23

392 104 4
                                    

———

Aku bersumpah demi apapun kalau aku benci sekali dengan labirin. Tempat itu begitu sempit, gelap dan menyeramkan. Mau dibayar berapapun, aku tidak sudi berada di tempat seperti itu lagi sampai kapanpun. Pasiphaë sialan itu mesti ku tendang mukanya setelah ini agar tidak macam-macam lagi.

Chaeryoung meraih tanganku dan Lia. "Ini semua ilusi. Percayalah padaku. Apapun yang terjadi, dengarkan apa yang ku katakan."

"B-baik," balasku dan Lia bersamaan.

Kami bertiga kini terjebak dalam ruang sempit. Berkali-kali aku menekankan kalau semua ini ilusi. Tapi, rasanya begitu nyata hingga rasanya keputusasaan memenuhi pikiranku.

"Baiklah, lari!" Teriak Chaeryoung.

Chaeryoung menarik tanganku dan Lia. Jadi, mau tidak mau kami berdua mengikuti apa yang Chaeryoung katakan. Meski tubuhku rasanya baru saja pulih, tapi tekad Chaeryoung mempengaruhiku agar bergerak dengan cepat. Ucapannya seolah mengatakan 'tidak peduli tubuhmu sehancur apa, yang penting ikuti perintahku' dan wushhh sekarang aku lari tanpa kendali.

Apa yang ku lihat di depan mataku hanya belokan-belokan yang tiada habisnya. Namun, beberapa kali Chaeryoung menyuruhku dan Lia untuk melompat, menunduk dan merapat ke kanan atau kiri. Ku kira dia hanya iseng melakukan itu. Ternyata maksudnya adalah untuk menghindari jebakan.

Ketika kami melakukan apa yang Chaeryoung minta, tiba-tiba muncul serangan entah dari mana. Serangannya pun beragam. Kadang puluhan pisau terbang, kadang anak panah dan yang paling seram adalah penjepit besi raksasa yang bisa memotong tubuhku kalau-kalau aku tidak menghindarinya.

Jebakan-jebakan itu muncul dari berbagai arah dengan kecepatan yang luar biasa. Aku benar-benar tidak bisa memprediksi apapun. Namun, Chaeryoung dengan yakinnya memberi perintah dan yang sulit dipercaya, semua yang Chaeryoung lakukan itu benar seolah dia memiliki radar untuk mendeteksi arah datangnya jebakan itu.

Aku tidak mengerti bagaimana Chaeryoung bisa melihat itu semua. Dia tampaknya tidak ragu sama sekali dan benar-benar bersusah payah melindungiku dan Lia agar tetap hidup.

"Wah, mau sampai kapan kalian akan menghindar?" Suara Pasiphaë terdengar sangat dekat. "Kalian takut sekali, ya."

Chaeryoung menghembuskan napas dengan berat. "Ya, kami takut sekali mati disini."

"Oh, benar. Malang sekali gadis-gadis ini." Pasiphaë terkekeh geli. "Matilah dalam ketakutan kalian sendiri!"

Kami terus berlari mengikuti arahan Chaeryoung. Aku sungguh-sungguh fokus pada suara gadis itu hingga tidak peduli apapun. Walau aku merasa takut setengah mati, tapi aku percaya padanya.

"Chaeryoung!" Lia menarik tangan Chaeryoung hingga membuat gadis itu tertarik ke belakang. "Ada jurang."

"Ya. Di dasar sana ada banyak sekali ular berbisa," kata Chaeryoung dengan santainya. "Tapi, kita harus melompat."

"Kau gila?" tanyaku.

Chaeryoung mengabaikanku. "Dalam hitungan ketiga, kita lompat."

"Hei, tunggu dulu."

"Chaer—"

"TIGA!"

Chaeryoung menarikku dan Lia ke dalam jurang itu. Entah ilusi atau bukan, aku benar-benar merasa jatuh ke dalam lubang tanpa dasar yang sangat gelap. Selagi tubuh kami sedang meluncur dengan cepat, aku menutup mata dan menahan napas. Seandainya aku mati, aku tidak mau melihat tubuhku sendiri hancur.

Tubuhku menimpa dan tertimpa sesuatu. Beberapa detik setelah merasa tubuhku sudah mendarat dengan cukup baik—meski rasanya sakit sekali—aku pun membuka mata. Hal pertama yang kulihat adalah Pasiphaë yang tubuhnya ku tindih. Di atas tubuhku sepertinya ada Lia dan di atasnya lagi ada Chaeryoung.

The Magical Island [TXT & ITZY]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant