Iringan 2 : Ide Buruk

900 160 87
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Ayi mengeluarkan motornya dari halaman rumah nan luas di daerah Pantai Indah Kapuk. Tidak lupa asisten rumah tangga yang sudah mengenal Ayi itu tersenyum sambil mengucapkan hati-hati. Ketika gerbang rumah itu tertutup sepenuhnya, Ayi mendapati ponselnya berbunyi.

"Lagi sama Sita, gak?" Suara perempuan terdengar dari seberang sana.

"Enggak kok, abis ngajar. Sita juga lagi ada geladi kotor sampai malem."

"Nah! Temenin gue yuk?" ajak perempuan itu.

"Mau ngapain?" tanya Ayi curiga.

"Jemput gue di kosan, ya. Gue tunggu lo sampai dateng pokoknya. Biarin kalau harus nunggu sampe malem juga."

"Gak mau, bodo amat. Nunggu aja sana sampe malem," balas Ayi kemudian memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Ayi menutup kaca helm sambil menjalankan motornya. Di bibir saja Ayi bicara jutek pada perempuan yang meneleponnya tadi. Buktinya, setelah keluar dari perumahan PIK itu, Ayi buru-buru melesat menuju kosan perempuan yang meneleponnya tadi.

Dua puluh menit kemudian laki-laki itu sudah sampai di sebuah kosan berlantai empat dengan pagar hitam. Memarkirkan motornya di depan kemudian membuka pagar kosan itu. Ayi tersenyum pada penjaga kosan yang sudah mengenalnya.

"Pinjem kunci ya, Mbak," ujar Ayi seraya meraih kunci yang berada di dalam ruangan tempat penjaga kosan itu melakukan seluruh aktivitasnya.

Ayi mendekat ke arah pintu kemudian menempelkan kunci itu pada kotak kecil berwarna hitam. Ketika muncul bunyi yang menandakan pintu sudah terbuka, Ayi meraih kenop pintu dan membukanya sedikit supaya tidak kembali tertutup.

"Makasih ya, Mbak."

"Iya Den, sama-sama. Omong-omong Den, Si Non enggak kuar kamar dari kemarin malem."

"Oh iya, Mbak?" tanya Ayi bingung.

"Iya Den. Tadi saya mau nyapu ngepel aja kata Non gak perlu, bisa sendiri katanya."

Ayi menggelengkan kepala pelan kemudian pamit untuk masuk ke dalam. Tak lupa juga Ayi kembali mengucapkan terima kasih karena sudah diberitahu. Ia melangkahkan kakinya satu per satu hingga ke lantai empat.

Dalam hati Ayi terus menerus mengeluh kenapa perempuan yang meneleponnya itu harus punya kosan di lantai empat. Terlalu melelahkan untuk naik turun tangga.

"Oi," sahut Ayi sambil membuka pintu kosan yang ternyata tak dikunci.

Ia mendapati perempuan itu sibuk meringkuk di dalam selimut berwarna kuning muda hingga menutupi hidung.

"Gue udah bilang berapa kali sih? Pintu tuh dikunci kek, capek ah ngomongnya," kesal Ayi sambil menarik selimut kuning muda itu.

Ayi memandangi sekeliling kamar perempuan itu. Barang-barang yang selalu dilihat Ayi kini sudah mulai berkurang. Kamar yang biasanya terkesan ramai karena barang-barang pemiliknya itu mulai terlihat kosong.

"Katanya gak mau dateng?" ujar perempuan itu sambil melihat Ayi yang sibuk memasukkan beberapa baju kotor ke dalam keranjang baju.

"But you will wait for me like a fool, right?" tanya Ayi sambil membuka pintu dan memindahkan baju dari keranjang ke dalam rak khusus baju kotor.

"Don't wait too long. Kita berdua udah tahu rasanya menunggu hal yang enggak pernah kembali."

"Eh, tapi masih berlaku gak sih gue ngomong gitu? Lo udah punya Bang Alpha sekarang."

Ayi merapikan botol-botol skin care perempuan itu yang berantakan. Beberapa skin care itu terlalu jauh letaknya, ibarat satunya di Sabang, satunya lagi di Merauke. Entah apa yang membuat botol-botol itu tidak berada pada posisinya. Ayi berpikir mungkin badai menerjang kamar perempuan ini.

Soundtrack: Dusk and DawnWhere stories live. Discover now