15- Jani, Januari, Dewasa

266 157 371
                                    

Note: baca pelan-pelan ya chapter ini 😏

♧♧♧♧

Matahari perlahan mulai terbenam. Tidak terlalu gelap, hanya menyisahkan sedikit warna yang mulai berubah keunguan.

Hari ini, Jani tidak menghadiri kelas. Ia tidak masuk sekolah, niat awal memang ingin sekolah, belajar dan pulang. Tetapi dengan apa yang terjadi tadi pagi, membuatnya cukup risih dengan bajunya yang basah dan bau amis. Pasti teman-teman akan mengolok lagi, dari pada mendengar semua lelucon yang sama sekali tidak lucu, lebih baik Jani pergi. Berjalan tanpa tahu arah.

Kata Banda Neira, yang patah pasti berganti. Jani selalu percaya itu. Perasaan Jani yang patah, pasti akan kembali utuh. Walaupun bukan dia yang bisa memperbaiki itu, paling tidak Jani akan menemukan seseorang yang selalu ada di sana sampai perasaannya pulih.

Sambil berjalan menuju sebuah toko kue, Jani kembali mengingat hal-hal tentang Damar.

Setelah apa yang Damar lakukan dua tahun yang lalu, membuat benteng kepercayaan Jani roboh. Segala kepercayaannya runtuh. Damar yang dulu Jani kenal sudah mati sejak bertahun-tahun lamanya.

Sore itu angin berhembus menerbangkan lamunan Jani yang entah sudah sampai mana. Ia berdiri tepat di depan toko kue, hanya diam di balik etalase untuk melihat kue redvelvet yang di beri hiasan strawbery di atasnya.

Jani tidak pernah mempunyai harapan tinggi untuk sekedar merayakan ulang tahunnya. Memotong kue atau meniup lilin dengan angka 18. Merayakan apa? Merayakan bahwa waktu hidupnya berkurang?

Untuk sesaat Jani tertawa, ia melihat pantulan Narend dari balik kaca toko kue yang tengah menatap punggungnya dari ujung jalan. Laki-laki itu menenteng walkman kecil di tangan kirinya.

Hari ini Jani berjalan dengan langkah gontai menyusuri jalan, seakan melewati hari istimewanya dengan lunglai. Kemudian ia berdiri di depan toko kue. Cukup lama. Sampai Narend berpikir, gadis itu menangis di sana?

Narend melepas earphone sebelah kanannya. Memperhatikan gadis yang tengah berdiri di seberang. Itu Senjani. Seragamnya lusuh, masih ada sisa-sisa tepung yang pasti sulit sekali hilangnya.

Kemudian, Narend membiarkan kaki jenjangnya melangkah ke arah seberang. Tak lama kemudian, gadis itu berbalik ke arahnya.

Sebelumnya Jani tidak pernah berhalusinasi senyata ini. Tapi ketika ia melihat bayangan laki-laki itu mendekat, Jani berharap ia betulan berhalusinasi. Bagaimana bisa ia bertemu dengan Narend lagi setelah dua minggu bocah itu hilang?

"Kenapa lagi?"

Lamunan Jani buyar ketika Narend berdiri di sebelahnya. Dengan derup jantung yang tak karuan, Jani akhirnya berbalik badan. 

"Seragam kamu kenapa lagi?" tanya Narend tiba-tiba.

"Ha? Oh, ini. Tadi ke tumpahan makanan."

"Nggak hadir kelas lagi?"

"Ha? Oh, iya, lagi gak enak badan."

"Nggak enak badan tapi kelayapan?"

Jani berhasil dibuat geming. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Sebab setiap kata yang keluar dari mulut Narend selalu berhasil membuatnya diam.

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang