05- Tangerine

422 340 256
                                    

Ini murni imajinasi ku, jadi kalau gak nyantol di otak ya maaf. Hehe:)

****

Pukul sepuluh teng! Kelas seni dimulai. Narend pikir ruangan yang digunakan untuk pelajaran ini bertempat di kelas, seperti pelajaran lainya. Namun, ternyata tidak. Ada ruang seni sendiri. Menarik, bahkan Narend baru tahu.

Begitu ia berdiri di ambang pintu, semua murid sudah duduk rapi disana. Kelas ini cukup banyak lukisan-lukisan yang sengaja di tempel di dinding. Ada Lukas juga yang sudah melambaikan tangan pertanda untuk Narend segera masuk.

"Sini!"

Saat kakinya hendak memasuki ruangan, tiba tiba ada yang menahan pundaknya. Ketika Narend menoleh ia menemukan Pak Talmi sedang senyum mentereng.

"Narendra ya kan? Anaknya Pak Suhib?" gelagatnya seakan mereka sudah kenal lama.

"Iya, om."

"Kalau disini saya guru kamu. Jangan panggil om, meskipun saya ini sudah punya anak satu tapi jiwa saya masih muda." mereka betulan saling kenal, Pak Talmi ini sepupu Papa dari jauh. Berkat Pak Talmi juga Narend bisa masuk kelas unggulan, hanya untuk berjumpa dengannya.

Tapi Narend belum tau tujuan jelas Pak Talmi apa untuk menyuruhnya pindah. Padahal kan 6 bulan lagi sudah kelulusan.

Pak Talmi menatap cukup lama pada sorot mata Narend yang juga balik menatap. Secara tidak langsung mereka sedang tatapan, di ambang pintu kelas.

"Ah iya, Pak." kontak mata mereka langsung terputus ketika Narend mengalihkan pandangannya ke manapun. Tiba-tiba kepalanya sakit bukan main. Pak Talmi memiliki siluet putih yang cukup kuat. Namun, ini putihnya beda dengan milik orang-orang yang sering ia jumpai.

Kelas mendadak hening ketika melihat Narend berinteraksi dengan Pak Talmi. Kemudian mereka kembali duduk manis dibalik kanvas masing-masing, begitu juga Narend.

"Hellooo... Guysss." pak Talmi membuka kelas dengan seutas senyum yang tulus.

"Hellooo, komandan!!!" jawab seisi kelas kompak, Narend hanya melongo.

"Kalian udah tahu belum di kelas ini ada murid baru, ya bukan baru sih orang dari kelasnya Bu Jamilah doang."

"HAHA!!" tanpa alasan mereka menjawab dengan tertawa. Narend semakin melongo, padahal tidak ada yang lucu.

"Anaknya cakep banget loh. Udah tau nomor telepon nya belum?!!"

"Belum, Pak. Pelit banget diminta nomor ponsel. Belum aja saya minta nomor sandi hati nya, pasti udah gak dikasih!!"

"Kamu berarti strategi nya kurang bagus, Rossi." jawab pak Talmi, lalu menoleh pada Narend. "Kamu juga Rend, jangan gitu."

Narend langsung menoleh kepada Rossi yang sudah senyum-senyum melihatnya. Ia saja sudah pusing digangguin Mishel, apalagi Rossi. Ia segera menggeleng di tepis pikiran itu jauh-jauh.

"Sudah,sudah. Sudah cukup bergurau nya. Sekarang bapak buka pelajarannya."

"Kamu Rossi kembali duduk menghadap depan. Dan kamu mbak Dista yang lagi makai liptin udah sekarang waktunya warnain kanvas bukan bibir. Oke?"

Bener kata Jio, pak Talmi ini kayak Spongebob orangnya ceria. Meskipun warna yang ia punya bukan sekuning Spongebob tapi sama-sama asik. Ganteng pula, duhhh pantes murid di sini betah.

Pak Talmi mulai membuka bukunya. Seperti biasanya sebelum pelajaran seni lukis dimulai ia akan mengulangi pelajaran minggu lalu.

"Menurut Ki Hajar Dewantara, seni yaitu segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah sehingga menggerak kan jiwa perasaan manusia." Pak Talmi berjalan mengelilingi kelas. "Dalam definisi di atas dinyatakan bahwa seni adalah sebuah kegiatan rohani, dan bukan semata-mata kegiatan jasmani."

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang