Alasan Ketigabelas

2.3K 346 18
                                    

Tak masuk akal.

Sejak awal, aku tahu jika keinginan Yugyeom untuk putus denganku bukan karena ia lelah dengan sikap egoisku atau marah karena aku yang membicarakan Jungkook saat bersama dengannya, ada alasan lain dan aku sangat yakin dengan itu.

Namun, hari ini semua kecurigaanku terbukti, bahkan belum genap seminggu sejak berakhirnya hubungan ini, Yugyeom sudah menggandeng gadis lain dan melintas di depanku. Sialnya, aku tak sengaja melihat bagaimana Yugyeom merangkul siswi itu seraya tersenyum kepadanya. Ini konyol, rasanya aku ingin mengamuk dan menamparnya hingga aku merasa puas, dia berbohong pada alasannya dan meninggalkanku begitu saja setelah datang padaku dan mengutarakan perasaannya dengan cara yang menyentuh.

Aku jadi penasaran, sebenarnya seberapa banyak lelaki brengsek seperti Han Yugyeom di dunia ini? Kenapa hanya bisa menyakiti dan membuat banyak perempuan menangis karena tindakan semena-mena yang mereka lakukan? Dan lagi, kenapa banyak perempuan yang jatuh ke dalam pesona pria tak punya otak seperti mereka?

Aku tak tahu kenapa rasanya seisi dunia menjadi bodoh termasuk diriku sendiri, sebab setelah aku tak sengaja melihat Yugyeom menggandeng gadis baru, suasana hatiku luar biasa buruk hingga aku kembali ke asrama dengan menghentak kaki dan berbaring di atas tempat tidur tanpa ingin beranjak ke mana-mana.

Bodoh, memang bodoh karena nyatanya aku menangisi lelaki brengsek itu lagi. Ini tidak adil, yang dia berikan hanya rasa sakit dan aku membalasnya dengan tangis. Seharusnya bukan lelaki seperti dia yang harus ditangisi, ah, tapi aku benar-benar melakukannya hingga keranjang sampahku penuh dengan tisu yang aku gunakan untuk menghapus air mata.

"Bodoh, kenapa harus menangis? Dia lelaki brengsek, tak pantas ditangisi." aku terus berkata begitu, menghibur diri dengan umpatan yang nyatanya semakin membuatku sedih karena rasa sakit yang aku dapatkan.

Nyatanya, aku masih menyayangi Yugyeom. Tak sebanyak dahulu karena sudah terkuras oleh benci akibat rasa sakit yang telah ia berikan, tetapi tetap saja karena di antara aku dan Yugyeom pernah ada rasa.

"Kau menangis lagi?"

Terkesiap saat tahu-tahu Jungkook muncul dari pintu, padahal aku sudah menutup pintunya agar Jungkook tidak mendengar keluhanku yang lelah dengan pedih.

Aku menyeka air mata, membuat Jungkook menghela napas sebelum masuk dan kembali menutup pintu. Dia menghampiriku, ikut terduduk di tepi tempat tidur dengan tatapan sendu yang aku sendiri tak tahu kenapa dia melakukannya. Jungkook selalu memiliki hal acak yang sering membuatku terkejut dan tak mengerti kenapa dia begitu.

"Kali ini apa? Melihat Yugyeom menggandeng gadis baru?"

Aku mengangguk lalu menangis sekencang yang aku bisa, membuat Jungkook kembali menghela napas dan tak kusangka ia menarikku ke dalam dekapannya. Hanya kepalaku, tetapi entah kenapa aku mendapatkan ketenangan meski tangisku tak langsung mereda.

"Aku sudah bilang untuk tidak keluar kelas sendirian tanpa tujuan, tapi kau terlalu keras kepala, aku tak punya pilihan selain membiarkanmu."

Benar, Jungkook sempat ingin mengajakku makan siang bersama tetapi aku menolak dengan alasan tak ingin diserang oleh penggemar fanatiknya lagi. Seharusnya aku menyadari jika Jungkook sedang memberi isyarat bahwa ada sesuatu yang seharusnya tidak aku ketahui dengan cepat, namun isi kepalaku malah bercabang ke mana-mana dan berprasangka buruk pada Jungkook.

Terlalu berhati-hati malah membuatku kembali terluka, sial!

"Aku tidak tahu, kenapa kau tidak bilang?"

"Itu juga akan menyakitimu jika aku mengatakannya, kau ini punya otak tidak, sih?"

Lihat? Bahkan bersikap baik saja dia masih bisa mengumpat dengan seenak jidatnya. Ah, ingin sekali memukul dahi lebarnya itu agar dia bisa berpikir cemerlang setidaknya sedikit.

"Tentu saja punya, kau saja yang tidak memakai otak."

"Kau seharusnya berterima kasih karena aku sudah menolongmu."

Ah, ini lagi.

Kembali pada awal semua ini terjadi, kalimat yang sama namun keadaan yang berbeda. Kenapa harus seperti ini lagi? Apa aku benar-benar tak bisa menjauh dari Jungkook dan membiarkan ini berlalu layaknya kisah masa sekolah yang dapat dikenang di masa depan?

"Aku membencimu."

"Aku bahkan lebih membencimu," Jungkook menimpali dengan santai. "Kau tidak tahu betapa kacaunya hidupku setelah kau ada."

Keningku berkerut, menjauh dari dekapan Jungkook dan menatapnya sengit sebab tak terima jika aku yang disalahkan padahal jelas aku adalah korban sesungguhnya. "Kau menyalahkanku? Ini salah. Dengar, aku dapat semua perhatian dan tatapan sinis itu karena kau yang mengganggu kehidupanku, semuanya aman sampai kau datang dan menggangguku."

"Tuh, kan. Kau benar-benar tidak menggunakan otakmu dengan baik."

Aku semakin kesal, menarik telinga Jungkook dan membuat lelaki itu memekik kesakitan. Jungkook memegangi tanganku berusaha untuk menyingkirkannya, tetapi aku semakin kencang menariknya hingga tubuhnya itu jatuh ke atas tempat tidurku.

"Itu balasan karena kau menghinaku," tuturku ketus, menyingkirkan tanganku dari telinganya dan menatap tajam presensinya yang masih berbaring di atas tempat tidurku menahan sakit.

"Wah, kau tidak menangis lagi."

Namun, kalimat yang Jungkook katakan barusan membuatku tertegun, menyadari jika apa yang Jungkook lakukan semata-mata hanya untuk menghiburku. Aku tersentuh, menatapnya dengan hati melunak dan sedikit tersirat rasa iba karena telah membuatnya kesakitan dengan menarik telinganya dengan tidak manusiawi.

"Apa itu sakit?"

"Sangat, tapi aku senang karena aku berhasil membuatmu berhenti menangis." Jungkook tersengir, giginya yang menggemaskan itu membuat hatiku tak keruan, ingin menangis juga tersenyum bahagia dalam waktu yang bersamaan.

"Jungkook."

"Kau harus sering belajar mengucapkan terima kasih."

Tak lama setelah itu, air mata kembali membanjiri wajahku, lebih deras dari sebelumnya hingga membuat Jungkook jengkel sebab tingkahku. Aku menyeka berulang kali, tetapi berulang kali juga air mata jatuh dan membasahi wajahku yang pasti tak enak dipandang lagi.

"Jungkook, aku membencimu karena kau satu-satunya orang yang mengerti bagaimana keadaanku luar dan dalam, dan kau tahu bagaimana caranya membuatku melupakan masalah. Aku membencimu!"

Jungkook kembali tersengir, kali ini tiada pelukan atau kalimat yang dapat membuatku tersenyum. Lelaki itu hanya menyaksikan bagaimana aku menangis karena rasa benciku yang menjadi-jadi, dia bahkan sampai melipat kakinya di depan tubuh dan menaruh dagu di atas lututnya hanya untuk menatapku yang merasa jengkel.

Aku benar-benar membenci lelaki ini hingga aku tak dapat membedakan mana rasa bahagia dan rasa kesal. []



-fin.

_____
a/n : Huh, akhirnya tamatnya barengan Summer Fever. Terima kasih banyak buat kalian yang udah support dan setia nunggu buat update. Semoga kalian senang baca tulisanku dan tetep stay buat support aku terus.

Tetap semangat menjalani hari, borahae~💜

Love yourself,
.tata

𝟏𝟑 𝐑𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧𝐬 𝐖𝐡𝐲 𝐈 𝐇𝐚𝐭𝐞 | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang