Mama tertawa mendengar cerita Hana.

***

Pattar membawa dua cangkir kopi dan menyerahkan salah satunya ke Bunda. Ia tidak mampu menutupi senyum. Bunda turut bahagia melihat senyum Pattar.

"Kamu senang?" Bunda bertanya setelah menyesap kopi.

"Iya, Bun." Pattar tersenyum hingga giginya terlihat.

"Kamu mau dengar cerita Bunda?"

"Cerita apa, Bun?"

"Bunda sama Mama kamu sudah bersahabat sejak kami SMA."

"Itu aku sudah tahu." Pattar menatap Bunda, tidak mengerti maksud pembicaraan mereka.

"Mama kamu menikah lebih dulu."

"Bunda mau ngomongin apa sih? Kok tumben bahas ini." Dahi Pattar berkerut.

"Nggak lama setelah menikah, Mama kamu langsung hamil Petra. Dari dulu ia selalu bilang kalau ingin punya satu anak."

Pattar terdiam dan sadar kemana arah pembicaraan mereka.

"Kamu tahu Mama kamu kan? Bahkan saat Petra baru berusia 1 bulan, dia sudah masuk kerja. Bukan berarti dia nggak sayang sama Petra, tapi dia punya mimpi yang harus dikejar. Tanpa terduga, berkat lain datang dengan cepat," Bunda meraih tangan Pattar ada menggenggamnya, "kamu datang saat Mama kamu harusnya bisa melanjutkan sekolah spesialis. Dia nggak pernah mengeluh, dia sangat bersyukur kamu lahir. Tapi saat kamu masih berusia satu minggu, Mama kamu mengalami baby blues. Nenek kamu yang mengurus kamu sejak itu. Hampir setengah tahun Mama kamu nggak bisa menyentuh kamu. Bukan karena dia nggak mau, tapi karena dia nggak bisa."

Pattar belum pernah mendengar cerita ini sebelumnya.

"Mungkin karena itu juga kamu dan papamu jadi lebih dekat, karena sejak bayi kamu sudah diurus oleh Papa dan Nenek." Bunda mengelus punggung tangan Pattar.

"Kenapa Bunda baru cerita sekarang?" Pattar menatap Bunda dengan mata berkaca-kaca.

"Kamu sudah siap sekarang. Dulu, Bunda nggak mau kamu sakit hati kalau tahu masalah ini. Kamu sama Hana cuma selisih 2 bulan, karena itu Bunda donor ASI untuk kamu. Mama kamu selalu cemburu kalau kamu lebih dekat dengan Bunda."

"Jadi secara nggak langsung, aku sama Hana saudara dong?" Pattar justru tertarik pada fakta lain.

"Iya, makanya Bunda sudah anggap kamu seperti anak sendiri." Bunda tersenyum.

Pattar terdiam. Jadi, perasaannya selama ini benar-benar terlarang. Perasaan yang selalu tidak ia akui, tidak benar adanya.

"Kenapa Pattar?"

"Nggak apa-apa, Bun." Pattar menggeleng cepat.

"Kok kamu jadi cemberut? Jangan bilang kalau kamu suka sama Hana?" Bunda jadi jahil ingin menggoda.

Pattar kembali terdiam. Jawabannya adalah iya. Dia menyukai Hana lebih dari seorang sahabat dan ia menjaga Hana lebih dari seorang sahabat. Pattar menggelengkan kepalanya cepat untuk mengembalikan kesadarannya.

"Bunda tahu kenapa aku di kirim ke rumah Nenek?" Pattar kembali pada topik pembicaraan.

"Kalau untuk yang satu itu, kamu boleh tanya Mama atau Papa kamu."

"Papa selalu mengalihkan pembicaraan kalau aku tanya itu."

"Pasti ada alasannya, Sayang. Mereka bukan mengirim kamu ke sana karena kamu salah. Mereka pasti punya alasan dan nggak mengatakan itu untuk menjaga perasaanmu." Bunda melepaskan genggaman tangannya. "Kamu sudah dewasa sekarang. Ada hal yang tidak perlu kita ketahui agar tetap baik-baik saja. Kamu harus belajar itu."

Terima kasih sudah membaca.

Menulis ini tuh berat banget. Pengen nangis rasanya. 

Yak, semoga kalian selalu sehat dan bahagia. 

Dapet salam dari Bang Zai yang mau debut di work sebelah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dapet salam dari Bang Zai yang mau debut di work sebelah. Masih bareng sama Pattar dan Hana kok.

The Untold Story ✓Where stories live. Discover now