24. Bengkel

117 46 0
                                    

Jika menyebut partner in crime di jurusan teknik mesin, maka seluruh mahasiswa akan teringat pada Pattar dan Zai. Mereka belum lama bersahabat, tapi jika melihat mereka bersama, orang-orang tidak akan percaya kalau mereka baru bertemu 6 bulan lalu. Tidak seperti kebanyakan laki-laki pada umumnya yang memiliki kelompok tertentu dalam hal berbeda, kedua orang itu bisa cocok dalam segala hal. Meskipun begitu, mereka tetap memiliki teman-teman lainnya di kampus. Mereka sama-sama suka membuat benda baru. Awalnya Zai hanya menceritakan keinginannya untuk membuat miniatur mesin-mesin yang ia rancang dan kebetulan Pattar sangat tertarik. Setelah tiga bulan mempersiapkan rencana, akhirnya mereka memutuskan untuk menyewa satu kamar lainnya yang ada di bangunan yang mereka tempati. Mereka menyebut tempat itu bengkel.

Ruangan yang disebut bengkel itu terlihat sama seperti kamar Pattar namun dengan ukuran yang lebih besar. Mereka hanya menambahkan satu meja besar dan sebuah lemari yang berisikan alat-alat yang dibutuhkan untuk percobaan mereka. Setelah satu bulan berlalu mereka menambahkan sebuah kulkas kecil di sudut bengkel. Awalnya bengkel memiliki dinding berwarna putih, tapi setelah Hana melakukan protes akhirnya dinding bengkel dicat dengan kombinasi warna abu-abu dan hitam. Langit-langit dibiarkan berwarna putih bersih. Setelah dekorasi selesai, mereka mendapatkan kabar bahwa salah satu proyek percobaan yang mereka ajukan memenangkan sebuah lomba. Sejak saat itu, Pattar dan Zai menghabiskan banyak waktu di bengkel untuk membuat banyak percobaan baru. Sesekali Hana ikut bergabung di bengkel untuk merapihkan tempat yang bisa terlihat seperti kapal pecah jika Hana tidak mengunjungi tempat itu lebih dari seminggu.

Satu semester baru berlalu, nama Dwiyata Pattareksa dan Zaivan Oktora sudah dikenal seluruh penjuru kampus. Terlebih lagi baru-baru ini mereka memenangkan kompetisi tingkat nasional meskipun mereka masih di tahun pertama. Ketika berita itu sampai di telinga Petra, ia tersenyum bangga dan langsung memberikan informasi pada Mama.

"Halo, Ma, Petra ada kabar bahagia nih." Petra tersenyum hingga adik tingkat yang tidak sengaja melihat tertular senyumnya.

"Kabar bahagia apa lagi sayang? Kamu menang lomba lagi?"

"Bukan, bukan aku. Pattar, dia baru aja menang lomba nasional loh. Satu kampus lagi heboh ngomongin berita ini." Petra bercerita dengan antusias.

"Oh." Terdengar helaan napas kasar dari seberang.

"Kok cuma 'oh'? Mama biasanya selalu kasih selamat dan memuji kalau itu aku." Pattar berbicara dengan nada kesal.

"Mama lagi sibuk. Sudah ya. Bye. I love you." Sambungan telepon terputus begitu saja.

Petra semakin menyadari perbedaan sikap yang ditunjukkan mamanya pada dirinya dan Pattar.

Apa yang membuat Mama begitu dingin sama Pattar? Apa ini semua karena aku?

Pertanyaan yang muncul di kepalanya membuat Petra pusing tiba-tiba. Ia memutuskan untuk pulang lebih cepat hari ini. Semua pertanyaan itu tidak hanya membuat kepalanya sakit tapi juga hatinya.

***

Hana sudah berbaring di kasurnya yang nyaman ketika sebuah suara dari benda persegi panjang yang ia letakkan di atas nakas mengganggunya. Dengan mata yang masih tertutup, Hana meraih handphonenya.

Hana mengusap layar handphonenya tanpa melihat sebaris nama yang tampil pada layar, "Halo."

"Dimana?"

"Siapa?" Hana menjawab malas.

"Gue nanya lo dimana Hana?"

"Rumah." Setelah menyadari kalau itu suara Pattar, Hana menjawab dengan nada kesal.

"Mau tanya boleh?"

"Tanya apa?" Suara Hana masih parau khas orang baru bangun tidur.

"Ajarin gue buat sayur sup dong."

"Tumben."

"Gue lagi flu. Kata Bunda kalo flu harus makan sayur yang banyak."

"Beli aja." Hana menjawab singkat dan langsung mengakhiri telepon.

Hana baru meletakkan handphonya, benda itu kembali berbunyi

"Kenapa lagi? Lo ganggu gue. Liat jam gak sih?"

"Gue cuma mau tanya Reihana. Please, jadi gimana cara buatnya?"

"Cari di google."

"Gue ke rumah lo sekarang."

"Eits jangan." Hana dibuat panik, tentu saja ini pukul tiga subuh. "Nih ya, lo tinggal beli sayuran lengkap yang dijual mamang sayur depan kosan. Bilang aja buat sop terus tinggal beli bumbu instan aja. Selesai."

"Cara masaknya?"

"Liat di belakang kemasan bumbu instannya."

"Kalo yang manual?"

"Lo nih ya bikin kesel aja. Liat di google aja sana."

"Oke oke, makasi Hanaku."

Hana langsung mematikan handphonenya setelah telepon itu terputus. Handphone mati jauh lebih baik daripada ia harus membiarkan dirinya tersiksa karena pertanyaan konyol dari Pattar. Hari ini merupakan weekend, Hana bangun pukul 08.00. Ketika ia menyalakan handphonenya, ia tertawa karena melihat sebuah foto yang dikirimkan Pattar.

 Ketika ia menyalakan handphonenya, ia tertawa karena melihat sebuah foto yang dikirimkan Pattar

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

"Jadi nih sop gue, dibantuin Zai sih. Enak loh."

"Lo beneran cuma flu atau mau hajatan? Itu kenapa sopnya sampe satu magic com?" Hana tertawa sambil mengetik pesan.

"Kan kata lo suru ikutin petunjuk yang di kemasan bumbu instannya."

"Emang apa tulisannya?" Hana membalas pesan dengan cepat karena penasaran akan tingkah sahabatnya.

"Untuk 2 sampai 4 porsi. Setelah berdiskusi sama Zai akhirnya kami beli sayurnya 4 bungkus biar gak usah pusing mempertimbangkan takarannya. Kan tinggal masukin bumbunya sebungkus." Pattar mengirimkan sebuah voice note untuk menjelaskan.

"Kalian berdua anak teknik, masa gak bisa kira-kira tuh bumbu?"

"Kami gak mau ambil resiko Hana."

"Yaudah, makan yang banyak ya." Hana tersenyum menahan tawa.

"Siap. Sini ke kosan, mumpung sopnya masih banyak."

"Ogah. Nanti ketularan flu."

Pagi itu diawali dengan penuh tawa, hingga sebuah bunyi notifikasi dari handphone Hana membuatnya membeku.

Hana, ada waktu? Ada yang perlu Abang omongin sama kamu.

Pesan itu dari Petra.

Happy 1k readers...

Senang sekali bisa mencapai angka itu. Saat ini kita masih berjalan menuju konflik, jadi tungguin terus ya kelanjutannya.

Selamat Hari Raya Idul Adha.

Gak apa-apa telat sehari, kan suasananya masih lebaran.

Terima kasih sudah membaca.

The Untold Story ✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora