Ekstra 10

2K 245 16
                                    

Jungkook, terkadang aku berpikir, apa memberikanmu seluruh hatiku bukanlah suatu masalah besar? Kau tak tahu seberapa besar rasa takut yang aku simpan selama ini.

Aku tak pernah ingin ditinggalkan, menjadi sendirian dalam luka-luka yang menganga. Aku tidak ingin berakhir menyedihkan hanya karena rasa cintaku yang terlalu besar. Akan tetapi, apakah ini benar-benar cinta? Aku bahkan masih berpikir cinta itu seperti apa dan bagaimana orang-orang seharusnya menjalaninya.

Tetapi, Jungkook. Ketika aku melihatmu tiba-tiba datang sembari tersenyum pada ibumu yang telah didera cemas terhadapmu, berulang kali itu membuatku berpikir jika mungkin aku hanya sedang bermimpi, di siang hari terik namun terasa begitu menyejukkan. Aku hanya ingin jujur tentang satu hal, bahwa aku benar-benar merindukanmu dan tak tahu harus bagaimana untuk mengatasinya. Aku bahkan berharap bahwa tiada lagi hari yang akan aku gunakan untuk menanti kedatanganmu lagi.

Bagiku, melihatmu tersenyum saja sudah cukup membuatku percaya bahwa keadaanmu baik-baik saja selama tidak bersamaku. Aku tidak akan banyak menuntutmu, kau harus ini, kau harus itu. Tidak, aku tidak perlu yang seperti itu karena aku akan percaya sepenuhnya padamu. Namun, kau tahu apa yang membuatku sangat terluka hingga rasanya tak ingin melihat wajahmu lagi? Saat kau mengakui sengaja menjauh dariku hanya karena kau takut jika aku tak dapat menerima kondisimu.

Kau lelaki brengsek, Jungkook.

Marah karena aku mengumpat padamu?

Jika saja aku berusaha untuk melupakanmu karena kau telah ingkar janji, aku mungkin sudah menikah dengan Taehyung dari beberapa hari yang lalu. Meski mustahil, aku selalu menunggumu datang, atau setidaknya kita bertemu, di suatu waktu dan di suatu tempat, siapa yang tahu rahasia Tuhan untuk mempertemukan manusia dengan seseorang yang telah dipilih oleh-Nya?

Kurasa, mengumpat hingga menangis darah pun akan percuma saat ini, sebab kau tidak akan seperti dulu lagi. Bahkan ketika kau mengatakan tiada waktu lagi yang tersisa untukmu dapat terus bernapas dengan bebas rasanya sudah sangat mencekikku hingga rasanya aku akan mati, apa yang salah dari otakmu? Pikirku saat itu yang hanya diam tak habis pikir melihatmu begitu santainya bicara sembari tersenyum sedangkan ibumu telah berurai air mata duduk di sebelahmu. Oh, aku bahkan sempat berpikir bahwa kau sudah gila, mungkin saja kau mengalami kecelakaan kecil yang membuat otakmu sedikit bergeser.

Aku melihatmu tersenyum di sana, begitu tenang dalam duduk saat matamu menatap rerumputan yang menari-nari sebab tertiup angin. Ini gila, tetapi bahkan aku tak dapat mengalihkan sedikit pun perhatian dari lekuk wajahmu yang telah lama aku rindukan.

"Aku berusaha untuk datang, menepati janjiku." pandangan Jungkook beralih, menatapku lekat, hingga aku dapat merasakan rasa hangat menembus tubuhku, kali ini begitu sopan. "Tapi tiap kali aku ingin pergi menemuimu, aku selalu berakhir terbaring lemah."

"Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal, Jung?"

"Sejak awal? Kau tahu, Ji. Aku bahkan tidak berpikir dapat berteman dekat denganmu hingga seperti ini, jadi aku berencana menyimpannya untuk diriku sendiri." ah ya, aku tidak tahu seberapa sakit yang harus ia tanggung ketika tiba-tiba kambuh, selama ini aku hanya terus mengutuk namanya karena terlalu sering ingkar janji, aku bahkan ingin sekali membencinya.

"Jung, aku tak percaya ini. Kau bohong padaku, kan? Kau bergurau, kan?" dan yah … aku sendiri tak tahu kenapa jadi cengeng begini, hanya saja, mendengar ucapan Jungkook yang mengatakan bahwa usia lelaki itu tak lagi berlangsung lama itu membuatku ingin memaki dan memberontak. Aku jelas tidak setuju diagnosis yang dokternya berikan, ini sangat tidak adil, kenapa sesingkat itu?

Jungkook tersenyum lembut. "Ji, parkinson bukan penyakit sepele yang bisa dijadikan gurauan."

"Tapi ini tidak adil, rasanya sangat sakit, bukan? Bagaimana kau bisa mengatasi itu semua, pasti itu sangat menyiksa."

𝟏𝟑 𝐑𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧𝐬 𝐖𝐡𝐲 𝐈 𝐇𝐚𝐭𝐞 | ✓Where stories live. Discover now