20

423 109 8
                                    

———

"Siapa Phaea?" tanyaku dengan nada nyaris berbisik ketika kami sudah cukup jauh dari istal.

"Dalam mitos, dia itu wanita yang memelihara seekor babi raksasa yang menghancurkan sebuah desa," jawab Chaeryoung dengan suara yang sama pelannya.

Aku mengangguk mengerti. "Kalian tahu bagaimana cara mengalahkannya?"

"Ya," kata Julia. "Kalahkan dulu babinya, setelah itu kita bisa bunuh wanita itu."

Kami bertiga bergerak memasuki hutan. Beberapa meter setelah kami berada di dalamnya, rasa merinding menyerangku secara tiba-tiba. Berbeda dengan rasa merinding karena hantu, merindingku yang sekarang diliputi rasa ngeri luar biasa seolah semua monster di dalam hutan ini memberi tanda keberadaan mereka masing-masing.

Hutan yang kami masuki dipenuhi tumbuhan liar. Pepohonan yang tumbuh pun tampak sama seperti yang ada di dalam mimpiku. Saking rindangnya, kami berjalan dalam kegelapan. Benar-benar tidak ada secercah cahaya pun yang mampu menembus melewati rindangnya pepohonan disini. Kalau kami bertiga tidak bergandengan tangan, bisa-bisa kami tersesat.

"Teman-teman," bisikku. "Kurasa aku akan membicarakan sesuatu yang penting sekarang."

"Bicaralah," kata Julia. "Kami akan mendengarkan."

Setelah cukup lama menimbang, akhirnya aku memutuskan untuk memberitahu hal ini. Benar apa yang dikatakan Yeji. Aku harus melakukannya bersama dengan Julia dan Chaeryoung.

"Aku diberi tugas khusus oleh ibuku." Tangan Chaeryoung yang kugenggam menengang. "Dia memintaku mengikatkan lonceng di batang pohon terbesar dalam hutan ini."

"Lonceng apa?" tanya Chaeryoung.

Aku menggeleng lemah meski tidak ada yang bisa melihatnya. "Aku juga tidak tahu."

"Lalu, biji-bijian yang kau minta itu untuk apa?" tanya Julia.

"Aku juga tidak tahu itu untuk apa. Melihat tempat ini begitu gelap benar-benar membuatku putus asa. Kita tidak bisa melihat apa-apa disini," kataku.

Rasanya menyedihkan sekali kalau memikirkan bagaimana semua orang percaya padaku sementara keadaan yang kuhadapi disini sangat tidak memadai. Ku pikir akan mudah mencari batang pohon terbesar di hutan ini. Tapi kalau hutan ini benar-benar gelap, jangankan mencari pohon, melihat Chaeryoung dan Julia yang ada di sebelahku saja nyaris tidak bisa.

"Pasti ada cara," gumam Chaeryoung. "Ada sesuatu yang berharga disini."

"Apa kau berpikir monster-monster yang tinggal disini bukan semata-mata tinggal? Maksudku, mereka mungkin melakukan sesuatu disini?" tanyaku.

"Iya," jawab Chaeryoung. "Penyihir yang disebut oleh Merador tidak mungkin mau tinggal disini kalau bukan untuk melakukan sesuatu yang penting."

Julia berdecak kesal. "Wanita itu mana mau tinggal di hutan."

"Kau bilang Thanatos ditawan di tanah lapang, 'kan?" tanya Chaeryoung.

"Benar," jawabku. "Tempat itu ada di luar hutan ini."

Genggaman tangan Chaeryoung mengerat. "Baiklah. Sebaiknya kita harus cepat-cepat menemukan jalan keluar."

Kami melanjutkan perjalanan dalam keheningan. Aku sendiri terlarut dalam pemikiranku sendiri. Ada banyak pertanyaan yang masih ku cari jawabannya dan yang paling mengganggu adalah biji-bijian dan lonceng yang sekarang kubawa. Benda-benda itu untuk apa? Kalau memang sepenting itu, bukankah jauh lebih baik kalau ibu memberitahu sejak awal?

"Tunggu!" Tangan Chaeryoung menarikku mundur. "Ada yang aneh disini."

Aku mengamati keadaan sekitar dengan waswas. "Apa kau merasakan ada monster disekitar sini?" bisikku.

The Magical Island [TXT & ITZY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang