Radit mengeluarkan senyum tengilnya. "Berani lo sama gue?!"

"Ya berani lah emang lo siapa?!" tandas Dino tak kalah tajam.

"BACOT!" Lebih baik Radit mengalah. Percuma saja berbicara kepada sahabatnya ini. Tingkat ke goblokannya sudah tingkat akut.

"Tinggal jelasin apa susahnya sih!" gerundel Dino. Dia kemudian tersenyum kecut.

Radit menghela napas berat. "Ini gue mau jelasin sabar ngapa!"

"Iya-iya."

"Jadi, cinta itu bisa datang kapan aja sesuka dia. Demi cinta banyak yang ngorbanin dirinya. Bahkan ..." Radit menggantungkan ucapannya, "bahkan, mereka rela harga dirinya di jual."

Dino melongo tak percaya, benarkah cinta sekejam itu?

"Tapi di sisi baiknya, cinta itu bisa bikin hari-hari kita bahagia. Contohnya, kalau lagi bete karena ulah lo yang nyebelin, terus chating tuh sama doi ntar kita jadi kesemsem sendiri."

"Pinter banget lu, Bro," sanjung Dino kepada sahabatnya ini. Dia kemudian merangkul pundak Radit.

Radit kemudian langsung menyingkirkan tangan Dino. "Gue kan udah bilang, kalo gue itu pakar cinta!"

Dino melirik tajam Radit karena melepaskan rangkulannya. Apa salahnya coba. "Pasti Hana seneng banget tuh bisa dapetin lo."

"Wih ya tentu, Hana bakal klepek-klepek sama gue dan selalu kangen sama gue." Senyumnya mengembang setelah berkata begitu.

"Alah! Alayy!" lirih Dino yang masih terdengar jelas di telinga Radit.

Radit memeletkan lidahnya. "Biarin yang penting gue nggak jomblo."

"Nanti kalo putus ..." Radit langsung memukul pundak Dino, enak saja dia mendo'akan seperti itu. Mereka berlarian di tepi jalan di malam-malam begini.

Mereka membeli 3 bungkus nasi goreng yang berada dekat dengan rumah sakit Pelita Jaya.

*
Radit dan Dino kini sudah sampai begitu juga dengan Hana. Ternyata Radit meminta kepada Hana untuk menemani Tamara. Radit merasa kasihan sekali dengan Tamara sekarang ini, mudah rapuh.

Wanita yang kuat pun akan terlihat rapuh jika cintanya sedang dalam keadaan begini.

"Kamu makan dong, Tam. Biar kamu bisa vit buat jaga Valdo besok!" bujuk Hana kepada Tamara.

Tamara menggeleng pelan. "Aku nggak laper, Han. Mending buat kamu aja!"

Hana membelalakkan matanya. Sulit sekali untuk membujuk sahabatnya ini. "Aku udah makan, Tam. Kamu harus nurut sama aku! Aku nggak mau kamu sakit! Kamu itu sahabat aku, aku sayang sama kamu. Coba ngertiin aku kali ini aja jangan keras kepala!"

"Tapi ..."

"Yaudah lima sendok aja gimana?" Hana menarik turunkan alisnya.

"Mmm, satu deh," bujuk Tamara kepada Hana sambil mengeluarkan puppy eyes- nya.

Hana menggeleng dengan kuat. "Empat!"

"Satu suap aja deh, Han!" Tamara mengerucutkan bibirnya.

"Tiga!" Hana masih mencoba untuk bersabar menghadapi sahabatnya ini.

"Satu!" kekeuh Tamara. Dia sedang tidak mempunyai nafsu makan sekarang ini.

Hana akhirnya kehabisan kesabarannya. "Ya sudah kamu makan sampe habis gimana?!"

Tamara kaget. Baru kali ini melihat seorang Hana marah. "Ih kok kamu ngegas sih, Han?"

"Aku bisa aja tegas sama kamu Tamara! Cepet makan!" pinta Hana dengan tegas.

"Kamu kok kayak Ibu aku?" Tamara menggerutu. Dia tidak suka jika Hana seperti ini.

"Suatu hari juga aku bakal jadi Ibu. Jadi, sekarang aku harus belajar buat mendidik anak. Dan, yang jadi contohnya kamu."

"Tapi ..."

"TAMARA!" bentak Hana kepada Tamara.

"Iya, aku mau makan kok ini." Tamara akhirnya duduk di sofa dimana Radit dan Dino berada sambil mengerucutkan bibirnya. "Dit, galak amat sih pacar kamu?"

Radit menyengir kuda. "Itu namanya perhatian bukannya galak!"

"Iya tuh Tamara bener! Lo beruntung punya sahabat kayak Hana. Nggak kayak gue punya sahabat kayak gini semua," tutur Dino curhat.

Radit dengan bersungut-sungut mengucapkan, "Jadi, lo mau gue pecat jadi sahabat?"

"Bercanda, baperan amat sih lo?!" setelah berkata begitu Dino menyengir.

"Bodoamat!" ketusnya, "BEB, AKU MAU MAKAN DULU YA. KAMU MAU AKU SUAPIN NGGAK?" teriak Radit dengan sengaja.

"Huss, jangan berisik!" tegur Tamara sambil mencubit Radit.

Dino tertawa puas, jika Tamara sudah marah inilah resikonya. Tamara di lawan mau kuping lo budek?!

Hana pun tersenyum kecil menatap pacarnya itu. Bahagia sekali mempunyai pacar yang sangat baik, dan ternyata sahabatnya adalah teman sekelas pacarnya.

"Syukurin lo biar tahu rasa!" tampik Dino.

"Biarin."

"Kalian ngomong satu kalimat lagi, aku usir kalian dari sini!" ancam Tamara.

Hana menahan tawanya yang super- super berisik. Membuat telinga yang mendengarnya menjadi meledak.

Radit dan Dino hanya saling menatap. Tak bisa di bayangkan jika Tamara mengamuk di rumah sakit.

***

Terima kasih sudah mampir ke ceritaku.

Penasaran part selanjutnya?

Silahkan komen jika ada typo!

Follow Instagram Author
@Dewibiruu

Follow YouTube Author
@dewisarah16

Ranselku [Belum Revisi]Where stories live. Discover now