuti secara pasrah tertatih – tatih.

"SEMANGAT BU IBUUUU~" teriak Hoshi memimpin di barisan paling depan.

"HOBAAAH! HOOBAH! " Heboh Rendy berdua dengan Hoshi. Dania tertawa paling lepas di depan bersama mereka, Joy dan Yerin sudah terududuk tertaa ketika Kalla menggerakkan pinggulnya begitu lihai.

Arin tersenyum melihat keramaian itu. Tapi perutnya mulai terasa tidak enak, dia lama – lama merasa lemas juga. Belum sempat sarapan tadi, dan dia punya magg. Duh, bisa gawat kalau dia pingsan di sini.

Pergerakan Arin mulai melemah dan terasa pusing kepalanya, dia ingin berhenti dulu, tapi tak enak dengan yang di depan sana.

"Gimana nih?" gumam Arin dalam hati. Dia mulai limbung, ketika tubuh jangkung Rama maju ke depan tubuhnya, menghalangi pandangan orang – orang di depan sana padanya.

"Lo duduk aja."

"Gak enak kalau keli—"

"—udah, jongkok aja dulu. Gue halangin. Gak bakal keliatan."

Rama membuka jaket trainingnya, menyisakkan kaus putih yang secara jelas memperlihatkan otot lengannya. Ia memberikan jaket abu – abunya pada Arin.

"Pake buat lo duduk."

"Nanti kotor."

"Gapapa, pake aja. Mau dicuci lagian."

Daripada berakhir jatuh pingsan, Arin menurut untuk duduk di tanah dengan menjadikan jaket Rama sebagai alasnya.

Rama kembali menghadap ke depan sana, mulai kembali mengikuti gerakan. Arin lumayan takjub ketika melihat gerakan Rama yang lincah dan 'bersih', tidak terlihat kagok apalagi kaku. Tidak seperti dugaannya.

Meski wajahnya datar, tapi Rama terlihat sekali bekerja keras mengikuti Kalla yang sudah mengangkat satu kaki ke atas kepalanya itu.

Diam – diam, Arin tersenyum melihat Rama yang serius seperti itu.


. . . . .


"Hari ini gue sama Rama bakal ngawasin pembangunan tanggul. Karena kalian juga gak bakal ngapa – ngapain di sana, mending kalian bantuin Tim Perdagangan aja ngedata pasokan barang dari warga buat koperasi," ujar Dirga pada Yerin dan Arin di tengah ruangan, mereka sudah siap semua dengan almamater.

BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now