Iringan 12 : Figura

454 89 35
                                    

Sejak pertemuan gue dan Sita di warung sebelah sekolah, kita jadi berteman. Waktu itu sih masih jamannya bbm banget. Jadi gue add pin bb Sita yang gue dapat dari grup sekolah.

Ayres Favian
Oi
Gue ayres
Mau gantian salep lo waktu itu
Besok gue bawa ya

Akselia Hanasita
Hahahaha gak usah dibalikin gak apa padahal
Tapi lo udah beli ya? Balikannya pas ketemu di kantin aja

Jaman SMP gue enggak punya teman dekat di sekolah, hanya sebatas tegur sapa aja. Soalnya gue lebih banyak main sama anak-anak yang ada di gang komplek perumahan Eyang. Jadi Sita satu-satunya orang yang gue anggap sebagai teman dekat di sekolah sejak itu.

Pas kelas delapan kita sekelas. Karena wali kelas gue mau murid-muridnya duduk berpasangan dan bukan sama temannya, akhirnya disuruh acak tempat duduk. Lucunya gue akhirnya duduk bareng Sita.

Berlanjut ke kelas sembilan, kita juga sekelas lagi. Wali kelas kita pas kelas sembilan juga minta murid-muridnya duduk berpasangan, tapi boleh bebas. Sehingga gue tentunya memilih duduk dengan Sita. Enggak janjian, enggak bilang-bilang juga sebelumnya, kita sama-sama daftar di SMA yang sama.

Gue dan Sita juga udah terbiasa jadi teman contek mencotek. Udah biasa juga saling mencocokkan jawaban.

Setiap ada latihan soal dan latihan tryout buat UN Matematika, gue sama Sita akan selalu melakukan hal yang sama. Sita akan mengerjakan nomor satu sampai dua puluh dan gue akan mengerjakan nomor dua puluh satu sampai dengan empat puluh. Lalu kita akan saling isi jawabannya.

Lalu pas SMA, akhirnya gue dan Sita bertemu dengan Leo. Kita semua jadi teman dekat bareng Dillon, Hellen, dan Dira.

Pas masuk kuliah dan gue memutuskan ngekos--atas dasar tawaran Nyokap--Sita lumayan kaget. Kaget karena rumah Eyang ke kampus ya paling lama cuma setengah jam aja kalau naik motor.

Oh ya, Kak Aci juga ngekos. Emang karena lokasi kerja dan kampusnya waktu itu jauh banget dari rumah Eyang.

Kala itu, satu bulan sebulan kuliah dimulai, Nyokap telepon gue.

"Ayi apa kabar?"

"Gini-gini aja, Ma."

"Ayi lagi sibuk, gak?"

"Enggak, Ma. Ini baru balik dari pasar, habis temenin Eyang Putri."

"Ayi mau ngekos gak?"

"Gak perlu pikirin biayanya. Nanti Mama yang urus semuanya," lanjut Nyokap.

"Tapi dari rumah Eyang ke kampus enggak jauh-jauh banget, Ma."

"Siapa tahu kamu mau suasana baru. Terus, biar kalau kamu pulang malem-malem enggak nyusahin Eyang kamu."

"Kasihan Eyang nanti pasti selalu tunggu kamu pulang."

Akhirnya gue memutuskan untuk ngekos. Karena gue yakin seperti dugaan Nyokap kalau Eyang akan selalu tunggu gue pulang, bahkan saat larut malam sekalipun. Toh gue juga udah terlalu lama merepotkan Eyang. Gue mau Eyang menikmati hari-hari tuanya tanpa perlu pusing urusin cucu.

"Ayi!" Teriakan itu terdengar bersamaan dengan cubitan di pipi kanan gue sehingga membuat gue sadar dari lamunan panjang yang ada.

"Kamu kenapa sih kalau aku bengong malah dicubit?"

"Biar sadar? Terus habisnya muka kamu lucu banget. Kalau kamu lagi bengong, aku kaya lagi lihat Milo."

"Milo siapa?"

"Corgi-nya Kak Kendra, hehehehe. "

Sebelum gue sukses balik mencubit pipinya karena gemas membandingkan gue dengan seekor anjing, Sita lebih dulu berlari menuju teras dan menghampiri Eyang Putri.

Soundtrack: Dusk and DawnWhere stories live. Discover now