8

531 130 0
                                    

———

Aku melihat Yeonjun dan Taehyun sedang berusaha menghalau humanoid super besar bertangan enam. Dibelakangnya, Kai sedang berusaha memapah Julia yang kakinya dibebat menggunakan kain super tebal.

Pemandangan itu cukup mengerikan. Aku bisa merasakan perasaan khawatir mereka. Yeonjun berkali-kali menebas dan menikam dengan pedangnya. Taehyun memanah dengan cekatan hingga anak panah di wadah yang ia sandang sudah nyaris tak tersisa.

"Sebaiknya kita pergi ke tempat yang lebih jauh," usul Yeonjun yang bersimbah peluh.

Aku tidak tahu mereka ada dimana. Pemandangannya agak kabur. Tempat itu seperti tempat yang sangat asing. Ada ladang gandum di sebelah kirinya dan beberapa pondok kecil di sebelah kanannya.

Taehyun menyetujui usulan itu. Dengan terburu-buru, mereka berlari menjauh. Mereka menghindari batu-batu yang terlempar ke arah mereka dengan gesit.

"Aku harap Beomgyu bisa keluar dari sana cepat-cepat," kata Taehyun. "Tanpa dia, kita akan kesulitan menyebrang."

Tiba-tiba semuanya jadi gelap.

Aku berpindah ke tempat lain. Sebuah pondok nyaman yang lebih besar berdiri di hadapanku. Di atasnya, ada sesuatu berwarna hitam yang berputar-putar tiada henti.

Seorang wanita dewasa duduk santai di kursi kayu di beranda pondok itu. Dari penampilannya, dia mengesankan kesan anggun seperti peserta ajang kecantikan. Wajahnya cantik sesuai standar orang Asia. Kulitnya seputih susu dan matanya sewarna madu.

Dia hanya duduk terdiam sambil memandang perbukitan di hadapannya. Tak lama kemudian, wanita itu tersenyum. Kalau saja matanya tidak berkilat jahat, senyuman itu niscaya membuat siapapun takluk, bahkan wanita sekali pun.

Aku tersentak bangun.

Begitu membuka mata, aku melihat Beomgyu sedang berkemas. Yeji dan Yuiko sepertinya sudah siap pergi sementara Soobin terlihat jauh lebih sehat dibandingkan dengan kali pertama kami menemukannya.

"Nah, kau bangun juga." Beomgyu mengangkat ranselnya ke bahu. "Kita harus bergegas. Ada suara anjing lagi."

Aku mendadak terduduk tegak. Beruntungnya, aku tidak linglung. Mendengar kata anjing, aku langsung buru-buru berkemas.

"Ada yang salah dengan anjing itu," ujar Yeji. "Kalau itu anjing yang sama dengan anjing yang kalian bunuh, harusnya dia tidak terbentuk secepat itu setelah dibinasakan."

"Aku setuju dengan itu," Soobin sepakat. "Kita tidak bisa tetap berada disini. Bau kita sepertinya memancing lebih banyak monster."

"Wah, asyik," gerutu Yuiko. Ada potongan kaleng di ujung bibirnya. "Barangkali kita akan temu kangen dengan sekawanan strix lagi."

"Ayo, teman-teman." Beomgyu berdiri lebih dulu. "Mungkin Yeji mesti menanam stroberi lagi setelah ini."

***

Aku dan Yuiko memimpin perjalanan pulang. Sebenarnya Yuiko tidak semenyebalkan itu—meski dia keras kepala. Dia orang setengah kambing yang cukup jeli. Penciuman supernya sangat berguna. Jadi, aku bisa menimbang dengan lebih mudah kira-kira jalan mana yang mesti kami lewati.

Beomgyu memapah Soobin dan berjalan tepat dibelakangku. Kaki kiri Soobin belum pulih sepenuhnya. Meski lukanya menutup, warna kakinya masih hijau.

Yeji, gadis itu sangat berani. Dia sepertinya tidak khawatir berjalan di barisan paling belakang. Aku membayangkan posisi itu saja mendadak merinding. Dalam hati, aku bertanya-tanya kira-kira keberaniannya bisa sampai seperti apa. Dia sangat pintar mengendalikan diri. Ekspresi wajahnya keras dan matanya selalu memandang dengan tajam. Kalaupun aku harus memilih musuh, Yeji takkan kumasukkan dalam daftar. Dia terlampau mengintimidasi.

The Magical Island [TXT & ITZY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang