46 [Bonus] ❣️

1.2K 138 63
                                    

"Kenapa kamu bisa punya perasaan lebih sama aku? Dan sejak kapan itu ada?" Deven bertanya sangat hati-hati takut menyinggung perasaan Bianca.

Bianca diam. Dia mengingat-ingat sejak kapan perasaan itu muncul dan kenapa bisa. Rasanya Bianca lupa akan itu. Tapi dirinya benar-benar tidak terlihat sedikitpun ada perasaan lebih pada Deven makanya Deven sedikit tidak percaya akan itu.

"Ehem. It's okey aku jawab," Bianca menyedot minumannya lebih dulu. Deven masih setia menunggu jawaban Bianca.

"Perasaan aku ke kamu itu jujur aku lupa kapan itu muncul, tapi sampai saat ini masih ada. Kenapa bisa Dev? Itu semua berjalan gitu aja, aku tahu kita memang jarang ngobrol panjang apalagi ketemu berdua gitu. Selama ini aku tidak pernah menunjukkan itu karena aku berusaha fokus sama cita-cita aku dulu,"

Bianca tersenyum. Sudah itu jawabannya yang diminta Deven. Sementara Deven menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, bingung, serba salah, stress, lelah, semua jadi satu.

"Kamu jangan terlalu memikirkan itu, Deven... Fokus sama skripsi kamu. Lupain aja jangan anggap serius lagipula perasaan ini ada tidak harus dibalas, Dev."

"Bukan. Bukan gitu masalahnya, Ca." Deven mengacak rambutnya frustasi.

"Ca.. kenapa harus aku yang kamu suka? Kenapa bukan orang lain? Aku ngga mau sakitin hati kamu, kamu itu cewek baik, tulus, jangan buat aku merasa bersalah karena aku-"

"Iya, aku tau kamu tidak akan bisa balas perasaan aku. Aku memang sempat berharap kamu membalasnya, tapi seketika aku sadar akan sesuatu yang ada di pergelangan tanganmu aku tahu jam tangan itu dari orang spesialmu, tapi aku tidak tahu siapa. Maka dari itu perlahan aku pendam dan diam untuk tidak memaksakan kehendak," Bianca menunjuk jam tangan yang digunakan Deven. Itu adalah jam tangan hadiah ulang tahun dari Anneth.

"Aca ... Maaf. Aku udah buat hati tulus kamu sakit. Aku bener-bener gatau harus kaya gimana. Tapi, Ca, aku yakin di luar sana banyak cowok yang lebih baik dari aku dan bisa mencintai kamu dengan tulus," Deven meraih kedua tangan Bianca dan menggenggamnya. Ia memohon terus menerus. Bianca adalah cewek yang tegar, dia tidak menangis meskipun keadaan seperti itu.

"Deven... Kamu tidak salah. Perasaan aku yang salah berlabuh. Kamu berhak menolaknya, aku tidak apa-apa karena kita masih bisa menjadi sahabat. Aku tidak ingin hanya karena perasaan pertemanan kita rusak. Aku sadar dan aku tidak pernah berharap banyak, aku yakin perasaan ini akan hilang sendirinya nanti, kamu jangan khawatir, Dev."

Bianca meyakinkan Deven, dia membalas genggaman tangan Deven. Bianca berusaha membuat Deven tidak menyalahkan dirinya sendiri.

"Acaaa... Kamu baik, baik banget. Aku harus apa selain balas perasaan kamu? Aku bener-bener minta maaf kare-"

"Sttt. Udah. Sekarang udah malem lebih baik kita pulang, kamu istirahat dan jaga kesehatan, jangan bergadang malem ini dan jangan pikirkan lagi tentang ini ya?" Bianca menaruh telunjuknya di depan bibir Deven.

Deven terdiam. Hati Bianca terbuat dari apa? Kenapa dia sebaik ini? Deven memejamkan matanya dan mengangguk patuh pada Bianca.

"Huh. Okey. Kita pulang, tapi aku akan antar kamu sampai apartemen. Tidak boleh menolak,"

Baru saja Bianca akan mengelak, tapi Deven sudah mengancamnya jangan menolak. Baiklah akhirnya Bianca menurut saja dan membiarkan Deven mengantarnya sampai apartemen.

Selama perjalanan, Bianca meminta Deven menceritakan siapa sosok yang ada di dalam hatinya. Sedikit keberatan, Deven akhirnya menceritakan tentang Anneth pada Bianca.

"Dia beruntung banget ya, Dev, bisa dicintai sama orang setulus dan sebaik kamu. Cinta kalian itu kuat walaupun harus melewati rintangan yang sekarang sedang kalian hadapi, tapi aku yakin kalian tetap akan jaga hati,"

K.I.T.A (Serial Sebuah Kisah) Kde žijí příběhy. Začni objevovat