Menyulut Api

675 34 1
                                    

“ Tidak harus percaya pada mata tapi apa yang terlihat terasa terlalu nyata dari apa yang kau percaya. ”

❇Adena Grizelle Vincent

|*|
|*|
|*|

Dena berjalan sendiri di koridor yang sepi. Hari masih sangat pagi ditunjukkan dengan kabut tebal di pagi hari. Hawa dingin cukup untuk menusuk sampai ke tulang tapi ia tetap berjalan ringan. Setelah beberapa kali naik tangga, berbelok dan akhirnya tiba di depan laboratorium. Wajahnya yang sebelumnya sudah dingin bertambah dingin melebihi hawa dingin sekitar. Ia menghela napas tipis.

“ Gue kira lo gabisa lebih pagi hehe ” suara bariton bernada mengejek menyambut Dena begitu masuk ke dalam laboratorium.

Dena menatapnya dingin, “ Apa yang lo mau dari gue? ” tanya cewek itu tanpa emosi.

Cowok itu tersenyum. Dia melangkah lebih dekat lalu mendorong bahu Dena menabrak dinding di belakangnya. Kedua tangannya ia posisikan pada sisi-sisi kepala Dena menghalanginya agar tidak pergi. Senyum miring tampil di wajahnya seraya semakin mempertipis jarak antar wajah mereka.

Dena menahan dirinya agar tidak mendorong tubuh cowok ini menjauh yang bisa saja mengacaukan laboratorium. Tatapannya bertambah dingin, “ Jangan kurang ajar Ansel. ”

Ansel tertawa, “ Kurang ajar? Siapa? Gue? ” dia menunjuk dirinya sendiri kemudian tertawa sinis, “ Heh, cewek kayak lo tuh nggak pantes nerima sikap sopan gue. ” sarkas Ansel mencengkeram rahang Dena.

“ Lo mau ngomong apa? ” Dena bertanya menghiraukan ucapan tajam Ansel.

Ansel tersenyum, mendekatkan bibirnya pada telinga Dena. Deru napas hangatnya tenang menyapu kulit leher Dena membuat warna merah menghiasi ujung telinganya. Senyum Ansel kian melebar, setelah melirik pintu masuk sekilas ia berbisik, “ Jaga sahabat lo biar nggak masuk perangkap gue. ”

Dena sedikit menolehkan kepalanya mempertemukan bibir tipisnya dengan jarak dua senti dari pipinya. Dia diam, pikirannya kosong selama beberapa saat hingga suara benda jatuh mengalihkan perhatian mereka berdua.

Dena dan Ansel menoleh ke sumber suara dan cewek itu tidak bisa menahan ekspresi wajahnya lagi. Matanya membulat sempurna melihat siapa yang berdiri di depan pintu laboratorium. Dengan sigap tangannya mendorong Ansel menjauh.

“ Frey—— ”

Sebelum dia menyelesaikan ucapannya Freya sudah pergi tanpa menoleh ke arahnya lagi. Dena menatap Ansel tajam, menunjuk wajahnya dengan jari telunjuk, “ Lo... Lo sengaja kan?! ” tanyanya geram.

Ansel menangkup telunjuk Dena sembari mendekatkan dirinya lagi dan terkekeh. “ Kalo iya gue sengaja, kenapa? Selamat berjuang Adena. ” setelah mengucapkan itu Ansel meninggalkan Dena yang masih berdiri menahan amarah di hatinya.

Menekan emosinya Dena keluar dari laboratorium menuju kelasnya tanpa repot-repot menutup pintu lab.

Suasana koridor sudah lebih hidup dibanding tadi pagi membuat Dena merasa sedikit kesulitan menghadapi tatapan penasaran beberapa siswa yang melihatnya keluar dari lab komputer.

Begitu tiba di kelas dia bisa melihat Cella dan Zelline yang tengah memperdebatkan sesuatu sementara Freya hanya diam membisu. Dena menghela napas berat dan meletakkan pemikiran untuk membujuk Freya di bagian paling atas. Kakinya melangkah masuk lalu duduk di sebelah Freya tanpa mengucapkan apa-apa.

My Daisy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang