22

404 105 3
                                    

———

Satu hal yang sedang ku syukuri lagi sekarang ini adalah wilayah yang kami lalui dipenuhi cahaya obor. Hal itu jauh lebih baik dibandingkan berjalan gelap-gelapan. Meski sejujurnya kami tahu maksudnya adalah kami sudah lebih dekat dengan sarang semut raksasa dan penyihir yang akan Chaeryoung hadapi, tapi rasanya kami tidak begitu gugup.

Chaeryoung tampak sangat tenang dan Lia terlihat cuek-cuek saja. Sikap mereka itu membuatku merasa lebih baik dan bisa berpikir jernih. Ku duga kedua temanku ini juga diam-diam pasti sedang memikirkan sesuatu juga.

Langkah demi langkah yang kami lalui terasa begitu ringan. Meski sekarang tubuhku diselubungi kabut sihir dan tampak bagai bayang-bayang putih seperti sebelumnya, tapi aku bisa merasakan tanah di bawah kakiku meski rasanya aku melayang cukup tinggi seperti hantu.

Kami tidak bisa mengetahui waktu di sini. Tapi, perjalanan kami sepertinya sudah lebih dari satu jam kalau dihitung dari masuknya kami ke hutan. Hal itu menenangkan pikiranku karena itu artinya waktu yang kami miliki tersisa cukup banyak. Aku hanya berharap kami bisa menyelesaikan ini semua sebelum fajar tiba.

Setelah bergerak cukup lama, tibalah kami di kawasan sarang semut raksasa. Tepat di hadapan kami, berjejerlah mulut-mulut gua yang sama persis dengan yang ku lihat didalam mimpi.

"Ini dia," gumam Lia.

"Persis seperti yang ku lihat," imbuhku pelan.

Tanpa berpikir dua kali, kami bertiga langsung mendekat ke salah satu mulut gua dan memeriksa apa yang ada di dalamnya. Selain kantung-kantung berisi manusia yang menggantung, gua itu dipenuhi obor juga di beberapa sisi. Ketika kami masuk lebih dalam lagi, barulah kami menemukan beberapa ekor semut yang sedang beristirahat.

Kami bergerak pelan sekali sambil bergandengan tangan. Kalau dipikir-pikir, ada baiknya juga misi ini dilakukan pagi buta seperti sekarang. Setidaknya monster-monster ini tidak sedang beraktivitas saat ini sehingga kami bisa bergerak dengan lebih mudah.

Beberapa menit berikutnya, kami tiba di sebuah tempat lapang yang begitu luas. Tepat di tengahnya, terdapat batu besar yang ditutupi tumpukan jerami. Di atas batu itu, seekor semut yang berukuran sangat besar sedang mematuk-matuk satu kantung daging manusia dengan brutalnya. Aku bergidik ngeri melihat makhluk itu tampak begitu bernafsu untuk menyantap makanannya.

Aku merasakan tangan Chaeryoung gemetaran melihat pemandangan mengerikan di hadapan kami. Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menenangkannya. Kalau bisa, justru aku maunya lari saja dari tempat ini dan pulang ke rumah.

"Lanjutkan," bisik Lia. "Sedikit lagi. Ayo, teman-teman. Kita bisa!"

Sorot mata Lia menunjukkan tekad yang besar. Aku yang melihatnya merasa begitu terdorong untuk terus bergerak.

Aku mengangguk dengan pasti lalu tersenyum melihat teman-temanku. "Benar. Tidak ada waktu untuk membalikkan badan. Kita sudah bersusah payah untuk bisa sampai di tempat ini."

"Baiklah." Chaeryoung menggenggam erat tanganku dan Lia. "Teman-teman, mohon bantuannya."

Kami melanjutkan pergerakan kami dalam keheningan. Secara refleks, kami merapat ke dinding-dinding gua dan memutari tempat lapang itu untuk sampai ke ujung gua yang lain yang kami yakini sebagai jalan keluar. Saking berhati-hatinya, aku bahkan sampai menahan napas tiap melangkah.

Si semut raksasa yang sedang sarapan—yang agak kepagian—itu tak terusik. Dia pasti sangat fokus makan hingga tak menyadari kehadiran kami bertiga yang seperti kecoa. Ku duga dia pasti ratunya. Yah, semut tetaplah semut seberapa besar apapun ukurannya.

The Magical Island [TXT & ITZY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang