Day 37 : Im Your ...

1.9K 381 55
                                    

Juan Adipraja Mahendra, lahir sebagai sulung dari keluarga Mahendra. Dia merupakan putera kesayangan keluarga besar yang sangat dinanti – nanti kelahirannya.

Dia lahir atas hasil perjodohan kedua orang tuanya. Mama dan Papanya terpaksa menikah atas desakan orang tua mereka, sampai kemudian dirinya lahir dan tiga tahun berselang lahir malaikat kecil lain, yaitu Arindya Puteri Mahendra.

Juan lahir atas desakan kedua belah pihak keluarga yang menuntut Tn.Mahendra untuk segera memiliki penerus. Namun kelahiran Arin, dianggap sebagai sebuah kesalahan oleh sang Tuan karena keadaan dirinya yang tengah payah mengontrol diri.

Meski baru berusia tiga tahun, Juan tahu benar di malam itu, kedua orang tuanya bertengkar besar. Banyak perabotan yang terlempar ke sana ke mari, tangisan serta teriakan memenuhi seisi rumah Keluarga Mahendra.

Ia masih ingat teriakan jelas sang Mama yang menangis meraung – raung menyumpah serapahi Ayahnya.

"ARIN JUGA ANAK KAMU! DIA DARAH DAGING KAMU! KAMU LEBIH MENTINGIN PEREMPUAN ITU DIBANDING PUTERI KAMU SENDIRI?!"

"AKU GAK PERNAH MAU PUNYA ANAK LAGI SAMA KAMU SELAIN JUAN! ARIN LAHIR KARENA KESALAHAN! AKU MABUK DAN KAMU YANG GAK BECUS NAHAN AKU!"

"SEKALIPUN GITU, DIA TETEP ANAK KAMU MAS!"

Juan kecil menelungkupkan kaki di atas tempat tidurnya, memeluk teddy bear hadiah kelahiran adiknya dari hasil uang tabungannya membantu Mama. Adiknya sangat menyukai boneka itu, dia selalu tertawa ketika Juan mengajaknya main bersama boneka tersebut.

"Kita sudah menikah, dan kamu masih ketemu sama dia! Kamu gak ngehargain aku sebagai istrimu?" tanya Mamanya parau.

"Saat Arin sakit, kamu lebih milih nemuin dia! Bahkan saat Arin lahir, kamu gak peduli dan malah lebih mentingin dia!"

"Frency waktu itu sakit, dia gak punya siapa – siapa di Kota ini," jelas Tn.Mahendra.

"Tapi Arin anak kamu, Mas. Dia darah daging kamu," ujar Mama Juan parau.

"Aku gak bisa terus hidup kaya gini. Kalo kamu masih terus ketemu dia, lebih baik aku pergi dari sini," putus sang Mama lalu masuk ke dalam kamar.

Cuku lama terasa hening di rumah, yang tersisa adalah erangan frustasi sang Papa serta Juan yang masih meringkuk di atas tempat tidur. Tak lama, terdengar bentakan sang Papa lagi.

"Terserah kamu mau apa!"

Brukk

Terdengar pintu depan dibanting.

Semakin malam, Juan sama sekali tak bisa tidur. Sampai Mamanya datang membuka pintu.

"Juan?" panggil sang Mama lembut mengusap surai puteranya.

Juan yang sebenarnya belum tidur langsung membuka matanya, dia bangun dari pembaringan, menatap wajah sang Mama yang tampak kacau. Juan melirik pada gendongan Mamanya, di mana adiknya yang masih merah tertidur pulas dalam pelukan.

"Mama harus pergi dulu sama adik Arin, kamu baik – baik ya di sini sama Papa?"

"Mama mau pergi ke mana?"

Mamanya tampak berusaha tersenyum. "Mama harus pergi dulu sama adik, ada yang harus Mama urus."

"Juan gak diajak?" tatap Juan polos, ingin ikut. Mama Juan terlihat berusaha menutup mulutnya sendiri menahan tangis.

"Kamu harus temenin Papa di sini. Kalau enggak, Papa gak akan biarin Mama dan adik pergi dengan tenang."

"Kenapa gitu? Kita bisa pergi sama Papa sekalian."

BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang