24

399 106 3
                                    

———

Gemuruh terdengar dari segala penjuru. Akal sehatku sudah nyaris tak bekerja lagi. Aku ingin lari tapi kakiku rasanya diganduli beton yang begitu berat. Lia dan Chaeryoung terlihat sama paniknya. Kami hanya bisa pasrah menunggu apa yang akan terjadi.

Ditengah kengerian luar biasa yang ku rasakan, sebuah batu jatuh tepat di hadapanku. Mataku langsung teralih ke atas untuk memastikan kalau batu itu memang jatuh dari atas. Begitu menengadah, aku mendapati sulur-sulur raksasa yang merambat dengan begitu cepat.

Sepersekian detik berikutnya, dinding magis di hadapan kami terlihat. Biji-bijian yang kami letakkan sudah mulai tumbuh dan menggoyahkan susunan batu yang menciptakan dinding itu. Kami bertiga mundur beberapa langkah lagi untuk menghindari batu-batu yang mulai berjatuhan secara acak.

"Syukurlah, itu bekerja dengan baik," gumam Lia.

Mendengar itu, aku ingin bersyukur juga. Namun, aku ingat kalau tepat di belakang kami sekarang ini, terdapat puluhan atau mungkin ratusan semut yang sebentar lagi akan tiba. Aku benci mengatakannya, tapi kalau aku akan mati sekarang, setidaknya biarkan aku bertemu keluargaku dulu, dasar semut sialan!

Batu-batuan itu jatuh satu persatu hingga menciptakan suara yang begitu keras. Hal itu membuatku khawatir kalau-kalau semut raksasa yang sedang mencari kami langsung menyadari keberadaan kami melalui suara itu. Kalau saja ada semacam sihir atau apa yang bisa meredam suara itu, aku pasti sudah menggunakannya.

Tanah di bawah kakiku mulai bergetar hebat. Sekarang, aku tidak bisa berpikiran positif lagi.

Pikirkanlah sesuatu. Ayo! Apa yang akan kau lakukan disaat-saat terburuk? Ayo berpikir!

Tidak! Aku tidak bisa berpikir lagi. Lia dan Chaeryoung tampaknya juga sama saja. Kami tidak mengerti harus melakukan apa disaat diterpa gempa bumi dari dua arah seperti ini.

Aku menengok ke belakang untuk memastikan kalau semut-semut itu masih cukup jauh. Namun naasnya, itu sudah terlambat. Pasukan semut yang mengejar kami sekarang hanya berjarak lima belas meter di belakang kami.

Tanpa berpikir panjang, aku menarik Lia dan Chaeryoung untuk berlari menerobos reruntuhan batu yang masih berjatuhan. Keduanya tampak terkejut melihat tindakanku yang tiba-tiba. Tapi, tidak ada waktu. Kami harus bergegas.

Aku bermaksud membawa mereka lari melewati tembok. Meski kakiku rasanya sudah mau lepas, aku tidak bisa berhenti. Aku memang takut mati, tapi aku jauh lebih takut kalau harus berhadapan dengan monster semacam Myrmeke dan mati jadi santapan mereka.

Agak sulit untuk menhindari batu-batuan itu. Namun, aku bersikeras untuk sampai ke dinding sebelum semut-semut itu mencapai kami. Jadi, tanpa terasa dinding itu sudah berada selangkah di depanku.

Gemuruh batuan yang berjatuhan akibat sulur tanaman yang tumbuh dengan liar semakin keras. Aku sempat melirik ke arah Chaeryoung dan Lia. Mereka pasti lelah karena sudah bekerja keras membantuku.

"Masuklah," kataku. Suaraku rasanya teredam sepenuhnya sehingga kedua temanku itu hanya mengerutkan dahi seolah bertanya apa yang baru saja kuucapkan. "Masuk, sekarang!"

Lia dan Chaeryoung mengangguk bersamaan lalu melompat melewati dinding melalui sebuah celah yang cukup lebar secara bergantian. Begitu memastikan mereka berdua sudah selamat, sekali lagi aku menoleh ke belakang dan mendapati semut-semut itu hanya beberapa langkah di belakangku.

Aku melangkah melewati dinding tepat waktu. Begitu aku menyusul Lia dan Charyoung, celah yang kami lewati tertutup oleh tanaman yang sedang tumbuh. Huh, beruntung aku sempat menyusul.

The Magical Island [TXT & ITZY]Where stories live. Discover now