Alasan Kesebelas

1.9K 358 11
                                    

Aku sedang berusaha, bertanya kepada beberapa siswi lain yang mungkin saja memiliki kamar kosong di asramanya. Aku ingin pindah, tak tahan jika terus berada satu asrama dengan Jungkook yang membuat otakku tak waras. Tetapi mereka bilang kamar mereka sudah penuh, aku bahkan sampai bertanya pada Guru Shim tentang kamar kosong di unit lain. Saat Guru Shim bertanya kenapa aku ingin pindah, aku menjawab jika aku dan Jungkook tidak cocok.

Ya, bagaimana bisa cocok jika pemuda itu selalu mancing pertengkaran melalui hal-hal kecil yang bahkan tak pantas untuk dibahas.

Aku menghela napas, lelah rasanya bertanya ke sana-sini tetapi tak mendapatkan jawaban yang aku inginkan. Entah memang tidak ada lagi kamar kosong, atau mereka tak ingin berada dalam satu unit denganku. Aku tidak tahu.

Pulang sekolah hari ini aku tak langsung pulang ke asrama, aku memilih pergi keluar untuk memenuhi janji yang sebelumnya aku buat dengan Yugyeom. Aku menunggu di sana cukup lama, bahkan sudah menghabiskan dua mangkuk ramen instan serta tiga botol susu. Begitu bosan menunggu hingga kuhabiskan waktu untuk memainkan permainan di ponselku.

Yugyeom tak bisa dihubungi, aku sudah mencoba menghubunginya beberapa kali, aku takut dia lupa dengan janji ini dan malah mengerjakan hal lain. Jika itu sampai terjadi aku tidak tahu apa yang harus lakukan, hubungan ini baru berjalan hampir dua minggu tapi Yugyeom sudah mengingkari janji dua kali, dan jika ini ia ingkari lagi maka sudah tiga kali dia tak menepati janjinya.

Aku hendak menghubungi Yugyeom lagi saat ponselku bergetar dan nama Jungkook tertera di sana, dengan jengkel ibu jariku menggeser ikon berwarna merah lalu menaruh benda itu di atas meja. Memandang keluar jendela sesekali meneguk susu yang baru saja aku buka, sungguh menunggu itu sangat membosankan.

Tak berselang lama, ponselku kembali bergetar dan Jungkook adalah pelakunya. Aku berdecak kesal, kembali menggeser ikon merah dan ponselku menjadi senyap kemudian. Aku sudah bilang untuk tidak menggangguku, tetapi Jungkook ini keras kepala dan tidak mau ditolak.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, sudah tiga jam sejak aku duduk sendirian di toko serba ada menanti kedatangan Yugyeom. Udaranya dingin karena di luar sedang turun hujan, dan aku tak membawa jaket atau pakaian tebal lainnya yang bisa menghangatkanku, yang hanya bisa aku lakukan hanyalah menggosok kedua tanganku dan meniupnya untuk menghilangkan dingin menusuk.

Aku sangat berharap Yugyeom tak melupakan janji temu ini, sungguh, aku sangat berharap di datang.

"Orang ini kenapa, sih?" aku menggerutu saat Jungkook kembali menghubungiku, berbeda dari tindakanku sebelumnya, kali ini aku memilih mengangkatnya saja untuk tahu apa yang sebenarnya pemuda itu inginkan dengan cara mengusikku seperti ini. "Ada apa? Aku sudah bilang jangan ganggu aku."

"Kapan kau akan pulang? Kau tidak lihat langit sudah gelap?"

Aku mendengkus kesal, merotasikan mata lalu menatap ke luar jendela. Jalanan begitu sepi karena hujan, dan itu membuatku sedikit takut berpikir bagaimana caranya untuk pulang dengan keadaan yang sepi begitu.

"Aku masih menunggu Yugyeom, jangan ganggu aku."

"Masih menunggu katamu? Kau tidak hitung sudah berapa lama kau di sana? Sudah hampir empat jam, Song Jia. Apa kau tidak lelah menunggu sesuatu yang tak pasti? Dia bahkan tak bisa dihubungi."

Keningku berkerut, menjauhkan ponsel dari telingaku sejenak berpikir bagaimana Jungkook bisa tahu jika Yugyeom tak bisa dihubungi, pemuda itu pasti menghubungi Yugyeom juga untuk memastikan. Astaga, apa yang salah dengan Jungkook?

"Cepat pulang!"

"Masa bodoh!" aku memutus sambungan telepon, menaruh ponsel kembali ke atas meja dengan sedikit hempasan. Kenapa aku jadi merasa jika Jungkook bersikap seperti ibuku, dia sangat cerewet.

Aku kembali melalui waktu, terduduk sia-sia menanti kedatangan Yugyeom yang tak jelas kapan akan datang. Orang-orang silih berganti memasuki toko dan memandangku heran sebab aku masih menggunakan seragam sekolah pada jam yang tidak wajar, biasanya jika ada kelas tambahan siswa tidak akan kembali dari sekolah pada jam seperti ini, biasanya akan lebih larut.

Akhirnya aku memilih menyerah, bangkit dari kursi setelah menghabiskan susu dan membuang botolnya ke tempat sampah bersama sampah milikku yang lain. Kakiku berjalan gontai keluar dari toko, menunduk lesu dengan kedua tangan memegangi tali tas.

Rasanya ingin menangis saja, Yugyeom tak datang padahal aku sudah menunggu lama, aku bahkan melewatkan makan malam yang seharusnya berlalu dengan menyenangkan di asrama. Tanganku menyeka mata yang basah, menendang kerikil kecil yang terkadang menyentuh ujung sepatuku yang terdapat sedikit lumpur menempel.

Ponsel di tangan sesekali aku pandangi, berharap jika Yugyeom menghubungiku dan meminta maaf. Tetapi hasilnya nihil karena aku tak mendapatkan apa pun bahkan hingga aku memasuki gedung asrama dengan keadaan basah kuyup, aku menembus hujan lumayan deras disertai angin kencang yang dingin tanpa menggunakan payung.

Tanganku hendak membuka pintu saat benda itu terbuka lebih dulu dan Jungkook keluar dari sana, beberapa saat Jungkook tampak terkejut melihat keadaanku sebelum menarikku masuk. Langkahku masih saja gontai saat memasuki rumah, air hujan yang menetes melalui ujung-ujung pakaian dan rambutku membasahi lantai. Aku tak sempat melihat bagaimana raut wajah Jungkook melihatku yang berantakan, karena aku langsung memasuki kamar dan menutup pintunya dengan lesu.

Aku membersihkan diri terlebih dahulu, menyisir rambutku yang basah dalam diam dan gerakan tak bersemangat. Tubuhku terasa menggigil dan kupikir karena udaranya, tetapi sesaknya hati tak bisa aku tahan membuatku terisak padahal rambutku belum disisir seluruhnya. Telapak tanganku membuat perlindungan, menutupi wajah agar suara tak terdengar hingga keluar dan Jungkook mendengarnya.

Sialnya, saat itu Jungkook datang membawa selimut tambahan agar aku tidak kedinginan, melihatku yang menangis membuatnya menatap sendu. Jungkook mendekatiku hati-hati, menaruh selimut di atas tempat tidur terlebih dahulu sebelum berjongkok di hadapanku, tangannya menyingkirkan tanganku namun aku menepisnya.

"Ada apa?"

Aku tak menjawab, masih terisak untuk menelurkan rasa sakit. Aku tak pernah berada dalam keadaan seperti ini, aku tak pernah dikhianati oleh orang yang aku sayangi seperti ini. Berkencan adalah hal yang baru bagiku, rasanya asing dan aku tidak tahu bagaimana untuk menyikapinya. Aku cengeng, aku tahu. Tapi rasanya sakit karena ini pertama kalinya seseorang yang sangat aku sayangi mengingkari janjinya hingga membuatku harus menunggu berjam-jam lamanya dan kehujanan.

Jungkook tak bertanya apa-apa lagi, dia hanya duduk di sebelahku sesekali mengusap bahuku saat aku terus terisak. Beberapa lama hingga aku tenang dengan sesenggukan mengisi udara, mataku yang membengkak Jungkook tatap dengan sendu sebelum memintaku menaiki tempat tidur dan memberi dua lembar selimut untuk membalut tubuhku.

Dia masih di sana saat aku hanya menatap kosong dinding kamar, masih sesenggukan karena terlalu lama menangis. Aku penasaran kenapa dia tetap tinggal, tetapi aku malas untuk bersuara karena suasana hatiku tak mendukung.

"Kau butuh sesuatu?" Jungkook yang bersuara tiba-tiba membuatku agak terkejut, setelah mencerna apa yang ia katakan lantas aku menggelengkan kepala. "Bagaimana dengan cokelat panas? Agar tubuhmu bisa lebih hangat."

Aku menyempatkan diri untuk menatap Jungkook sejenak sebelum menganggukkan kepala, kemudian Jungkook bangkit dari tempat tidur dan pergi keluar. Aku hanya dapat menatap kosong pintu, mataku tak bisa berhenti berkaca-kaca jika mengingat apa yang sudah Yugyeom lakukan padaku.

Tak lama kemudian Jungkook datang lagi dengan secangkir cokelat panas, aroma yang menguar membuatku lekas duduk dan mengambil alih minuman itu dari tangan Jungkook. Cukup membuatku tenang saat mengalir di tenggorokan, rasanya jauh lebih baik.

"Tidurlah setelah kau menghabiskannya, kau harus istirahat agar tidak terserang demam," pesan Jungkook yang hendak keluar setelah memastikan aku meminum cokelat panas buatannya.

"Terima kasih, Jungkook," ucapku saat Jungkook hendak meraih knop pintu, Jungkook tak mengatakan apa pun, dia hanya tersenyum simpul sebelum keluar dan kembali menutup pintu.

Ini baik, tapi entah kenapa aku malah membenci Jungkook. Alasannya, aku tidak suka terlihat lemah hingga Jungkook membantuku. Aku membenci Jungkook yang membantuku karena kasihan melihatku yang menyedihkan. []

𝟏𝟑 𝐑𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧𝐬 𝐖𝐡𝐲 𝐈 𝐇𝐚𝐭𝐞 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang