00- Prelude Narendra dan Kolasenya

1K 485 864
                                    

<<<•••••>>>

Hujan di penghujung tahun membawa suasana khas tersendiri dan terutama untuk seorang Narendra Hemagibta yang merasa baik karenanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hujan di penghujung tahun membawa suasana khas tersendiri dan terutama untuk seorang Narendra Hemagibta yang merasa baik karenanya. Sore itu mendung seolah tak bisa mengulik untuk muncul di permukaan langit. Warnanya kelam hitam keabu-abuan yang begitu sedih.

Gorden berwarna krem itu ia biarkan terbuka, membiarkan angin dingin masuk menohok pori-pori. Sesekali langit terlihat memunculkan siluet merah, kentara sekali bila hujan akan turun.

Warna. Menurut Narend warna punya cara untuk berbicara. Hanya dengan menggoreskan kuas pada kanvas, Narend mampu membuat banyak cerita. Banyak sekali orang-orang yang ia temui dan masing-masing dari mereka memiliki siluet warna yang berbeda. Ada beberapa yang sama, namun tetap saja selalu tidak 100% sama.

Selagi sketsa lukisan yang dibuatnya hampir selesai, Narend menopang dagunya. Memandang langit yang semakin lama semakin terlihat muram. Ia tidak suka hujan, tidak juga benci, biasa saja. Namun ia selalu memperhatikan orang-orang disekitarnya selalu merasa damai ketika hujan turun. Plis deh, bukan damai tapi lebih ke males.

Kalau warna berada di dalam sebuah kolase yang sangat indah, mungkin Narend akan memilih menjadi salah satu diantaranya. Kalau ditanya soal warna, Narend ingin menjadi warna apa? Ia ingin menjadi warna putih.

"Rend!"

Narend masih setia di dalam kegamangannya. Setelah bermenit-menit yang lalu, ia merasa lukisannya kali ini terlihat lebih aneh dari sebelumnya--meskipun memang selalu aneh. Tapi kali ini lebih aneh.

Gerakan kuasnya kali ini menunjukkan seorang perempuan dengan suasana senja di belakangnya. Ya, memang hal itu sering terjadi.

"Narend!!" Yang dipanggil jelas terjungkal dari tempat duduknya. Lalu mencebik, "Kebiasaan! Ketuk pintu dulu kek!!"

Di depan pintu sudah ada Bang Wina yang menyangga punggungnya pada pintu, dengan wajah ditekuk.

Winata Aergibta, kalian cuman perlu memanggilnya Wina. Bang Wina itu mungkin sama halnya dengan air. Cocok dengan namanya Aergibta, mengalir. Tampangnya persis seperti tokoh Disney atau Anime bermata sipit yang sering ditonton Jioslen--temannya. Memang bisa diakui Wina sangat tampan. Dulu Narend mengira kakak laki-lakinya itu ialah anak orang Cina yang sengaja di titipkan di rumahnya.

Dengan malas Narend melihat abangnya dengan ekor mata, yang sudah pasti hanya memakai celana pendek dengan gambar yang itu itu saja. Gambar Spongebob, iya! Kuning mentereng. Tetapi glitter berwarna ungu masih tetap ada.

"Kamu gak mau lihat muka Abang yang ganteng dan baik hati ini kah?" bang Wina mendekat yang sontak membuat Narend terkejut bukan main, dan segera menutup kanvas miliknya.

"Apa sih? Ngomong dari jarak jauh juga bisa kan. Gak usah deket-deket?!!"

Seperti biasanya bang Wina hanya akan tersenyum membuat ujung matanya menyipit, sangat sipit bahkan Narend ingin mencolok nya supaya bisa memiliki mata lebar seperti penampakan kartun Powerpuff Girls.

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang