Day 33 : Farewell Letter

1.8K 385 48
                                    


Apa yang dikatakan Juan kemarin, membuatnya tak bisa tenang. Ia tak paham mengenai situasi yang tengah terjadi, apalagi Juan tak menjelaskan lebih lanjut. Hanya saja, mendengar apa yang dikatakan Juan, membuat Dirga setidaknya tahu, kalau Juan tak bermaksud buruk pada Arin.

Sehabis menyatakan jika Arin adalah adiknya, Dirga tentu saja tak serta merta percaya pada Juan.

Tapi ...


"Jangan becanda."

"Gue gak becanda, Dir."

Dirga masih menatap Juan memastikan, sampai Juan menoleh padanya, "gue belum bisa cerita apa yang terjadi, tapi ... "

Juan lalu kembali menatap Arin di depan.

"Alasan gue datang ke sini, karena adik gue ada di sini."


Kepala Dirga masih pening memikirkannya. Sebenarnya apa yang terjadi?

"Kak Dirga gak mau jajan?"

Wajah Arin muncul di bawah dagunya, gadis itu membawa satu tusuk telur gulung di tangannya masih sambil mengunyah.

Dirga menghela nafas melihat wajah riang Arin yang polos, menyadari bahwa gadis itu tidak tahu apa yang terjadi.

Tangan Dirga maju mengusap sudut bibir Arin yang belepotan karena saus, membuat Arin terkesiap.

"Eh—"

"Ada saus. Belepotan banget sih lo makannya, kaya bocah."

Rasa terkejut Arin tiba – tiba berganti dengan perasaan kesal, karena dikatai bocah begitu. Mana Dirga ketus banget lagi, bikin Arin yang tadi mau berbaik hati ngasih telur gulungnya jadi urung.

"Emang bocah doang yang belepotan?" tanya Arin tak suka disebut bocah.

Dirga baru mau bicara, ketika gadis itu langsung melengos pergi menghampiri Rama yang melambaikan tangan memanggilnya. Membuat Dirga tertahan di tempat.

"Kayaknya lo harus perbaikin cara ngomong lo ke dia."

Lino muncul di sisi Dirga, ikut memandang kepergian Arin yang kini sudah seru jajan aromanis bersama Rama dan Hoshi di sana.

Mereka bertigabelas tengah jalan – jalan ke Pusat Kota, ini dalam rangka pembukaan koperasi yang sukses dan mereka memutuskan untuk memberi self reward untuk diri sendiri. Menyewa salah satu mobil perangkat Desa untuk mereka gunakan ke Kota. Untung, Juan, Kalla, Reno dan Dirga punya SIM Mobil.

Dirga tak menyahuti ucapan Lino. Tapi Lino yang menangkap raut rumit di wajah Dirga berujar, "jangan kebanyakan denial. Kalo lo udah telat, gak akan ada lagi kesempatan buat maju. Yang ada tinggal penyesalan."

Lino pun beranjak pergi dari sana, membiarkan Dirga menyelami pikirannya sendiri.

"Kalo mau pada nelfon keluarga, mending sekarang aja. Mumpung sinyal bagus dan masih siang. Kalo di Adipati kan harus agak maleman dan naik ke bukit atau diem bawah pohon," tutur Juan yang diangguki bertigabelas lain.

Beberapa langsung menelfon keluarga mereka karena tumben bisa menelfon di siang hari dengan sinyal yang tak lagi ngadat. Tak perlu susah payah seperti Arin yang hanya bisa menelfon saat malam di bawah pohon yang gelap.

Kalo kata Rendy, gue ogah ah nelfon kaya Arin gitu, takut ada kunti nyangkut di atas pohon.

Ada di Pusat Kota, membuat mereka merasa seperti bebas dari penjara dan akhirnya bisa melihat setidaknya setengah dari apa yang mereka biasa lihat di Kota Besar tempat mereka menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.

BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now