Iringan 22 : Intuisi

397 73 36
                                    

"Tapi kalau lo emang ada masalah dan udah gak bisa ditahan sendiri, cerita, Bang. Sama siapa pun yang lo anggap bisa bantu cari jalan keluarnya."

Kalimat Gian membawa gue pergi untuk menemui Kak Aci. Bahkan gue terpaksa mengganggu Bang Alpha dengan meneleponnya jam satu pagi di hari Minggu.

Satu-satunya orang yang terlintas di otak gue saat Gian menasihati gue demikian adalah Kak Aci, kakak satu-satunya gue yang umurnya beda tujuh tahun.

Tapi, sesampainya di kosan dia, gue malah enggak tahu harus cerita dari mana. Gue enggak tahu harus memulainya dari mana karena banyak hal yang berkecamuk menjadi satu.

Yang ada gue malah disuruh makan terus sama dia. Mulai dari bubur ayam, es krim, dan enggak lama bolen pisang keju yang akhir gue ketahui kalau itu adalah pemberian Bang Alpha.

"Bosen gak? Kalau enggak yuk ke mall, daripada lo diem-diem gini."

Padahal gue ke sini tuh niatnya mau cerita semua hal yang udah terasa penuh banget di kepala gue, bukan mau minta makan.

Akhirnya gue membuka cerita dengan ucapan Kak Aci tentang rumah saat gue masih SMA waktu itu.

"Tapi kenapa gue stuck gini, Kak?" tanya gue frustasi.

Gue terlalu banyak membawa kekecewaan. Bahkan di saat gue mampu membuat lain bahagia, rasa kecewa yang gue bawa akan lebih besar dibanding rasa bahagia.

Karena jalannya masih panjang, Yi.

"Bahkan ketika lo merasa itu bener-bener rumah yang lo cari, rumah itu bisa aja cuma jadi rumah singgah buat lo. Sehingga lo harus kembali mencari."

Kalimat Kak Aci malah membuat gue semakin terdiam. Jalannya masih panjang. Lalu gue sadar, jalan yang gue lalui enggak sebanding dengan jalan yang udah dilalui Kak Aci.

Dia yang menangisi perceraian Bokap Nyokap di saat gue cuma diam bahkan masih bisa ketawa di warnet.

Dia yang harus kerja keras untuk kerja sambil kuliah setelah enam bulan Bokap Nyokap cerai. Karena menurut Kak Aci, membiayai hidup gue dan dirinya itu terlalu buat untuk Eyang. Dia tinggal di sebuah kosan yang cuma pakai kipas angin, enggak kaya kosannya yang sekarang benar-benar bagus.

Dia yang mau enggak mau harus selalu jadi yang kuat karena merasa bertanggung jawab atas adek satu-satunya ini.

"Gak apa, Ayi," ucap Kak Aci pelan sambil menepuk bahu gue secara terus menerus.

Gue yang sejak tadi menahan air mata di depan Kak Aci jadi teringat kejadian beberapa tahun lalu. Ketika posisi kita terbalik, ketika kala itu Kak Aci yang enggak tahu harus bagaimana dengan keadaan.

Dia putus sebanyak dua kali dan hampir menolak lamaran Bang Alpha dikarenakan banyak hal. Salah satunya karena beberapa teman Bang Alpha yang enggak suka sama Kak Aci.

Yang terparah, ketika ada satu cewek yang entah dari mana asal usulnya, mengirimkan berbagai hateful words ke Kak Aci karena enggak terima Kak Aci sama Bang Alpha. Oh, dan juga dianggap enggak ada apa-apanya sama Bang Alpha.

Alasan teman-teman Bang Alpha dan apa aja isi DM si cewek itu terhadap Kak Aci? Banyak dan terdengar anjing banget, gue enggak mau menguras emosi untuk menjabarkannya satu-satu.

Waktu itu Kak Aci cuma read karena dia benar-benar capek ati, tapi si cewek itu malah semakin jadi mengirimkan DM-nya. Sampai akhirnya Kak Aci yang enggak tahu harus ngapain menyodorkannya telepon genggamnya pada gue untuk menunjukkan isi DM si cewek itu. Akhirnya gue yang balas DM-nya karena enggak tahan dia seenaknya merendahkan dan menyakiti Kak Aci.

Soundtrack: Dusk and DawnKde žijí příběhy. Začni objevovat