18

405 103 9
                                    

———

"Kalian berhati-hatilah," pesan Beomgyu. "Jangan keras kepala, diskusikan apapun yang akan kalian lakukan bersama-sama."

Kami sudah tiba di tepi pulau dan kini sedang bersiap-siap untuk pergi. Karena tubuhku sekarang hanya bayangan putih tipis, rasanya aku bisa melayang. Aku menuruni perahu dengan mudah dan berbalik menatap Beomgyu.

"Jangan khawatir. Kami tidak akan seperti itu," kataku.

Beomgyu yang juga tidak lagi terlihat seperti manusia menyeringai usil. "Kau itu terkadang nekat, Ryujin. Kuharap kau punya strategi yang keren sekarang."

Aku mendengus pelan. "Biar aku nekat pun, aku tetap berpikir. Lagipula jadi orang nekat juga butuh keberanian, tahu!"

"Ya, ya. Pergilah dan pastikan kau pulang dengan selamat."

"Sihirnya akan hilang ketika kau keluar dari sini," kata Chaeryoung menginterupsi pembicaraan kami. "Berhati-hatilah. Yah, meski aku tidak perlu mengkhawatirkanmu sebenarnya."

Beomgyu mengangguk. "Aku pergi dulu." Pemuda itu menggerakkan perahunya dengan mudah. "Sampai jumpa."

Aku, Chaeryoung dan Julia sama-sama melambaikan tangan. Kami bertiga berdiri menatap perahu itu menjauh hingga hanya tersisa setitik hitam yang perlahan menghilang. Ketika perahu itu benar-benar lenyap dari pandangan kami, Julia mengajakku dan Chaeryoung untuk langsung pergi dari sana.

"Aku melihat cyclops di depan sana," ujar Julia sambil menunjuk sebuah gua yang paling dekat dengan tempat kami berdiri. "Lebih baik kita tidak buang-buang waktu."

Aku mengangguk setuju. "Ayo!"

Kami bertiga memasuki area depan pulau itu sembunyi-sembunyi. Walaupun tubuh kami sekarang ini menyerupai arwah, tidak menutup kemungkinan kalau kami tertangkap basah. Oleh karena itu, kami melayang dekat-dekat pohon atau semak-semak agar lebih aman.

Sejauh mata memandang, hanya ada pohon-pohon dan semak-semak di area depan. Makin jauh kami masuk ke dalam, makin rimbunlah tumbuh-tumbuhan itu. Aku hampir-hampir bernapas lega karena tidak menemui hal-hal yang menyeramkan. Namun, ternyata hal itu akan mustahil kulakukan meski berjalan lebih jauh lagi.

Setelah melewati pepohonan, kami menjumpai sekawanan griffin yang sedang beristirahat. Untungnya, mereka sedang terlelap. Jadi, kami tidak perlu mengkhawatirkannya.

Beberapa langkah setelahnya, kami berkali-kali melihat dracaena melata kesana kemari dengan sibuk. Mereka hampir sama seperti Sandra. Satu-satunya perbedaan yang tampak jelas adalah mereka tidak tampak ramah sama sekali. Yah, sejujurnya Sandra juga tidak seramah itu. Tapi, setidaknya wanita itu tidak menatap kami seperti makanan.

"Mereka tidak melihat kita, kan?" bisikku.

Chaeryoung menggelengkan kepala. "Ku harap tidak."

Lebih jauh lagi kami bergerak, kami menemukan sekelompok humanoid raksasa bertangan enam yang sedang saling membenturkan kepala. Tiap kali ada yang jatuh, tanah dibawah kami bergetar-getar.

"Mereka itu kenapa?" tanyaku dengan suara sekecil mungkin.

"Mungkin sedang bermain," jawab Julia sekenanya. "Anak Bumi memang bodoh. Badannya saja yang besar-besar, otak mereka tetap saja kecil."

Tampaknya memang mereka sebodoh itu. Makhluk-makhluk besar itu hanya mengenakan cawat. Lagipula apa asyiknya saling membenturkan kepala satu sama lain? Melihat ini, aku bersyukur hanya menyaksikan pesumo di dunia manusia.

Begitu kami keluar dari area itu, kami menemukan pemandangan yang jauh lebih baik. Disebelah kiri kami, terbentanglah ladang gandum yang cukup luas. Disebelah kanan kami, ada sungai yang airnya tampak begitu bersih.

The Magical Island [TXT & ITZY]Where stories live. Discover now