13-RASKAN-

3 1 0
                                    

MANIK mata Dishel terlihat kosong. Kepalanya ia tidurkan di lipatan tangan di atas bangku. Ini sudah jam pulang dan kelasnya sudah sepi. Hanya tersisa dia seorang diri. Dia malas untuk pulang karena baginya baik di sekolah ataupun apartmentnya, kesendirian selalu menghinggapi.

Dishel sedang dalam pergulatan batin. Perasaannya semakin besar pada Raskan. Perasaan yang sulit ia kendalikan.

Dan perasaan ini juga yang membawa Dishel pada jurang kesakitan. Sakit di mana harus menghadapi Raskan yang dingin padanya. Sakit di mana tidak dianggap kehadirannya.

Dishel mendongakkan kepala saat mendengar suara tawa yang ramai di koridor kelasnya. Ternyata Raskan dan teman-temannya sedang lewat sana. Pasti mereka akan ke RM.

"Belum pulang, Mba?" tanya Piandro yang melihat lewat jendela. Namun ketujuhnya masih tetap berjalan.

"Udah tau jawabannya masih aja ditanyain. Heran gue sama sifat manusia," sambar Jovi.

"Samperin atuh Kan Dishelnya," celetuk Gama.

Raskan melirik Dishel dari luar. "Buat apa?"

"Yee masih nanya! Tanyain dia kenapa. Tanyain butuh apa. Apa dia butuh bantuan tapi gak berani bilang. Kan lo bisa bantu," jawab Gama. Benar-benar boyfriendable.

"Bener tuh. Ajak pulang bareng kek," sahut Yohan.

"Ogah," balas Raskan malas mengundang tawa teman-temannya.

Dengan cepat, Dishel mengambil tasnya dan keluar kelas. Dia kembali sumringah lagi khasnya. Tak tahu dari apa hatinya terbuat. Dia tetap tak menyerah setelah menerima kata-kata kasar dari Raskan tadi sewaktu keluar dari ruang kepala sekolah.

"Raskan," sapa Dishel langsung memeluk lengan kiri Raskan.

"Cieeeee ...,"seloroh yang lain.

"Bisa gak usah peluk-peluk gak?" Raskan melepaskan tangan Dishel karena risih.

"Lo nih gimana sih, Kan. Dideketin cewek malah nolak. Kalau gue mah udah jingkrak-jingkrak kali," ujar Piandro.

"Homo kali tuh anak," ceplos Jovi.

"HEH!" sahut mereka semua kompak.

"Woy anjir suaranya santuy ngapa!" kesal Jovi.

"Bodo, biar lo budeg," balas Danang.

Dishel tanpa sadar menyunggingkan senyum melihat pertemanan mereka. Asik dan penuh canda tawa. Selalu menghibur kala ada temannya yang sedih. Persahabatan anak laki-laki solidaritasnya lebih besar dibanding persahabatan anak perempuan.

Raskan menyadari sesuatu. Dia lupa mengambil bukunya di laci kelas. Dia harus mengambil buku itu karena penting baginya untuk bahan belajar di rumah.

"Gue balik ke kelas dulu ambil buku. Kalian duluan aja ke RM," kata Raskan lalu berlalu begitu saja. Dishel mencebik karena ditinggal untuk kesekian kalinya oleh Raskan.

"Raskan, tunggu dong isss," ujar Dishel mengikuti Raskan dari belakang.

Sesampainya di kelas, Raskan langsung menuju bangkunya sedangkan Dishel duduk di meja yang berseberangan dengan bangku Raskan. Kelas mereka sudah sepi. Hanya ada mereka berdua saja.

"Nyari apaan sih?" tanya Dishel.

"Kepo," balas Raskan sambil menunduk mencari barang yang ia cari di loker.

Dishel yang mendengar jawaban Raskan, sedikit lega. Pasalnya Raskan tidak emosi lagi seperti tadi. Dia kembali ke sifatnya walau tentu saja masih cuek kepada Dishel.

RASKANМесто, где живут истории. Откройте их для себя