2. Takoyaki

253 89 12
                                    

Pattar melewatkan sarapan karena merasa canggung untuk duduk bersama keluarganya. Ia hanya membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan menatap langit-langit hingga ia terlelap. Suara ketukan pada bagian luar pintu membuat Pattar terbangun dari tidurnya. Begitu membuka pintu kamar Pattar kembali dibuat terkejut.

"Takoyaki?" Papa tersenyum, jenis senyuman yang sering disebut healing smile.

Pattar tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya. Dengan cepat ia mengikuti Papa ke meja makan. Mereka menghabiskan satu piring takoyaki bersama. Hal itu mampu mencairkan suasana karena takoyaki adalah makanan favorit keduanya.

"Papa gak kerja?" Pattar memainkan sumpit di tangannya.

"Sengaja ambil cuti buat ngobrol sama kamu."

Gerakan tangan Pattar berhenti, ia menatap wajah pria yang duduk dihadapannya. Ingatan masa kecilnya tiba-tiba muncul serupa deja vu.

Suatu pagi pada bulan April, Pattar bangun sendiri dari tempat tidurnya. Ia sudah terbiasa bangun sendiri meski usianya baru 5 tahun. Ia langsung menuju dapur untuk meminta sarapan pada asisten rumah tangga. Pattar kecil sudah terbiasa dengan kondisi rumah yang sepi karena kedua orangtuanya sibuk bekerja dan Petra sudah mulai masuk sekolah. Saat Pattar memanjat kursi meja makan, sebuah suara menarik perhatiannya.

"Pattar, Papa pulang." Papa membawa sekotak besar takoyaki kesukaan mereka.

"Papa, kok sudah pulang?" Pattar berlari kecil menghampiri papanya.

"Sengaja ambil cuti buat Pattar." Papa mengusap pelan puncak kepala Pattar.

"Cuti itu apa?" Pattar bertanya dengan suara yang membuat gemas.

"Cuti itu artinya hari ini Papa bisa main sepuasnya sama Pattar."

Mendengar hal itu, Pattar melompat kedalam pelukan papanya.

Mengingat hal itu membuat hati Pattar terasa hangat. Ia merasa pilihannya untuk pulang adalah pilihan yang tepat.

"Kamu mau berangkat sekolah sama Petra atau bawa mobil sendiri?"

"Kalau bawa motor boleh, Pa?"

"Kenapa? Kan kamu bisa pakai mobil, Papa sudah servis mobil buat kamu loh."

"Biasanya aku naik motor kalau ke sekolah. Aku gak nyaman kalau tiba-tiba harus bawa mobil."

"Oke, kalau gitu. Hari ini kamu mau cari motor bareng Papa?"

Senyum kembali menghiasi wajah Pattar. Sejak kecil Pattar memang lebih dekat dengan papanya. Pattar merasa lebih leluasa jika bersama papanya. Mereka juga memiliki banyak kesamaan, mulai dari makanan kesukaan, selera musik hingga ketertarikan pada dunia otomotif.

***

Mobil Petra memasuki garasi rumah, Petra sempat dibuat terkejut karena melihat mobil Papa yang sudah terparkir di garasi. Petra mengira mungkin Papa baru pulang, namun ia tersenyum pahit ketika melihat sebuah motor sport berwarna hitam berada di samping mobil Papa.

"Papa pulang lebih awal, mereka pasti sudah menghabiskan waktu berdua untuk pilih motor itu." Petra berbicara pada dirinya sendiri.

Sejak kecil Petra sudah menyadari kalau ia mendapat perhatian lebih dari orangtuanya namun melihat Pattar yang tiba-tiba datang dan mendapat perhatian penuh dari Papa membuatnya sedikit cemburu, sangat sedikit. Petra tahu, lima tahun terakhir ia menjadi pusat perhatian orangtuanya dan Pattar terbaikan begitu saja, tapi dia punya alasan.

"Aku pulang." Petra sedikit berteriak.

Tidak ada jawaban.

"Pa..."

Masih tidak ada jawaban.

Asisten rumah tangga mereka menghampiri Petra, "Bapak ada di taman belakang sama Mas Pattar."

"Papa pulang cepat ya?"

"Katanya cuti karena mau temani Mas Pattar."

"Oh, terima kasih, Bi." Petra menghela napas kemudian langsung bergerak menuju kamarnya. Ia berdiri di balkon kamarnya yang langsung menghadap ke taman belakang untuk melihat apa yang dilakukan Pattar dengan Papa. Saat melihat mereka bersenda gurau, ada sesuatu yang bergejolak dalam hati Petra.

"Mereka kelihatan bahagia, Papa gak pernah sesenang itu kalau ngobrol sama aku."


#30daywritingchallenge #30DWCJilid24 #Day4

The Untold Story ✓Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz