"Kamu kenal baik dengan dia. Cobalah mencari alasannya!" setelah berkata begitu, Hana langsung pergi begitu saja. Meninggalkan sejuta kenangan yang ada dalam hubungan Tamara dan Hana. Dan meninggalkan sebuah teka-teki.

"Andai saja aku pendendam, sudah lebih dulu aku membunuh semua penghianat, tetapi itu bukan diriku. Aku hanyalah manusia yang selalu memaklumi orang-orang, aku selalu memaafkan mereka." Tamara mencoba bangkit. Kemudian melanjutkan kalimatnya, "aku akan cari keadilan, bukan membalas sebuah dendam."

Makam ilusi Hana pun kini hilang. Tamara kemudian berjalan keluar dari pohon ajaib tersebut. Dia langsung menghapus air mata yang sudah ada di pipinya sejak tadi.

Ikhlas adalah jalan satu-satunya, dia tidak bisa memaksakan kehendak Tuhan. Biarlah Hana pergi, mungkin karena Tuhan lebih menyayanginya.

"Semoga kamu tenang di alam sana, Hana." Tamara tersenyum miris. Kini sahabatnya telah pergi, meninggalkannya sendiri bersama sebuah teka-teki. Kini dia harus kembali ke Wanara, untuk menuntaskan teka-teki selanjutnya.

"Mata lo lebam, sepertinya lo udah tahu jawaban dari teka-teki pertama," ujar Wanara ketika Tamara baru saja tiba di sana.

"Bagaimana kamu tahu semua itu? Siapa kamu sebenarnya?" Tamara heran, bingung dengan gadis yang ada  di depannya ini. Bagaimana dia bisa tahu semua tentang dirinya?

"Gue Ciung Wanara, kurang jelas?" Wanara kemudian berjalan mendekat ke arah Tamara dan membisikkan sesuatu.

"Gue akan hadir di kehidupan lo sebentar lagi, tunggu aja!" Wanara kemudian berjalan lagaknya model. Mengeluarkan kacamata yang entah darimana bisa muncul di tangan Wanara.

Hidup Wanara lebih misterius, bahkan yang harus di pertanyakan, kenapa Wanara bisa ada disini?

"Gue tau apa yang lo pikirin, nggak usah banyak mikir, atau otak lo nggak akan berguna untuk memecahkan teka-teki kedua." Wanara tersenyum sinis, meremehkan kepintaran seorang Tamara Audy.

"Apa teka-teki kedua?"

***

Geng Trilled mencari keberadaan Tamara dan Bella yang sampai sekarang belum di temukan. Sampai pada akhirnya, mereka menemukan Bella yang sedang berada di tepi jalan raya.

"BELLA!" teriak Dino ketika mengetahui kekasihnya ada di sana.

Dino langsung berlari, mencoba secepat kilat agar segera datang dan memeluk Bella. Dia tidak sanggup, jika harus kehilangan kekasihnya. Cinta memang unik.

"Lo ngapain di sini?!" tanya Dino dengan serius, dia tidak tahu apa penyebab Bella berada di tepi jalan.

"A--aku nggak tau, aku bingung," ujar Bella penuh kebingungan. Dia juga tidak tahu, kenapa bisa berada di sana.

Valdo dan Radit menatap kedua insan dengan begitu bingung, apakah mereka tidak malu dilihat banyak orang?

Dino kemudian memeluk Bella, memberinya kehangatan agar tidak merasa tertekan. Tetapi, ini malah sebaliknya. Bella tersenyum penuh arti.

"Gue tahu semua rencana lo, mencoba menjebak gue dengan lo, Dino? Nggak mungkin. Kalian nggak akan selamat," batin Bella.

"Lo kok diem aja, lo nggak kesurupan, kan?" tanya Dino dengan penuh perhatian.

"Apaan sih kamu, aku nggak papa. Aku kaget aja, kok." Bella kemudian menyengir kuda. Membuat Dino merasa lega.

Bagaimana jika nantinya Dino yang harus pergi? Apakah Bella akan menyesal suatu hari nanti?  Dan, apakah, hubungan mereka akan kandas?

"Lebay banget sih, kamu." Bella kemudian membuang mukanya, dia malu karena di perhatikan oleh Dino.

"Kenapa lo nggak natep gue balik?" tanya Dino kebingungan, padahal dia benar-benar khawatir kali ini.

"Aku blushing." Bella kemudian menutup mukanya malu. Pipinya merona, membuat Dino tak tahan berbuat sesuatu.

Cup!

Dino mengecup puncak kepala Bella. Dia tahu, akan ada saatnya Dino dan Bella berpisah. Dia harus membantu teman-temannya mencari kebenaran tentang kematian Hana Ardela.

***

Terima kasih sudah mampir ke ceritaku.

Penasaran part selanjutnya?

Silahkan komen jika ada typo!

Follow Instagram Author
@Dewibiruu

Follow YouTube Author
@dewisarah16

Ranselku [Belum Revisi]Where stories live. Discover now