Iringan 20 : Dikara

429 71 41
                                    

Jene

Niatnya mau membuka cerita dengan quotes ala-ala gitu, biar kelihatan keren. Biar angkat derajat gue dikit soalnya Ayi pasti ceritain gue yang jelek-jeleknya doang. Cuma gimana, dari jam setengah delapan gue bangun tidur, ada aja yang memicu emosi dan keributan.

Kebiasaan gue bahkan juga Ayi pas bangun tidur adalah bengong sesaat. Kemudian berdoa selama beberapa menit baru habis itu cek hp. Ini karena Eyang yang selalu ajarin kita, makanya dua cucunya ini masih inget doa sebelum cek hp.

Ketika sudah sukses menggenggam hp, gue mengernyitkan dahi saat lihat satu miss called dari Aka. Miss called-nya jam satu pagi dong, udah tidur ke mana mana gue jam segitu.

Destyaka
Aci, kamu udah tidur ya?
Ah iya sih pasti udah tidur. Aku yang suruh kamu jangan tidur malem-malem
Kalau udah bangun boleh langsung telepon aku gak?

Aka jarang begini, dia pasti enggak akan miss called ketika udah tahu kalau gue lagi sibuk dengan kerjaan atau pun udah tertidur. Sehingga gue buru-buru meneleponnya sambil membayangkan hal-hal aneh.

"Baru bangun, ya?" tanya Aka dengan suara khasnya saat baru bangun tidur.

"Kamu kenapa?" tanya gue langsung.

"Hah? Enggak kenapa-napa." Mendengar jawabannya yang terdengar linglung, gue hanya mendengus pelan.

"Ah, chat semalem ya. Aku telepon kamu mau bilang kalau kita gak jadi pergi hari ini."

Gue hanya diam menunggu Aka menjelaskan lebih tentang alasan kenapa kita enggak jadi pergi. Sebenernya kita cuma pengen pergi ke Pasar Lama aja entar sore, hunting makanan. Namun, karena gue terlalu sibuk kejar target dan juga Aka yang harus ketemu kliennya bahkan di saat weekend, kita baru bisa jalan setelah janji dari tiga minggu sebelumnya.

"Ci, kamu gak marah?" Gue mendengar nada bingung milik Aka.

Aka tuh ya hih. Kalau sekarang dia lagi ada di sebelah gue, udah fix gue toyor.

"Ish, orang kamu yang bilang ke aku jangan sering ngedumel kalau belum denger alasannya. Sekarang kenapa malah minta aku marah-marah?"

Tuh yaudah, ngoceh-ngoceh dah gue padahal masih pagi gini. Kata orang mah kalau pagi-pagi udah marah tuh bikin rejeki ilang. Syukurnya hari ini Minggu, gue lagi enggak kerja. Jadi ya enggak ngerasa rugi-rugi amat kalau amit-amit beneran ilang rejekinya walau tetap nyesek sih.

"Iya sih, tapi aku malah jadi gak biasa lihat kamu diem gini. Aku lebih suka kamu bawel ketimbang diem enggak jawab."

"Aka!" teriak gue kesal. Kayanya teriakan gue ini kedengeran sampai kamar sebelah sakin geregetnya sama Aka. Lumayan lah, gantiin suara alarm.

"Jadi kenapa kita enggak jadi pergi?" tanya gue dengan nada sedikit kesal sambil meminta alasan.

"Kamu marah, ya?" Tuh kan. Ini mah niat enggak mau marah jadi kepengen marah kalau gini.

"Ih kesel, aku tutup aja lah."

"Eh jangan dong," sahutnya cepat.

Udah emang bener, gue dan Aka enggak bisa teleponan kalau dua-duanya baru aja bangun tidur. Aka masih kaya linglung gitu berusaha mengumpulkan nyawa, sedangkan gue juga kadang bingung kalau harus menjawab rentetan pertanyaan pagi-pagi.

Akhirnya gini kan, teleponnya malah mengundang keributan.

"Ayi telepon aku semalem, katanya mau main ke kosan kamu." Gue mengerjapkan mata beberapa kali sambil mencerna ucapan Aka.

Soundtrack: Dusk and DawnWhere stories live. Discover now