39. Nyesek?

36 10 9
                                    

Sekarang sudah memasuki bulan baru, juga musim baru, tapi ini bukan tahun baru.

Banyak yang nunggu musim ini, yaa kecuali Sabna, ia sangat tak bersahabat dengan musim yang satu ini. Tunggu–di Indonesia cuma ada dua musim, kan? Jadi kira-kira apa musim yang sangat tak bersahabat dengan Sabna?

Bisa di tebak apa?

"Gak mau naik grab aja?" tanya bunda yang sedang melakukan aktifitas biasanya di dapur.

"Gak usah, Bun. Kasian uang bunda. Sabna udah bebanin bunda bayar SPP. Sekolah Sabna deket juga kok," jawab Sabna, setelah itu menyeruput teh manis yang sudah di sediakan.

"Tiba-tiba hujan gimana? Entar basah kuyup."

"Ada payung kok. Sabna bawa payung yang gede ya, biar bisa bareng Tiara," ucapnya.

"Loh Tiara bukannya sakit?"

"Iya. Tapi kemeren Tiara chat Sabna, katanya suruh samperin sebelum ke sekolah."

"Oh yasudah. Salamkan salam bunda ya."

"Untuk Tiara aja?"

"Siapa lagi, kan temenmu cuma itu aja"

"Ada banyak bunda, banyak. Resa juga temen deket Sabna, kan. "

"Oh iya bunda sampe lupa ada yang namanya Resa. Yaudah nih Sekalian, suruh mereka makan bareng kamu ya! Bunda masak lebih soalnya." Bunda lalu mengasongkan Tupperware berukuran agak besar pada Sabna.

"Siap! Sabna berangkat dulu ya, Bun!" serunya bersemangat lalu mencium pipi kanan dan kiri sang bunda.

"Hati-hati! Belajar yang bener!" sahut bunda yang tak kalah bersemangat.

"Pasti!"

Sebelum keluar, Sabna meraih payung yang berada di dekat guci.

"Oh ayolah jangan hujan dulu!" ucap Sabna seraya mengambil payung dekat guci tersebut kemudian barulah ia menutup pintu rumah dan gerbangnya rapat-rapat.

Ia berjalan menuju rumah Tiara dan sesekali matanya menatap langit.

Yaps. Langit gelap padahal masih pagi, ini yang sebenarnya Sabna tak suka– Hujan. Di mana banyak orang yang menyukai hujan, sementara Sabna enggak.

Hujan emang berkah, di sisi lain ia masih ingat akan hal itu. Tapi, dirinya sangat anti main basah-basahan.

"TIARA!" teriak Sabna dari luar pagar.

Tiara lalu keluar, dia selalu tampil good looking. Memang bukan Tiara yang tak seceria dulu. Namun lesung pipinya, alisnya, rambutnya, senyumannya, rasanya Tiara terlahir dengan fisik yang sempurna, terlebih otak nya yang mampu menyimpan banyak sejarah dunia.

Meski terlihat sesempurna itu, Tiara juga memendam luka. Terlebih sakit yang semua orang tidak mengetahuinya, hanya Athaya teman sekolahnya yang baru saja mengetahui sakit yang di deritanya.

"Yakin sekolah? Masih sakit gak? Btw Tiara cantiq pake banget!" puji Sabna di akhir pertanyaannya sembari melempar senyum pada Tiara.

Senyum Sabna hanya dia lemparkan kepada orang tertentu. Sikap ramahnya pun sama. Baginya gak semua orang perlu mendapatkan perlakuan seperti itu.

"Iya udah sehat kok! Soalnya ada buku di perpustakaan yang udah aku incer, hehe. Jadi aku harus sehat!"

"Ya ampun. Kan bisa gue yang bawain, tinggal nitip aja. Kalau belum sehat gapapa istirahat aja! Nanti gue yang izinin ke guru, gimana?"

"Enggak ada buku bacaan di rumah, entar aku gabut."

"Sebenernya kalau lo sakit obatnya cukup buku aja ya?" Tiara mengangguk cepat sembari tersenyum.

Take to the SKY [ON GOING]Where stories live. Discover now