6

544 130 1
                                    

———

Aku tidak tahu bau demigod itu seperti apa. Menurut hidung Yuiko, kami sudah dekat dengan teman mereka yang hilang. Tapi, makin jauh kami berjalan makin menakutkan saja rasanya.

Jalan yang ditunjukkan Yuiko selalu berbanding terbalik dengan jalan yang kulihat. Aku seringkali melayangkan protes padanya. Namun, semua orang mengabaikanku. Lama-lama hal itu membuatku jadi dongkol.

"Tapi, aku yakin jalannya ada di sebelah kanan," sanggahku ketika Yuiko menunjuk jalan lurus di depan kami.

Yuiko menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak. Baunya ada disana."

Nah, kira-kira seperti itulah perdebatan kami sepanjang perjalanan. Itu berlangsung belasan kali dan semua petunjuk jalan yang Yuiko arahkan adalah jalan yang kami tempuh hingga sekarang. Satu-satunya hal yang tak membuatku keberatan adalah tiap jalan yang Yuiko pilih tampak terang benderang. Dinding-dindingnya berpendar keemasan. Hal itu membuat senter yang Beomgyu bawa tidak ada gunanya.

Kami berjalan dalam keheningan. Berkali-kali kami mendengar suara-suara seram dari berbagai arah. Bau-bau tak sedap pun menyertai perjalanan kami. Semakin aku memikirkan hal-hal itu, hatiku semakin tidak tenang. Otakku yang tak sejalan dengan kakiku seolah mengatakan jangan pergi ke jalan itu atau kau akan mati.

Suara-suara menyeramkan itu makin nyaring. Awalnya hanya suara berisik yang tercampur aduk hingga suara-suara itu tidak bisa kami identifikasi. Sekarang, suara-suara itu seolah terfokus pada satu hal. Makin jauh kami melangkah makin jelaslah suara yang kami dengar.

NGIIIIK

Suara itu terdengar lebih nyaring. Aku sempat berpikir kalau itu mungkin suara babi. Tapi, ruang yang kami lalui cukup untuk menampung dua kalajengking raksasa. Jadi, kalaupun itu babi, paling tidak beratnya mesti tiga ton.

"Suara apa itu?" tanyaku.

"Harusnya aku ingat itu suara apa. Tapi, entahlah. Aku tidak yakin," jawab Beomgyu yang kini berjalan dibelakangku.

Yuiko memimpin perjalanan kami. Setelah mendengar suara-suara itu, aku yakin dia menyesal karena sudah mengajukan diri agar bisa berjalan paling depan.

Suara kepakan sayap membuat kami semua mendadak berhenti. Mendengar suaranya begitu riuh, aku yakin makhluk bersayap itu datang berkelompok.

"Burung," kata Yeji. "Burung macam apa yang tinggal di tempat seperti ini?"

"Oh, tidak." Beomgyu melesak maju. "Sepertinya aku tahu itu monster apa."

Yuiko menggigiti ujung bajunya. Sekeluarnya kami dari sini, dia mungkin sudah telanjang dada kalau terus menerus melakukan itu.

"Bau darah. Aku tidak suka yang satu ini," ujarnya.

"Beomgyu, makhluk apa itu?" tanya Yeji yang berdiri di depanku.

Beomgyu mengangkat pedangnya. "Strix. Masalahnya, dia takkan mungkin bisa kita bunuh."

"Kenapa?" tanyaku.

"Kita akan kena kutuk kalau coba-coba membunuhnya."

Aku memandang ke arah datangnya suara itu dengan harapan makhluk itu tidak muncul di hadapan kami. "Kalau tidak kita bunuh, makhluk itu akan melakukan apa?"

"Memburai ususmu, meminum darahmu dan memakan dagingmu," jawabnya. "Oh, jangan sampai kau dilukai oleh mereka. Nanti kau bisa lumpuh."

"Lebih baik kita lari," usul Yeji.

Yuiko mengangguk-angguk setuju. "Aku suka pilihan itu."

"Baiklah, teman-teman." Beomgyu berbalik menghadap kami. "Ayo kita lari. Sekarang!"

The Magical Island [TXT & ITZY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang