ngapain  juga gue jelasin kebenarannya sama bintang tadi, dia juga gak peduli perasaan gue’

‘tapi gue ngapain ngomel ya?’

‘ngapain juga gue mau jelasin semuanya’

‘atau, yang Aliv bilang itu bener’ ia terus bermonolog sendiri dalam hatinya,

“arghh! Pusinng” ucapnya sembari membanting pulpen yang membuat Rhysaka dan beberapa siswa lainnya menoleh

“kenapa Alkena?” tanya Rhy

“eh-hehe gapapa pak, i-ini soalnya musingin” ucapnya kikuk

“coba sini saya liat soalnya” Alkena memberikan kertas soal tersebut pada Rhy

“loh ini kan materi yang sudah saya ajarkan, malah kamu dapet 100 kok waktu ulangan”, Alkena terkejut, dia tidak membaca soal dari tadi

“oh, eh, saya salah baca pak, hehe iya ya lupa” jawabnya gugup

bego alkena lo bego’ makinya dalam hati, ia mengambil kertas soal tersebut kemudian mengisinya, kali ini ia harus focus agar tidak bertindak konyol seperti tadi.

"Kamu lagi ada masalah? " tanya Rhy pada Alkena

"Hahh? Eh eng-enggak pak, gaada kok"

"Yasudah, kerjakan yang fokus ya"

"Iya pak, iya" Alkena mengangguk pasti,  ia kembali memandang kertas soal tersebut, membetulkan letak kacamatanya kemudian berusaha untuk fokus.




***




Bintang menangkup dagunya menatap Restu yang sedang bernyanyi sembari memetic gitarnya di panggung, laki-laki itu membawakan lagu ‘Tell me that you love me, milik James smith, suaranya merdu, bintang sangat menikmatinya apalagi ini adalah salah satu lagu kesukaannya, sesekali laki-laki itu menatap kearahnya kemudian tersenyum tipis. Bintang tidak mengerti dengan perasaannya, ia memang senang saat dengan Restu, tapi satu sisi hatinya merasa tidak enak, ia tau saat dirinya dan Restu berjalan, Alkena memandang mereka dengan tatapan yang sulit diartikan, Bintang larut dengan setiap liriknya

Tell me that you love me

The way you use to love me

Restu mengakhiri penampilannya dengan menundukkan kepala sedikit, tepukan tangan riuh terdengar, Bintang tersenyum sembari menepuk tangannya.

“ciyee keren banget sihh tetu” ucap Bintang saat Restu berjalan mendekatinya sembari memegang sebuah gitar, cowok itu tersenyum manis

“makasihh bintang”

“makasih juga udah mau temenin gue” ucapnya kemudian mengacak rambut Bintang pelan,

“sama-sama, lagian gue seneng kok, gak nyangka juga sih”

“gak nyangka gimana?” tanya Restu mengerutkan dahinya

“iya yang suka teriak-teriak pas Chelsea menang eh ternyata kalo pas nyanyi suaranya adem”

“haha sa ae luh” ucap Restu seraya tertawa lebar, bintang ikut tertawa, keduanya kembali menikmati pertunjukkan lainnya.



Alkena sampai dirumahnya dengan wajah masam, setelah melihat Bintang berjalan Bersama Restu, dijalan pulang ia malah dicegat oleh musuh bebuyutannya Reno dan Bara yang membuatnya kembali terlibat perkelahian. Alkena merasa heran karena rumahnya itu begitu sepi biasanya akan ada Alkana yang merecokinya, ia berjalan menuju kamarnya, tepat saat hendak membuka pintu kamarnya, bi imas keluar dari kamar Alkana

“eh baru pulang den”

“iya bi, Alka udah tidur?”

“belum den, barusan den alka nangis”

“nangis kenapa?”

“bibi juga kurang tau den, barusan bibi tanya malah gak mau jawab”

ucap Bi imas, tanpa bertanya lagi Alkena masuk ke kamar Alka, ia mendapati bocah kecilnya itu sedang meringkuk di tempat tidurnya Alkena bisa lihat bahu kecil adiknya itu bergetar ia berjalan pelan kemudian mengusap lembut rambut Alka membuat bocah itu menghadap Alkena,

“kenapa?” tanya Alkena lembut, ia melihat jejak air mata dimata Alkana,

“abang besok mau gak liat Alka tampil pensi? alka pengen orang tau alka hadir kaya temen-temen lain, tapi katanya besok pagi-pagi papa pergi ke luar negeri” tuturnya,

Alkena menghela nafas, emosinya mulai memuncak sekarang,

“abang mau kan? Alka janji deh gak bakal ngorek lagi celengan abang atau ngambil uang abang kalo abang mau datang, tapi itu juga kalo gak kepepet”
tutur Alka polos, Alkena memandang sendu adiknya itu kemudian mengangguk pasti, meski dalam hatinya ingin sekali ia menjitak kepala adiknya itu saat mendengar janjinya,

“iya, besok gue datang” bocah itu terlihat berbinar, ada kebahagiaan dihati Alkena melihat adik satu-satunya tersenyum bahagia seperti itu.

Setelah alkena keluar dari kamar Alka ia langsung menuju ruang kerja Mahesa, tampak papanya itu sedang membereskan beberapa dokumen,

“alkena? Tumben kamu kesini?”

“papa besok keluar negeri?” tanyanya
tanpa basa-basi

“iya kenapa?”

“pa, besok alka ada pensi, apa papa gak mau gitu liat anak papa tampil?”

“papa sibuk alkena, lagian gak penting-penting amat” jawab Mahesa

“pa, acara ini satu tahun sekali dan semua orang tua selalu hadir buat liat anaknya tampil, apa papa gak mau gitu liat alka tampil? Sekali aja pa? oke kalo misalnya papa gak peduli sama acara-acara disekolah Alkena, tapi seenggaknya untuk alka pah” tutur Alkena, nada bicaranya mulai meninggi

“alkena, ini proyek besar, papa gak bisa sia-siain proyek ini”

Alkena tertawa sumbang, “bagus ya, emang lebih penting proyek daripada anak sendiri.”

“si lastri ikut?”

“yang sopan alkena! Dia itu mama kamu”

“iya, mama lastri ikut?’ tanya Alkena sembari menekan kata ‘mama’

“iya, proyek ini juga kan bekerja sama dengan perusahaan almarhum papanya”

“bagus, hebat sekali kalian berdua” ucap Alkena sembari tertawa sumbang

“yasudah, urus saja perusahaan, lupakan saja kalau papa punya anak” lanjutnya lagi kemudian meninggalkan ruang kerja Mahesa.

Sampai dikamarnya, Alkena membuang tas sekolahnya asal, ia mengusap wajahnya gusar, kenapa keluarganya jadi seperti ini? Ia tidak pernah mengharapkan keluarga yang seperti ini, setetes air matanya jatuh, ia menatap foto ibunya,

kenapa ibu pergi sih? Alka butuh ibu, alkena juga bu, alkena gak mau punya keluarga kaya gini? Kenapa harus kaya gini sih bu?’ ucapnya seiring dengan air matanya yang kian deras.



Tbc...

Alkena [END] Kde žijí příběhy. Začni objevovat