Iringan 4 : Sup Ayam

731 142 89
                                    

Brian menurunkan standar motornya dan Leo sibuk turun dari motor. Dengan kantong plastik putih yang berada di tangan kirinya, Leo membuka pagar hitam yang ada di depan mereka. Tepat ketika Leo dan Brian sudah masuk ke teras kosan, hujan mulai turun membasahi aspal di depan mereka.

“Untung udah sampe kosan, Le. Kalau enggak mah yang ada Ayi makin sakit gara-gara supnya kemasukan aer,” sahut Brian sambil menutup pagar kosannya.

“Lo lagian, niat awalnya kan beli sup ayam sama nasi doang. Ini lagi pake acara beli batagor dulu segala.” Leo menunjuk kantong plastik yang ia pegang. Bukan hanya sup dan nasi untuk Ayi, tetapi juga bersisi sebungkus batagor milik Brian.

“Ya tukang batagornya kan sebelahan sama warung makannya?! Jadi sekalian dong gue jajan,” bela Brian.

“Iya, iya.” Leo menutup perdebatan mereka sebelum Brian kembali melayangkan protes.

Leo dan Brian menaiki anak tangga satu per satu sampai akhirnya mereka sampai di anak tangga terakhir. Brian langsung maju selangkah dari Leo dan hendak meraih kenop pintu kamar Ayi, tetapi Leo lebih dulu menahan Brian.

“Gantung aja di pintu, Bri,” sahut Leo.

“Loh, kenapa?” Brian menatap Leo penuh tanya.

“Udah lo ambil aja batagor lo, terus makannya di kamar lo aja dah."

"Di tas gue ada keripik pisang tuh, tadi dikasih junior. In case lo gak kenyang makan batagor, makan aja keripik pisangnya," tambah Leo.

Leo pikir, Brian tetap akan keukeuh bertanya alasan mengapa dirinya menyuruh Brian menggantung plastik putih itu di pintu.

“Rasa apa?”

Namun, prediksi Leo salah besar. Brian lebih peduli dengan keripik pisang dibandingkan rasa penasarannya terhadap permintaan Leo.

“Cokelat,” sahut Leo.

“Wih, rejeki emang.” Brian buru-buru ngacir ke kamarnya dan membuka tas Leo yang sejak tadi berada di kamarnya.

Dari dalam kamar, Ayi dan Sita tentu saja bisa mendengar percakapan Leo dan Brian secara jelas. Sita membuka pintu kamar Ayi, mendapati sebuah plastik putih yang tergantung di kanop pintu. Ia mengambil kantung plastik itu dan mengambil sup yang ada di dalam kantung. Kemudian memindahkannya ke dalam mangkok dan juga mengambil piring untuk menaruh nasi.

"Habis itu minum obat, Ayi."

Ayi mengangguk kemudian duduk di meja belajar yang juga dijadikan meja makan oleh Ayi. Sedangkan Sita hanya mengecek ponselnya. Membaca pesan teratas dari laki-laki bernama Yasa kemudian Sita memasang wajah gemasnya.

"Ta, kamu tumben banget pake parfum?"

"Lho? Kecium ya?"

Sita menunduk kemudian sedikit menarik baju bagian atasnya. Seakan benar-benar ingin tahu apakah ada wangi parfum yang melekat di pakaiannya. Sedangkan Ayi menatap gemas tingkah Sita.

Tentu Ayi bertanya karena Sita adalah tipe yang sangat amat jarang memakai parfum. Paling tidak, yang beberapa kali dipakai Sita adalah baby cologne.

"Ini nih gara-gara Saga tahu," ucap Sita kesal.

Perempuan itu mengingat kejadian tadi pagi. Karena hujan yang tak kunjung berhenti serta keras kepalanya Sita dan Reyan, mereka akhirnya berada dalam satu mobil dengan Yasa yang mengantar mereka satu per satu.

"Ada Saga juga, dia lagi males naik motor katanya. Yaudah deh, Kak Yasa anterin kita. Nah kebetulan di mobil tuh ada parfumnya Kak Yasa. Abis deh itu parfum disemprot satu mobil sama Saga."

Soundtrack: Dusk and DawnWhere stories live. Discover now