Iringan 27 : Kasih

442 71 48
                                    

Gue berjalan pelan menuju arah parkiran sambil mikir. Heran aja, ini yang mau nikah siapa, tapi yang ikut deg-degannya siapa. Ini bukan deg-degan yang gimana sih, tapi lebih ke, 'Kakak gue bentar lagi jadi istri orang. Gue harus bisa lebih mandiri dan enggak ngerepotin dia lagi'. Sejak tadi pagi, entah kenapa pikiran gue seperti kaset yang diputar mundur. Kembali menayangkan berbagai memori antara gue dan Kak Aci.

Too many things happened when I grow up with her.

"Biasanya kalau orang bengong sendiri di parkiran tuh katanya ketempelan loh, Yo."

Yah, gue gaya banget ngatain anak orang bengong padahal gue sendiri daritadi jalan sambil mikir ke mana-mana.

Leo menatap gue dengan pandangan aneh. Seakan gue adalah hantu yang mau nempel ke dia.

"What are you doing here?" tanyanya bingung.

Nah, lawak kan ini anak.

"Ada rapat," ledek gue.

Terus sekarang ekspresinya semakin bingung. Leo kaya mikir gue mau rapat apa di saat gue terkenal paling kupu-kupu di antara anak Antares lainnya.

"Ya ngampus lah. Emangnya gue kelihatan mau ngapain?" jawab gue sambil ikut bersandar di kap mobil milik Leo.

"Lo sendiri ngapain udah nyampe masih diem di sini?"

Lalu jokes kita pagi ini hanya sebatas Leo yang bilang dosennya tengah sarapan nasi uduk dengan sebuah bukti shareloc dari sang dosen di grup kelasnya.

Setelah sama-sama ketawa, kita berdua malah saling diam. Tenggelam dengan pikiran masing-masing. Gue masih setia tenggelam dalam pikiran tentang segala hal menyangkut Kak Aci. Kalau Leo, gue enggak tahu deh. Dia lagi kaya gue gak ya, mikirin kakaknya yang mau nikah?

"Yi, Sita dateng pemberkatan gak?"

Gue mengangguk. "Dateng, tapi Sita sendirian datengnya."

"Loh kenapa?"

"Pemberkatannya di Bogor, lumayan jauh Yo. Jadi Tante Yuli sama Om Widi gak dateng. Mau bareng Kak Yasa atau Saga aneh katanya, jadi dia pilih dateng sendiri."

Lalu diam kembali menyelimuti kita berdua. Beberapa saat kemudian Leo membuka suara. "Eh, tapi Sita bawa mobil?"

"Bawa lah, jauh gitu," ucap gue pelan.

Gue tersentak ketika Leo langsung menjentikkan jarinya sambil bersuara, "Nah cakep."

"Kalau dia bareng Wina aja, mau gak ya dia? Wina butuh tebengan sih, dia gak ngerti rute Bogor, dia juga dateng sendiri."

Gue mengangguk-anggukan kepala. "Gue coba telepon Sita, ya."

Sambil mengeluarkan hp, gue kembali melirik Leo sebelum benar-benar mencoba untuk menghubungi Sita. "Btw, Sita juga enggak hafal rute Bogor, Yo."

"Enggak apa-apa. Paling enggak kalau ada Wina nanti Sita enggak nyasar sendirian."

Gue menatap Leo sinis sambil maju selangkah. Kayanya, sampai kapan pun level kebucinan Leo tetap jauh di atas rata-rata apalagi dibandingkan diri gue.

"Kenapa Ayi? Tadi hp-nya ada di tas." Suara Sita terdengar dari seberang sana ketika gue menelepon untuk kedua kalinya.

"Kalau besok berangkat ke Bogornya bareng Adwin, kamu keberatan gak?"

"EH CIYE LEO. Adwin dikenalin juga akhirnya." Gue tertawa mendengar suara heboh Sita.

"Enggak kok, enggak keberatan sama sekali. Aku malah seneng ada temen, biar ada temen ngobrol jadi enggak ngantuk deh."

Soundtrack: Dusk and DawnWhere stories live. Discover now