16

425 108 9
                                    

———

Aku bermimpi aneh lagi dan yang mengesalkan adalah aku berada di dalam hutan yang sama seperti mimpiku yang sebelumnya. Firasatku mengatakan kalau hutan ini akan kujelajahi ketika tiba di pulau magis Martha.

Pemandangan di sekitarku tampaknya sama saja. Hanya ada pohon-pohon tinggi nan rindang yang tampaknya tumbuh dengan sangat baik hingga sinar matahari sekalipun mungkin tak bisa menembus dedaunannya yang subur.

Tubuhku bergerak lurus ke depan. Makin jauh makin terasa betapa angkernya tempat ini. Aku tidak yakin ada hantu atau monster macam apa tapi rasanya sangat mencekam seolah aku sedang dikepung oleh sepasukan babi raksasa yang siap menerjang kapanpun mereka mau.

"Mati ... mati ... akan mati."

"Dia akan mati ditangan saudaranya sendiri."

"Kemalangan yang tiada habisnya."

"Lebih baik tidak sama sekali."

"Pembunuh! Rasa bersalah akan menghantuimu!"

Aku menoleh kesana kemari untuk mencari tahu asal suara itu. Mungkinkah suara itu nyata? Ataukah yang kudengar tadi hanya khayalanku?

Bulu kudukku meremang seketika kala menyadari aku sendirian disini. Tidak ada orang, monster atau bahkan hantu. Jadi, yang tadi itu suara siapa? Kuharap suara itu bukan berasal dari pepohonan di sekitarku. Kalau benar demikian, berarti aku sudah sinting karena bisa mendengar pohon bicara.

Mataku teralih pada sosok yang berdiri mematung jauh disisi kananku. Aku tidak bisa melihat dengan jelas karena keterbatasan cahaya. Dari posturnya, aku cukup yakin kalau dia seorang wanita. Saat aku mencoba mendekat, tubuhku mendadak terlempar jauh hingga menabrak salah satu pohon. Rasa sakitnya terasa familiar. Apa punggungku terbentur sesuatu sebelumnya?

"Ryujin! Kau sudah sadar?"

"Hei, jangan diganggu!"

"Aku melihat tangannya bergerak."

Oh, syukurlah. Kalau yang barusan aku tahu itu suara siapa. Ku buka mataku perlahan dan mencoba membiasakan diri dengan cahaya terang yang tiba-tiba menimpa retinaku. Pemandangan pertama yang kulihat adalah Yuna dan Kai yang duduk berdampingan sambil menatap khawatir ke arahku.

"Benar, kan. Dia sudah sadar," kata Yuna.

Aku mencoba untuk duduk tegak tapi punggungku sakitnya minta ampun. "E-eh, apa yang terjadi?"

Yuna menahan bahuku lalu membetulkan posisi tidurku. "Jangan banyak bergerak dulu. Kau baru sadar."

"Iya, benar." Kai mengangguk setuju. "Bagaimana perasaanmu sekarang?"

"Punggungku ... apa aku habis dilindas truk? Rasanya tulang-tulangku remuk semua."

Yuna tertawa pelan. "Kau ini ada-ada saja."

"Kau dilempar griffin, ingat? Gerbong keretanya penyok parah. Tidak heran kalau tulang-tulangmu sampai remuk," jelas Kai dengan santai.

"Ah, itu. Lalu, sekarang kita ada dimana?" Aku memperhatikan ruangan tempat aku beristirahat. Tempat ini seperti kamar hotel.

"Penginapan," jawab Yuna. "Kau kebetulan sekamar denganku. Karena kau pingsan cukup lama, Kai datang kemari untuk menemaniku mengobrol."

Aku mengangguk paham. "Seberapa jauh kita dari Seoul?"

The Magical Island [TXT & ITZY]Where stories live. Discover now