Iringan 15 : Balkon

463 87 73
                                    

Sita

Dan di sinilah gue berada. Duduk diam di balkon lantai dua kosan Ayi. Di balkon ini ada satu set meja kursi. Apa ya istilahnya itu yang biasa buat di teras rumah, meja santai bukan? Pokoknya yang begitulah bentuknya, ada satu meja dan di kiri kanannya ada kursi.

Ayi duduk di kursi yang dekat lorong, sedangkan gue duduk di kursi yang dekat dengan beberapa tanaman hias. Cukup kaget gue, gini-gini walau kosan cowok ternyata estetik juga balkonnya.

Enggak ada percakapan yang terjadi, gue juga enggak memulai percakapan apa pun. Gue membiarkan Ayi diam sambil menghirup udara yang enggak bisa dibilang bersih sama sekali karena Jakarta tuh polusinya gila pol.

Selama hampir lima menit kita cuma saling diam. Balkon yang biasanya silau banget sekarang udah mulai berkurang karena udah sore. Tiba-tiba Ayi bangkit berdiri, merogoh saku hoodie-nya. Mengeluarkan kotak putih bertuliskan Dunhill Mild dan juga korek gas berwarna ungu.

Dia berjalan menjauh dari tempat duduknya kemudian berdiri di sudut balkon ujung sana. Kini jarak gue dan dia cukup jauh, tapi untuk ngomong masih kedengeran.

Dia mengambil isi kotak itu, gue bisa melihat isinya masih banyak banget. Namun, sebelum menyalakannya, dia malah menatap gue. Gue hanya menaikkan kedua alis dan membiarkan dia menyalakan rokoknya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Jadi udah berapa kotak?" tanya gue. Tenang guys, ini tanyanya baik-baik kok.

"Aku gak pernah beli lagi. Kotak pertama dan terakhir yang aku beli itu pas kita ke BBW jaman maba."

Gue ingat itu, sekotak LA Light Menthol yang pada akhirnya dia buang ke tong sampah. Padahal dia baru menghabiskannya tiga batang, itu pun dalam jangka waktu satu bulan.

"Ini punya Rafael. Anak lantai satu, dia anak TI juga. Dia ada acara nginep yang agak ketat gitu peraturannya, tapi kebablasan ngantongin rokok. Terus ketemu aku di depan pager, dia nitip. Kalau ditaruh di depan kamar bisa raib."

Setiap kali dia membuang asap rokoknya, dia akan memunggungi gue walaupun jarak kita udah jauh.

"Hahahahaha apaan sih kok ada-ada aja? Kamu yang bawa juga sama aja, ilang-ilang juga tuh buktinya." Gue tertawa sambil menunjuk rokok yang tengah menyala itu.

"Eh itu dia yang suka misuh-misuh berisik?" tanya gue lagi.

"Bukan, Rafael gak pernah protes berisik. Yang suka banyak bacot itu Johan namanya."

"Terus itu ada acara nginep? Kamunya gak nginep? Kan kamu satu jurusan sama Rafael?"

"Itu acara UKM dia kok."

"Tapi kamu kalau ada acaranya pun cari seribu alesan kan biar gak ikut?"

"Nah itu kamu udah tahu hahahaha," sahut Ayi sambil ketawa kemudian kembali memunggungi gue ketika dia membuang asap rokoknya.

Di saat gue masih tertawa, hp gue berbunyi, menandakan ada pesan masuk. Karena tadi gue baru aja membalas chat Mami yang tanya udah pulang atau belum, jadi gue buru-buru mengecek hp gue.

"YEYY! Akhirnya Galaxy manggung pas gak ada acara atau ujian!"

Sakin senangnya gue ketika baca chat yang ternyata dari Kak Yasa, gue enggak sadar lagi loncat-loncat kegirangan sambil pegang hp di balkon kosan punya orang.

"Ta, jangan loncat-loncat di pinggir balkon."

Ketika mendengar suara Ayi, gue dengan cepat menghentikan aksi loncat gue. Iya ya, kok gue creepy banget loncat-loncat di pinggiran lantai dua. Entar amit-amit kalau ada yang mengisengi gue terus gue kepeleset gimana? Hihh, amit-amit.

Soundtrack: Dusk and DawnWhere stories live. Discover now