Alasan Keempat

2.3K 385 6
                                    

"Kenapa marah? Aku, 'kan sudah bilang akan menggantinya. Nanti akan kubelikan lima botol sekaligus."

Bicara tentang pagi yang gaduh dan Jungkook yang memakai sabunku hingga hanya cukup untuk satu kali mandi, aku sudah melayangkan protes padanya setelah berpakaian dan membawa botol sabun mandiku yang sudah kosong ke kamarnya. Dia hanya mendengarkan dengan ogah-ogahan sesekali memutar bola matanya jenuh, sementara wajahku memerah karena berbicara seperti kereta api yang melaju cepat. Lalu setelah aku selesai berbicara dengan napas terengah dan menatapnya tajam, Jungkook hanya menatapku lurus sembari bersandar pada punggung sofa kecil yang ada di kamarnya.

Kemudian setelah dia berjanji akan membelikan aku lima botol sabun mandi yang sama seperti milikku yang dia pakai, aku terburu-buru kembali ke kamarku karena tak sengaja melihat jam dinding yang ada di kamarnya sudah menunjukkan pukul enam lewat empat puluh menit. Sesegera mungkin mengenakan sepatu bahkan kaus kakiku sampai terbalik, tentu saja itu menghambat dan membuang-buang waktu. Untungnya aku sudah menyiapkan buku pelajaran untuk hari ini, jadi aku hanya tinggal meraih tas yang berada di kursi belajar dan berlari keluar dari kamar.

Aku tidak ingat jika kemarin aku baru saja mengepel lantainya, jadi sedikit terpeleset karena licin untungnya tak sampai terjatuh. Jika iya, Jungkook pasti sudah menertawaiku karena begitu tanganku meraih knop pintu tangannya menangkup punggung tanganku. Ew! Apa aku sudah bilang jika dia ini pemuda mesum? Wajahnya itu mendadak berubah menjadi raut paling menjijikan setelah menyadari bahwa telapak tangannya menyentuh punggung tanganku, bahkan sampai memberikan sedikit remasan yang membuatku menatapnya garang.

Terburu-buru menarik tanganku dan mengelapnya pada rok seragam, Jungkook membuka pintu dan mempersilahkan aku untuk keluar dari kamar asrama terlebih dahulu. Memperlakukan aku selayaknya seorang putri raja lengkap dengan senyum manis yang membuatnya tampak menggemaskan, aku berdecih sinis sebelum melangkah keluar dan meninggalkannya yang menutup dan mengunci pintu terlebih dahulu.

Itu menyebalkan, kau tahu?

Dia terus mengoceh selama perjalanan dan bahkan tak berhenti saat berada di dalam lift gedung asrama, telingaku nyaris meledak karena mendengar dia terus-menerus mengoceh dan berulang kali membahas sabun mandi. Tak lupa disertai ucapan-ucapan kotor yang membuat perutku bergolak mual, aku ingin muntah. Dia juga membujukku agar tidak marah hingga mengabaikannya, penat berbicara sendirian katanya.

Lalu jika lelah, kenapa dia tidak berhenti saja? Kenapa dia harus membuang tenaganya untuk berbicara sementara aku tidak begitu menyimak secara keseluruhan dari apa yang dia katakan, aku hanya mendengar dia akan mengganti sabun mandiku dan membujukku dengan membelikan es krim rasa vanila dan stroberi setelah pulang sekolah nanti. Aku tidak tertarik, karena pada dasarnya aku kurang suka es krim. Aku lebih suka susu karena sehat.

"Hei, kau ingin mengunjungi toko cokelat? Aku dengar ada toko cokelat yang baru buka di daerah Itaewon," katanya lagi kali ini, aku tahu jika ini masih dalam lingkup membujuknya agar aku tidak mengabaikannya selama seharian atau bahkan sampai berhari-hari.

Memutar bola mata dengan jenuh, memacu langkah lebih cepat saat pintu lift terbuka. Membiarkan Kwon Jungkook mengejarku dan mendapatkan banyak atensi dari beberapa siswa yang kami lewati, aku sama sekali tidak peduli jika mereka akan membicarakanku dengan hal yang tidak-tidak. Beberapa menit berjalan menuju sekolah dan aku bisa melihat gedung sekolah yang nyaris menyamai gedung perusahaan-perusahaan besar di Seoul dari kejauhan, sudah ada beberapa siswa yang datang dan berlalu lalang di halaman depan sekolah. Kurasa aku terlambat untuk piket sebentar.

Menunggu lift untuk terbuka dengan Jungkook yang berdiri di belakangku, kali ini bibirnya sudah ditutup rapat-rapat. Aku meliriknya melalui bahuku, mendapati Jungkook tengah mendongakkan kepala melihat lampu lift dengan angka yang menyala. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana sementara mulutnya bergerak seperti mengunyah permen karet, aku bahkan tidak tahu jika dia juga senang mengunyah gula-gula kenyal itu sama sepertiku.

"Song Jia!" menoleh ke sumber suara karena namaku yang tepanggil, mendapati Jung Eunbyul tengah berlari-lari kecil menghampiriku.

Sudut bibirku tertarik kecil, mengulas senyum sementara aku menahan tawa karena melihat betapa lucunya Eunbyul yang kepayahan itu. Dia menyandang tas ransel besar dan talinya beberapa kali turun melalui lengan atasnya saat gadis itu berlari menghampiriku. Sesampainya dia memegangi lutut dengan napas terengah, dan aku memberinya kebebasan untuk mengatur napasnya terlebih dahulu sebelum berbicara dengan cerewet seperti pagi-pagi sebelumnya setiap kali aku bertemu dengannya ketika menunggu lift.

"Hei, kau su-oh! Apa dia teman satu kamar asramamu?" oke, sebenarnya agak menyebalkan karena Eunbyul ini termasuk orang yang mudah sekali teralihkan perhatiannya. Dia akan melupakan apa yang ingin dia katakan jika melihat objek menarik di sekitarnya, selalu begitu.

Aku hanya mengendikkan bahu tak acuh, lantas membiarkan Eunbyul dan Jungkook berkenalan sementara aku menatap angka menyala di atas pintu lift. Kenapa benda kotak dengan ruangan sempit ini lama sekali turunnya, seberapa banyak sih orang-orang yang diangkut atau turun di setiap lantai.

Baiklah, sepertinya aku akan menceritakan sedikit tentang sekolahku selagi menunggu Jungkook dan Eunbyul selesai berbicara dan pintu lift yang terbuka. Orang-orang di sini aneh, sungguh. Mereka memang bersaing dalam hal menjadi juara dan menjadi orang yang disegani, tetapi caranya menyeramkan.

Tak jarang ada yang menyogok dengan uang atau mengandalkan jabatan kedua orang tua mereka, penindasan juga terjadi di sini hanya saja belum diketahui oleh guru. Mereka menutup mulut semua saksi dengan baik, menggunakan uang dan mengancam. Juga tak segan melakukan penyiksaan fisik atau mental jika ada yang berani membuka mulut.

Dan untungnya, sejauh ini aku sama sekali belum tersentuh oleh kasus-kasus seperti itu. Aku hanya manusia yang tak banyak dikenal oleh orang, bahkan keberadaannya saja tidak diketahui oleh siswa-siswi tersohor di sini. Ya, setidaknya aku aman dari hal-hal yang bisa membuatku dipermalukan di depan banyak orang atau menjadi depresi karena tekanan yang terus-menerus diberikan, meskipun kuat, aku tidak yakin jika aku bisa menghadapinya ketika orang-orang sudah mencap buruk bagaimana aku.

Sementara sekolahku sendiri cukup besar untuk dijadikan apartemen mewah, ada lapangan indoor basket dan voli, untuk bulu tangkis juga ada, ukurannya begitu besar hingga kau tak akan pernah menyangka jika itu adalah lapangan indoor. Ada dua ruang latihan menari dan dua ruang musik dengan ukuran jumbo, lengkap dengan dua grand piano hitam dan putih, lima biola dan cello, xylophone dengan harga fantastis, dan saxophone edisi terbatas. Alat musik disini lengkap, kelewat lengkap malahan. Ada kolam renang super besar juga pada lantai dua paling atas. Fasilitasnya lengkap, sekolahnya juga menyenangkan.

"Hei, Song Jia. Dia tampan juga, ya? Baik dan ramah lagi," Eunbyul berbisik padaku, melirik sedikit Jungkook yang berdiri di belakang.

Sementara aku hanya terkekeh sinis. Tidak, tidak ada yang salah dengan perkataan Eunbyul, gadis itu juga tidak buta karena memuji Jungkook tampan. Aku juga mengaku jika Kwon Jungkook adalah pemuda tampan yang pernah kutemui. Tetapi yang salah ada pada kalimat terakhirnya, mengatakan bahwa Jungkook baik dan ramah. Dia hanya tidak tahu bagaimana tabiat asli pemuda sialan itu, ini membuatku sadar jika Jungkook memakai topeng untuk menutupi kepribadiannya yang super menyebalkan itu.

"Tapi tunggu!" katanya lagi, mengendus udara di sekitarku lantas beralih pada Jungkook. Gadis itu kemudian menatapku dan Jungkook dengan curiga secara bergantian, "dia beraroma sama denganmu," lanjutnya lagi dengan berbisik.

Keningku berkerut, memperhatikannya yang tampak sedang memikirkan sesuatu. Beberapa saat sampai aku melihat matanya membulat kaget dengan mulut yang menganga lebar, menatapku dan Jungkook lagi, tetapi kali ini begitu terkejut.

"Ji, jangan bilang kau dan Jungkook... Astaga! Kalian mandi bersama?"

"Apa? Jangan konyol, Jung Eunbyul!" aku terkejut atas kesimpulan sepihak mendadak yang dilakukan oleh Eunbyul. Sementara Jungkook hanya tersenyum miring dan menatapku seduktif, itu benar-benar menjijikan.

Alasan keempat kenapa aku membenci Kwon Jungkook adalah, pemuda itu tak pernah mau menyangkal atau mengalah pada lawannya. Selalu ingin menang dengan caranya yang licik. Dan tak mau meminta maaf atas kesalahan yang dia lakukan, dia hanya peduli untuk kepentingannya sendiri.

Jadi, haruskah aku merasa baik-baik saja walaupun keberadaan Kwon Jungkook tidak terlalu merugikan reputasiku di mata banyak orang? []

𝟏𝟑 𝐑𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧𝐬 𝐖𝐡𝐲 𝐈 𝐇𝐚𝐭𝐞 | ✓Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ