30. 127 Squad

108 24 8
                                    

Kerja kelompok kali ini sengaja diadakan di kosan Petra. Menurut Orion, kosan Petra adalah kosan paling ideal untuk membuat kegaduhan. Kerja kelompok hanyalah alasan untuk mereka berkumpul bersama. Kurang dari dua jam pekerjaan mereka untuk studi kasus sudah selesai. Tentu saja hal ini didukung oleh kemampuan Petra dan Orion yang bergelar sebagai pemilik IPK tertinggi di angkatannya. Johnny berkontribusi dalam pengetikan dan pembuatan PPT, sedangkan Jeffry hanya duduk untuk meramaikan suasana. Johnny memang memiliki ketertarikan pada dunia grafis, tapi ia harus terjebak mempelajari anatomi manusia karena cita-cita orangtuanya. Kakak laki-lakinya sudah mengambil langkah lain dengan menggeluti dunia fotografi dan film, jadi ia satu-satunya yang harus mengemban tanggung jawab melanjutkan gelar dokter di keluarganya. Jeffry sebenarnya bukan anak biasa, ia lahir di keluarga kaya raya yang memiliki banyak rumah sakit swasta di Indonesia. Tidak jauh berbeda dengan Johnny, ia juga secara terpaksa harus menjadi dokter untuk melanjutkan bisnis keluarganya.

Orion tengah sibuk berkutat dengan laptop dan proyektor, Petra sedang menyiapkan beberapa camilan, Johnny berdiri di depan kulkas, dan Jeffry sibuk dengan layar handphonenya. Ruangan berukuran 5x5m itu terasa sempit karena dipenuhi oleh tubuh-tubuh menjulang yang kini tengah tersebar di berbagai sudut.

"Nonton apa, nih?" Orion mengatur fokus proyektor yang ia tembak ke arah dinding yang menghadap jendela besar.

"Gue gak minat nonton yang romance." Jeff berkata, tidak mengalihkan pandangannya dari layar handphone.

"Kenapa harus nonton, sih?" Johnny yang tengah membawa beberapa botol minuman kaleng ikut protes.

"Kalian sudah janji, loh. Kabulin tiga permintaan gue." Orion jadi cemberut.

"Masih inget aja nih bocah." Jeff menggeleng setelah melirik Orion singkat.

"Lo mau nonton apa? Kita ngikut deh." Petra datang menengahi.

"Lo sih Tra, pake kalah segala sama nih bocah. Kan sekarang kita menderita." Johnny yang sudah paham betul kelakuan Orion jadi kesal.

"Loh, mana gue tahu kalau semester lalu IP dia bakal lebih besar." Petra duduk di sofa yang menghadap ke tembok yang kini tengah menampilkan pilihan film.

"Gue juga heran, kok bisa sih Orion ngalahin lo, Tra?" Jeff meletakkan handphonenya di meja dan meraih salah satu minuman kaleng.

"Dia memang secerdas itu, cuma kebanyakan nonton drama korea sih, jadi kalah dari gue. Coba kalo dia belajar serius, gue mah gak ada apa-apanya." Petra meneguk bir yang sudah ia buka.

"Tumben, Tra." Johnny sampai terbatuk saat melihat Petra meneguk bir, meskipun pada kemasannya tertulis alkohol 0%.

"Gak apa-apa, lagi pengen aja." Petra menghela napas panjang.

"Miracle in Cell No.7 atau Extreme Job?"

Pertanyaan Orion membuat perhatian Johnny teralih, "Kita sudah nonton Miracle in Cell No.7 tiga kali, Yon. Extreme Job aja." Johnny langsung menjawab pertanyaan Orion dengan cepat. Ia sudah lelah menangis karena kisah Miracle in Cell No.7.

"Kenapa lo hobi banget nonton Miracle in Cell No.7?" Jeff menatap Orion dengan tatapan penuh selidik.

"Kapan lagi bisa lihat playboynya prodi kedokteran nangis sambil sesenggukan." Orion terkekeh kemudian tersenyum hingga menampilkan gigi kelincinya.

Jeff yang merasa tersindir akhirnya melemparkan bantal sekuat tenaga ke arah Orion. Orion yang sudah tahu akan jadi bulan-bulanan Jeff, berhasil menghindar dengan tepat.

"Loh, anda merasa?" Orion masih menampilkan senyum yang sama.

Johnny tertawa hinga terbahak, "Lo aja ngaku Jeff. Anak Jatayu mana yang gak kenal Jeffry Narendra? Playboy kampus nomor satu."

"Diem lo. Mending gue kemana-mana dibanding lo bertiga yang gak punya pacar." Jeff mengangkat dagu dengan sombong. Kata-katanya tidak dapat dibantah oleh ketiga laki-laki yang kini terdiam kaku.

"Mau gue ajarin gak?" Jeff jadi sombong betulan.

"Sorry, Bro. Gue masih setia." Johnny menolak pasti.

"Masih aja belom move on lo?" Petra menatap Johnny prihatin.

"Gue sih belom tertarik ya buat pacaran. Mending gue tidur atau nonton drama deh, daripada harus ngurusin orang lain." Orion melakukan pembelaan.

"Lo, Tra?" Semua mata tertuju pada Petra yang justru tersenyum tipis.

"Ada, tapi kayanya gak akan mungkin sampai kapanpun." Petra menjawab dengan suara pelan.

"Wah, Bro. Lo belum perang aja udah mundur. Siapa cewenya? Sini biar gue kasih intro." Jeff jadi ngegas.

Petra kembali tersenyum tipis, "Mana nih, filmnya kok nggak mulai?"

Orion jadi kikuk karena setelah hampir lima tahun ia bersahabat dengan Petra, laki-laki itu tidak pernah membahas tentang wanita. Kepala Orion dipenuhi banyak pertanyaan hingga ia salah memutar film yang seharusnya mereka tonton.

"Extreme Job, Yon. Kok jadi Miracle in Cell No.7?" Johnny menggeleng dan menghampiri Orion. Ia mengganti film yang tengah diputar.

Sepanjang menonton film, mereka semua fokus dan tertawa bersama. Ini bukan kali pertama mereka menonton film bersama. Kegiatan menonton film selalu menjadi agenda bulanan mereka, karena ada saja alasan Orion untuk membuat mereka terjebak menonton film bersama. Dulu, Johnny pernah mengusulkan untuk menyewa bioskop sekalian, supaya mereka tidak perlu repot menyiapkan film yang akan ditonton. Tapi, Orion langsung marah karena usahanya untuk mendownload film bajakan jadi sia-sia. Jeff hanya bisa tertawa menyaksikan keributan yang ditimbulkan oleh kedua sahabatnya. Padahal menurutnya, mudah saja kalau mereka mau menonton di bioskop dengan privasi penuh karena satu panggilan dari seorang Jeffry Narendra mampu membuat satu bioskop kosong.

"Eh, polisi yang muda mirip sama lo tahu, Yon." Johnny terpancing bergosip seusai menonton film.

"Yang sakau tadi?" Orion menatap Johnny tidak percaya.

"Kalo gue perhatiin sih, mirip juga." Petra ikut bergabung.

"Gantengan gue kali." Orion menyergah sambil membereskan proyektor.

"Menurut lo gimana Jeff? Mirip kan?" Johnny tidak menyerah.

"Gak mirip. Gantengan aktor tadi lah. Orion mah gak ada apa-apanya." Jeff sibuk menatap layar handphonenya.

"Lo lihat apa sih? Gebetan baru lagi?" Johnny memanjangkan lehernya untuk menjangkau layar handphone Jeff.

Jeff hanya tersenyum tipis dan menunjukkan layar handphonenya.




Terima kasih sudah membaca.
Terima kasih yang sudah nunggu cerita ini. Terima kasih yang sudah kasih semangat. Maaf belum bisa update setiap hari.

Hari ini kita main ke kosan Bang Petra dulu.

The Untold Story ✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora