Alasan Kesepuluh

1.9K 369 33
                                    

Hari itu perlahan berlalu, seiring dengan aku dan Jungkook yang menjauh, mereka yang sering menatap sinis dan mencoba menyerangku juga mulai bosan. Sedikitnya itu membuatku tenang, aku tak perlu lagi merasa khawatir untuk datang ke sekolah karena takut mereka akan menggangguku.

Dan sepertinya hari baik benar-benar berpihak padaku, sebab beberapa hari lalu Han Yugyeom tiba-tiba mendatangiku. Dia tersenyum, lebih berbeda dari biasanya. Aku tak tahu kenapa tiba-tiba dia mau mengobrol banyak denganku yang saat itu duduk sendirian di tribun lapangan basket sembari mendengarkan musik melalui ponsel, tapi serentetan kalimat berikutnya yang ia ucapkan membuatku tak percaya jika yang sedang bersamaku saat itu benar-benar Han Yugyeom.

Yugyeom...

...menyatakan perasaannya padaku.

Apa aku sedang bermimpi?

"Aku tahu ini terlalu tiba-tiba. Tapi, Ji, aku sudah sejak lama menyukaimu hanya saja tak berani untuk mengatakannya. Aku tidak akan memaksamu untuk menerimaku, bagiku, mengatakan seperti ini saja sudah cukup membuatku tenang karena kau tahu apa yang aku rasakan."

Tapi kurasa, aku tidak berpikir panjang saat itu. Terdorong dari rasa senang yang luar biasa, kepalaku spontan mengangguk tanpa ingin mendengarkan penjelasan Yugyeom lebih lanjut lagi. Kulihat Yugyeom terkejut karena jawabanku, tapi yang dia lakukan hanya tersenyum, malu-malu sesekali melirik ke arahku yang juga tersenyum sama.

Hari ini adalah hari ketiga kami berkencan, ada banyak gosip tentangku dan Yugyeom tetapi aku berusaha untuk tidak mempedulikannya. Aku sempat takut akan diserang lagi, tetapi Yugyeom bilang aku akan baik-baik saja dan tidak perlu mengkhawatirkan apa pun.

Ah ya, mengambil keputusan untuk berkencan memang sulit. Aku pikir dengan bersamanya aku dan Yugyeom akan membuatku terus merasa senang dan melupakan hal buruk yang pernah terjadi padaku, rupanya aku salah, ini malah membuatku semakin tidak tenang karena orang-orang yang menatapku dengan tatapan sinis itu jauh lebih banyak dari sebelumnya.

Aku salah karena sempat mengira semuanya akan baik-baik saja, sama seperti hubungan berteman yang dahulu aku dan Yugyeom jalani. Kupikir reaksi siswa lain akan sama seperti itu, sejak awal aku memang salah dan kurang matang memperhitungkan semuanya.

Ini hari libur, pagi ini ibuku datang untuk mengantarkan uang dan bahan makanan. Ibu rutin datang setiap dua minggu sekali dan meninggalkan uang dengan jumlah banyak, persiapan siapa tahu persediaan makananku habis dengan cepat atau aku ingin membeli kebutuhan sekolah.

Jungkook pergi entah ke mana beberapa menit sebelum ibuku datang, dia tidak bicara apa-apa, bahkan melihatku sedikit saja tidak. Masuk tanpa suara dan keluar tanpa pamit, aku diperlakukan seperti patung yang menghiasi rumahnya.

Setelah memastikan aku baik-baik saja dan tak ada lagi yang kurang, ibu pamit karena akan bertemu dengan teman-temannya untuk membicarakan liburan ke Islandia. Itu terdengar menyenangkan tetapi sayangnya aku tidak bisa pergi karena harus sekolah.

Tertawa.

Tertawa.

Dan tertawa.

Aku tidak tahu apa yang lebih menarik dari program komedi di televisi, ditemani secangkir cokelat panas dan satu stoples camilan yang ibu bawakan pagi ini, sudah sempurna untuk menutup satu hari liburku.

Mataku bergerak ke arah pintu saat benda itu terbuka, Jungkook masuk dengan pakaian serba hitamnya. Berpura-pura tidak melihat adalah pilihan terbaik yang aku lakukan, malas sekali jika harus beradu tatap dengan si menyebalkan itu. Dia masuk setelah melepas sepatunya, melirikku sekilas sebelum melengos pergi ke kamarnya.

𝟏𝟑 𝐑𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧𝐬 𝐖𝐡𝐲 𝐈 𝐇𝐚𝐭𝐞 | ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora