Kecebong

364 19 0
                                    

“ Karena kamu pemberani, kenapa pas liat bayi kodok kamu keliatan kek abis ketemu monster legendaris? ”

Aarav Brian Kusuma

|*|
|*|
|*|

Matahari tergantung sempurna di langit membuat bumi kian panas. Angin kencang yang bertiup juga tidak dapat benar-benar menghantarkan kesejukan bagi para remaja yang sedang berbaris di lapangan. Banyak yang sudah menggerutu dan mengeluh pada cuaca cerah tak bersahabat ini.

Di antaranya hanya Dena dan Cella yang tidak banyak bicara. Bukannya mereka tidak merasa panas, bahkan dahi mereka sudah dipenuhi bulir keringat sebesar biji jagung bila ditanya, tapi saat ini mereka sedang terlalu asyik ‘sibuk’ hingga tak sadar akan sengatan panas dari langit.

Cella menghitung jarinya satu demi satu, menghitung berapa hari telah ia lalui tanpa kehadiran Darel. “ ...dua puluh, dua puluh satu, dua puluh dua, umm... Dua puluh tiga? Hmm... Iya si kalo hari ini diitung. ” gumamnya pada diri sendiri dengan serius.

Zelline menyenggol lengan Cella, “ Ngitung apaan lo? Ngitung utang? ” tanyanya begitu Cella menoleh.

Cella mencubit lengan Zelline hingga merah, “ Ngawur lo! Mana ada gue ngutang, yang ada gue lagi ngitung utang lo yang gak lunas-lunas itu. ” gerutunya kesal.

“ Aws sakit bego, ” Zelline mengelus bekas cubitan sambil meringis ngilu.

Cella hanya meliriknya sebal, “ Bodo! ” ucapnya acuh.

PLOKK PLOKK PLOKK

“ Anak-anak, ayo semuanya memperhatikan! ” suara berat Farhan selaku guru olahraga yang menginterupsi perhatian para murid.

Cella dan Zelline memalingkan wajah melihat sosok tegap dan tampan berdiri membawa bola basket di kedua tangannya.

Melihat perhatian murid-murid sudah terfokus ke depan, Farhan kembali berucap, “ Ya, bagus. Pagi ini kita akan melakukan olahraga bola besar basket, setiap anak dimohon melakukan sepuluh kali percobaaan memasukkan bola ke dalam ring. Tidak harus sempurna sepuluh kali masuk, tapi setidaknya lebih dari setengahnya, dipahami? ”

“ Paham, Pak! ” jawab murid kelas kompak.

Farhan bertepuk tangan lagi, “ Bagus-bagus. Kalau begitu silahkan kalian lari lima kali putaran terlebih dahulu kemudian berbaris menjadi dua barisan memanjang ke belakang pria dan wanita sesua absen ganjil-genap. ” perintahnya dengan raut serius.

Deka selaku ketua kelas mengangguk, “ Baik, Pak. ” ia memberi aba-aba dengan tangan agar anak kelas ikut berlari di belakangnya.

Di tengah acara lari Zelline mendadak teringat sesuatu, ia menoleh, “ Eh, Faisal gak masuk? ” tanyanya pada Mira.

Mira menggeleng, “ Dia ijin sakit. Napa emang? Lo mo nagih utang? ” tanyanya curiga.

Zelline berdecak, “ Ck. Bukan gitu, gue cuma keinget kalo dia belom balikin catetan bahasa gue, mana besok udah ulangan lagi. ”

“ Oohhhh begonoh. Mending lo samper ke rumahnya aja, kalo dia di rumah sakit juga di rumah pasti ada pembantunya, kan. ” saran Mira sambil berlari kecil. Ah, lebih tepatnya berlari sangat pelan hingga menyerupai siput.

Zelline mengangguk-angguk. Ia melihat ke depan dan baru sadar jika Cella, Dena, dan Freya sudah jauh di depannya. Ia menoleh ke arah Mira lagi, “ Gue duluan, Mir. ” tanpa menunggu jawaban ia langsung mempercepat larinya mengejar ketinggalan.

“ Emang berguna? ” Cella menatap Freya penasaran.

Freya mengedikkan bahu, “ Ga tau, tuh, ga liat. Lagian kan bukan urusan gue mau dia jadi nembak pake sembilan puluh sembilan mawar apa enggak, kan yang rugi duit dia bukan gue. ” jawabnya acuh tak acuh.

My Daisy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang