19- Feeling

110 41 104
                                    

**

Jani berjalan dengan langkah hati-hati menuruni anak tangga. Langit hari ini terlihat lebih petang dari biasanya. Ia tidak mau tiba-tiba terpeleset lalu jatuh tak berdaya di lantai karena lorong tangga yang memang gelap.

Di tangan kanannya ada satu tas kecil yang berisi jaket denim– yang entah berwarna apa. Sebenarnya ini jaket milik Kak Theo, katanya masih baru, atas permintaan Jani ia meminta untuk jaket itu di berikan kepadanya. Setelah itu ia akan berikan kepada Narend.

Ah, rumit sekali.

"Tumben dia dicari di mana-mana nggak ada. Biasanya aja kayak jin tiba-tiba muncul." Jani bergumam, memandangi lapangan sekolah yang sepi.

Dengan langkah berat, Jani mencoba mencari lagi. Siapa tahu laki-laki itu sedang berada di balik awan yang gelap di atas langit sana. Ah, ini bukan cerita fantasi.

"Eh. Eh. Lo disuruh ke ruangan Pak Talmi tuh." kata seorang murid perempuan dengan kaca mata tebalnya yang tiba-tiba menghadang jalannya.

"Aku?"

"Iya! Gih buruan ke sana. Rame banget. Ada orang yayasan datang." kata siswi itu sebelum akhirnya menepuk pundak Jani pelan.

Jani langsung berlari menuju ruangan Pak Talmi. Dan sesampainya di sana, benar saja apa yang dikatakan oleh perempuan dengan kaca mata tebalnya itu, ada orang yayasan datang.

Tapi ketika langkah kakinya mulai mengalun, ada tangan seseorang yang menahan pergerakannya.

"Nggak usah masuk, nanti tambah ribet."

Jani segera menoleh ke belakang menemukan Narend dengan gaya sok gantengnya itu. Benarkan apa yang Jani katakan, Narend itu seperti jin.

"Tapi katanya aku dipanggil?"

"Enggak. Nggak ada yang manggil kamu. Tapi ada yang nyari kamu."

"Siapa? Pak Talmi kan? Orang yayasan datang pasti mencari aku kan? Karena permasalahan dengan beasiswaku—"

"Aku."

"Ha? Kalau ngomong jangan irit."

"Aku!! Aku yang nyari kamu!"

Jani membulatkan matanya. "Hah?"

Tanpa pikir panjang, Narend meraih tangan Jani lalu pergi meninggalkan tempat. Berjalan menuju sebuah undakan tangga yang sepi.

"Hei, kamu nggak mau menculik ku kan?"

°°°

Narend dan Jani berjalan beriringan memasuki ruang perpustakaan. Laki-laki dengan seragam kebesarannya itu menatap ruang perpustakaan dengan hingar binar di kedua matanya ketika melihat ruangan dengan luas dua kali dari ruang kelasnya, terlihat begitu ramai.

Bukan, Narend mengajak Jani bukan untuk membaca buku lalu mendengarkan lagu romantis dari earphone. Bukan. Melainkan hanya untuk membuat Jani membelalak kaget ketika tiba-tiba Narend menyuruhnya untuk duduk.

"Ngapain?" tanya Jani bisik-bisik.

"Tunggu sebentar," kata Narend lalu pergi begitu saja. Membuat Jani lagi-lagi dibuat bertanya-tanya untuk apa laki-laki itu mengajakku?

"Hei, Aruna!"

Aruna yang tengah duduk di meja khusus untuk berdua itupun praktis menoleh, diikuti gadis yang berada di hadapannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang